LAPORAN
PRAKTIKUM
GENETIKA
DAN PEMULIAAN TERNAK (PET1310)
(Perhitungan
Heritabilitas dan Korelasi Genetik Telur)
Disusun
Oleh
Nama : ARDIANSYAH
Nim : 60700112049
Kelompok : III (Tiga)
Jurusan : ILMU
PETERNAKAN
Asisten : WAHYUDIR
KADIR
LABORATORIUM
PETERNAKAN
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2013
LEMBAR
PENGESAHAN
Laporan Lengkap
Praktikum Mikrobiologi Ternak, yang berjudul “Perhitungan Heritabilitas dan
Korelasi Genetik Telur” disusun oleh:
Nama : Ardiansyah
Nim : 60700112049
Kelompok : III (Tiga)
Jurusan : Ilmu Peternakan
Telah diperiksa dengan
teliti oleh asisten dan koordinator asisten dan dinyatakan diterima sebagai
laporan lengkap.
Gowa,
Juni 2013
Koordinator Asisten Asisten
(
Naimah Patahuddin, S.Pt ) ( Wahyudir Kadir )
Nim:60700109024
Mengetahui
Dosen Penanggung
Jawab
( Zulkarnaim, S.Pt,M.Si )
NIP.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masyarakat Indonesia
umumnya mengkomsumsi telur ayam, bebek dan puyuh sebagai asupan gizi protein
sehari-hari. Selain telur Ayam, bebek dan puyuh yang harganya relative
terjangkau, juga mudah didapatkan dipasaran. Namun dari ketiga jenis telur
tersebut, yang paling popular adalah telur ayam. Telur ayam yang dikomsumsi
umumnya berasal dari ayam petelur tipe layer karena dapat memproduksi telur
setiap hari. Hal ini dikarenakan sudah banyak peternakan ayam petelur
dimana-mana dan ayam mempunyai produktivitas telur yang tinggi (Anonim¹, 2013).
Telur ayam terdiri dari sebuah sel
reproduktif seperti pada mamalia. Pada ayam, sel telur tersebut dikelilingi
oleh kuning telur (yolk), albumen, membran kerabang, kerabang dan kutikula.
Telur suatu bangsa burung dapat diidentifikasikan dari karakteristik luarnya,
yaitu bentuk telur, ukuran telur, dan warna telur yang bervariasi diantara
semua burung, baik liar maupun piaraan (Anonim², 2013).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka
dilakukanlah praktikum ini untuk dapat menghitung heritabilitas dan korelasi
genetic pada telur, mengetahui jenis, warna, bentuk dan berat telur dan untuk
mengetahui juga hubungan antara ukuran kuantitatif dengan heretabilitas dan
korelasi genetik telur.
B.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini
yaitu :
1.
Untuk menghitung heteribilitas dan
korelasi genetik pada telur.
2.
Untuk mengetahui jenis, warna, bentuk
dan berat telur.
3.
Untuk mengetahui hubungan antara ukuran
kuantitatif dengan heritabilitas dan korelasi genetik telur.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Heritabilitas
Keragaman genetik, heritabilitas, dan
kemajuan genetik, harus diperhatikan dalam menyeleksi karakter tanaman. Seleksi
lebih efektif, jika di dalam populasi terdapat keragaman genetik yang
luas. Heritabilitas sangat penting dalam menentukan metode seleksi dan
pada generasi mana sebaiknya karakter yang diinginkan diseleksi. Kemajuan
genetik menggambarkan sejauh mana keefektifan proses pemuliaan.
Seleksi akan efektif bila nilai kemajuan genetik tinggi yang
ditunjang oleh nilai keragaman genetik dan heritabilitas
yang tinggi pula. Ketiga parameter genetik
tersebut sangat menentukan keberhasilan program pemuliaan (Kimball,
1990).
Beberapa parameter genetik yang dapat digunakan sebagai
pertimbangan agar proses seleksi efektif dan efisien, yaitu
keragaman genetik, keragaman fenotipik, heretabilitas,
korelasi dan pengaruh dan karakter-karakter yang erat hubungannya dengan hasil
(Anonim², 2013).
Pada umumnya dikenal dua pengertian
tentang heritabilitas. Pertama, heretabilitas dalam arti luas (broad sense),
yaitu perbandingan antara ragam genetik yang merupakan gabungan dari ragam
genetik aditif, dominan dan epistasis, dengan ragam fenotipik (Noor, 1996).
Heritabilitas
dalam arti luas hanya dapat menjelaskan berapa bagian dari keragaman fenotipik
yang disebabkan oleh pengaruh genetik dan berapa bagian pengaruh faktor
lingkungan, namun tidak dapat menjelaskan proporsi keragaman fenotipik pada
tetua yang dapat diwariskan pada turunannya. Diketahui bahwa genotipe tidak
diwariskan secara keseluruhan pada turunannya. Keunggulan seekor ternak yang
disebabkan oleh gen-gen yang beraksi secara dominansi dan epistasis akan
terpecah pada saat proses pindah silang dan segregasi dalam meoisis. Oleh
karena itu, heretabilitas dalam arti luas tidak bermanfaat dalam pemuliaan
(Suryo, 1994).
Kedua,
heritabilitas dalam arti sempit (narrow sense) yaitu perbandingan antara ragam
genetik additif dengan ragam fenotipik. Heritabilitas dalam arti sempit
selanjutnya disebut heritabilitas atau dengan notasi h2. Untuk banyak tujuan,
Heretabilitas dalam arti sempit (h2) merupakan dugaan yang paling banyak
bermanfaat karena mampu menunjukkan laju perubahan yang dapat dicapai dengan
seleksi untuk suatu sifat di dalam populasi. Pengaruh taksiran aditif biasanya
lebih penting dari pengaruh genetik total. Sedangkan ragam dominan dan epistasis
pada umumnya kurang respon terhadap proses seleksi dan tidak diturunkan dari
generasi tetua pada anaknya. Namun, simpangan dominan dan epistasis bermanfaat
dalam program persilangan ternak, baik persilangan antar strain, persilangan
antar jenis maupun galur inbred (Anonim³, 2013).
Sejak dulu selalu timbul pertanyaan tentang bagaimana
sifat-sifat yang menguntungkan dari individu superior ditransmisikan pada
anak-anaknya. Pendugaan nilai heritabilitas dapat membantu kita dalam menjawab
pertanyaan penting tersebut. Modul ini menjelaskan defenisi heritabilitas,
metode pendugaan heritabilitas dan pengaruh heritabilitas terhadap perubahan
performans ternak (Suryo, 1994).
Dari sudut praktis, nilai heritabilitas
dalam arti sempit dapat didefenisikan sebagai persentase keunggulan tetua yang
diwariskan pada anaknya. Cara yang paling teliti untuk menentukan heritabilitas
suatu sifat adalah dengan melakukan percobaan seleksi untuk beberapa generasi
dan menentukan kemajuan yang diperolehnya, yang dibandingkan dengan jumlah
keunggulan dari tetua terpilih dalam semua generasi dari percobaan seleksi.
Percobaaan seleksi dengan menggunakan ternak besar sangat mahal dan membutuhkan
waktu beberapa generasi. Selain itu, hasilnya hanya berlaku khusus pada
populasi ternak dimana seleksi dilakukan (Kimball, 1990).
Heritabilitas menunjukkan bagian atau
persentase dari keragaman fenotipik yang disebabkan oleh keragaman genetik aditif.
Semakin tinggi nilai h2 dapat diartikan bahwa keragaman sifat produksi lebih
banyak dipengaruhi oleh perbedaan genotipe ternak dalam populasi, dan hanya
sedikit pengaruh keragaman lingkungan (Anonim¹, 2013).
Menurut Noor (1996), heritabilitas secara
tepat hanya berlaku pada populasi dan lokasi dimana nilai h2 tersebut dihitung.
Nilai heritabilitas negatif yang diperoleh dari pendugaan dengan banyak cara
analisis ragam (anova) kemungkinan disebabkan oleh :
a.
Jumlah pengamatan yang sedikit, dimana
semakin sedikit jumlah
pengamatan semakin besar kemungkinan
heritabilitas bernilai negatif,
b.
Jika pendugaan nilai heritabilitas
dihitung dari komponen pejantan maka
peluang terjadinya nilai heritabilitas
negatif lebih kecil jika jumlah
pengamatannnya sama dan
c.
Jika jumlah anak (pengamatan) dari
setiap ekor pejantan atau induk tidak
sama, dapat membuka peluang heritabilitas
negatif yang lebih besar.
B.
Nilai Heritabilitas
Nilai heritabilitas dapat dihitung dengan
cara membandingkan atau mengukur hubungan atau kesamaan antara produksi
individu-individu yang mempunyai hubungan kekerabatan. Nilai heritabilitas
dapat dihitung menggunakan beberapa metode estimasi, diantaranya melalui
persamaan fenotipe ternak yang mempunyai hubungan keluarga, yaitu antara
saudara kandung (fullsib), saudara tiri (halfsib), antara induk dengan anak
(parent and off spring). Selain itu dapat juga menentukan heritabilitas nyata
(realized heritability) berdasarkan kemajuan seleksi. Estimasi nilai
heritabilitas juga bisa didapat dengan menghitung nilai ripitabilitas, yakni
penampilan sifat yang sama pada waktu berbeda dari individu yang sama sepanjang
hidupnya. Ripitabilitas dapat digunakan untuk menduga sifat individu dimasa
mendatang (Suryo, 1994).
Cara lain menduga nilai heritabilitas
adalah dengan memakai hewan kembar identik asal satu telur. Hewan kembar
identik memiliki genotipe yang sama sehingga perbedaan dalam sifat produksi
diantara hewan kembar disebabkan oleh faktor non genetic (Kimball, 1990).
Estimasi nilai heritabilitas beberapa
sifat ekonomis penting pada ternak domba diungkapkan Lasley (1993) yang
meliputi: nilai heritabilitas jumlah anak yang dilahirkan adalah 0,10 – 1,15;
bobot lahir 0,30 – 0,35; bobot sapih 0,30 – 0,35 ; bobot umur satu tahun 0,40 –
0,45; pertambahan bobot badan setelah disapih 0,40 – 0,45; tipe tubuh 0,20 –
0,25 dan skor kondisi 0,10 – 0,15.
Seleksi
merupakan suatu proses pemuliaan tanaman dan merupakan dasar dan seluruh
perbaikan tanaman untuk mendapatkan kultivar unggul baru. Keragaman genetik
yang luas merupakan salah satu syarat efektifnya program seleksi, dan seleksi
untuk suatu karakter yang diinginkan akan lebih berarti jika karakter tersebut
mudah diwariskan. Mudah tidaknya pewarisan suatu karakter dapat diketahui dan besarnya nilai henetabilitas (h2) yang dapat diduga
dengan membandingkan besarnya keragaman genetik terhadap keragaman fenotipik
(Kimbal, 1990).
Sifat keunggulan karena pengaruh gen
aditif dapat diwariskan secara utuh kepada generasi berikutnya. Sedangkan
pengaruh gen dominan dan epistasis akan hilang saat pembentukan gamet (meiosis)
dan pada saat pembentukan sel anak (zigot) dan tidak selalu membentuk kombinasi
yang sama dengan tetuanya. Pada dasarnya genetik dari ternak tidaklah diketahui
dan tidak dapat diukur atau diamati secara langsung, namun dapat dipelajari
melalui fenotipnya dengan alat bantu statistik yang didasarkan pada tingkat
keragaman genetik antar individu atau kelompok dalam populasi. Hal ini terlihat
pada nilai estimasi parameter genetiknya antara lain heratibilitas (h²) dan
korelasi genetik (rG) (Anonim¹, 2013).
Sifat-sifat ekonomi yang penting pada ternak
ayam antara lain mortalitas ayam dara, mortalitas ayam petelur, produksi telur,
konversi ransum, dan bobot badan. Sifat-sifat ekonomi penting pada ayam broiler
antara lain fertilitas telur, daya tetas, produksi telur dan ukuran telur
(Kurnianto, 2009).
Sebagaimana diketahui bahwa fenotipe pada seekor ternak
ditentukan oleh faktor genetik dan non genetik. Faktor genetik merupakan faktor
yang mendapatkan perhatian pemulia ternak, karena faktor genetik tersebut
diwariskan dari generasi tetua kepada anaknya. Selanjutnya perlu diketahui
sampai sejauh mana fenotipe seekor ternak dapat digunakan sebagai indikator
dalam menduga mutu genetik ternak. Untuk itulah kemudian dikembangkan suatu
konsep berupa koefesien yang dikenal dengan heritabilitas (Anonim³, 2013).
Pengetahuan tentang nilai heritabilitas
sangat diperlukan dalam melakukan program seleksi dan rancangan perkawinan
untuk perbaikan mutu genetik ternak. Pengetahuan ini bermanfaat dalam menduga
besarnya kemajuan untuk program pemuliaan berbeda. Disamping itu, memungkinkan
pemulia membuat keputusan penting apakah biaya program pemuliaan yang dilakukan
sepadan dengan hasil yang diharapkan. Nilai heritabilitas bermanfaat dalam
menaksir nilai pemuliaan seekor individu ternak (Noor, 1996).
Rendahnya nilai heritabilitas bukan hanya
disebabkan olah rendahnya variasi genetik namun lebih banyak ditentukan oleh
tingginya variasi lingkungan. Heritabilitas merupakan salah satu pertimbangan
paling penting dalam melakukan evaluasi ternak, metode seleksi dan sistem
perkawinan. Secara lebih spesifik heritabilitas merupakan bagian dari keragaman
total pada sifat-sifat yang disebabkan oleh perbedaan genetik diantara
ternak-ternak yang diamati. Heritabilitas merupakan perbandingan antara ragam
genetik terhadap ragam fenotipik (Kurnianto, 2009).
Nilai heritabilitas mengarah pada kekuatan
pewarisan dari tetua pada keturunannya dan korelasi genetik merupakan gambaran
keeratan hubungan antara gen-gen dengan pengaruh aditif yang mempengaruhi dua
sifat atau lebih. Nilai parameter genetik suatu sifat pada suatu populasi dapat
digunakan sebagai salah satu petunjuk kearah mana langkah-langkah perbaikan
mutu genetik populasi tersebut. Pada kondisi tertentu, parameter suatu sifat
mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi dan korelasi genetik yang positif
maka seleksi individu merupakan metode yang tepat dalam perbaikan mutu genetik
sifat tersebut karena respon seleksi yang diharapkan akan lebih besar dibanding
sifat dengan heritabilitas dan korelasi genetik yang rendah (Anonim², 2013).
Genetik yang dimiliki oleh individu
ternak disusun dan dibangun dari separuh genetik tetua jantan dan separuh dari
tetua betina sewaktu terjadi fertilisasi dan akan tetap demikian selama
hidupnya (permanen) sepanjang tidak terjadi mutasi. Oleh karena itu, untuk
tujuan pemuliaan perhatian tertuju pada genetik dari individu ternak (Anonim³,
2013).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat dilakukannya
praktikum ini adalah:
Hari/
Tanggal : Sabtu, 29 Juni 2013
Pukul : 08.00
wita sampai selesai
Tempat :
Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan
Teknologi
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
B.
Alat dan Bahan
1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam
praktikum ini adalah alat tulis menulis, jangka sorong dan neraca analitik atau
timbangan.
2.
Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum
ini adalah telur ayam kampung.
C.
Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dalam praktikum ini
adalah:
1.
Melakukan pengamatan terhadap telur.
2.
Melakukan pengukuran panjang dan lebar
telur.
3.
Melakukan penimbangan dan pencatatan
warna kulit telur.
4.
Memberi nomor pada telur yang diamati, kemudian
memasukkan data hasil pengukuran panjang dan lebar dan pencatatan warna pada
table yang telah disediakan.
5.
Menghitung rata-rata, simpangan baku,
dan melakukan perhitungan pendugaan nilai heritabilitas dan korelasi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pengamatan
Adapun hasil pengamatan dalam praktikum kali
ini adalah sebagai berikut :
1. Panjang Telur Ayam Kampung
x
|
y
|
xy
|
x²
|
51,5
|
47,5
|
2446,25
|
2652,5
|
47
|
49,5
|
2326,5
|
2209
|
47,5
|
47,5
|
2256,25
|
2256,25
|
50
|
48,5
|
2425
|
2500
|
55,5
|
49,5
|
2747,5
|
3080,25
|
47,5
|
45,5
|
2161,25
|
2256,25
|
45
|
51,5
|
2317,5
|
2025
|
47,5
|
50,5
|
2398,75
|
2256,25
|
49,5
|
45
|
2227,5
|
2450,25
|
51
|
50,5
|
2757
|
2601
|
Sumber : Hasil
Pengamatan di Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas
Sains dan Teknologi
UIN Alauddin Makassar
2. Lebar Telur Ayam Kampung
X
|
y
|
xy
|
x²
|
42
|
34,5
|
1449
|
1764
|
36
|
38,5
|
1386
|
1296
|
36,5
|
35,5
|
1295,75
|
1332,25
|
36,5
|
37,5
|
1368,75
|
1332,25
|
37
|
36,5
|
1350,5
|
1369
|
40
|
37,5
|
1500
|
1600
|
35
|
38,5
|
1347,5
|
1225
|
40
|
34
|
1360
|
1600
|
40
|
36
|
1440
|
1600
|
40
|
36
|
1440
|
1600
|
364,5
|
13967,5
|
14723,5
|
Sumber : Hasil
Pengamatan di Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas
Sains dan Teknologi
UIN Alauddin Makassar
3.
Berat Telur Ayam Kampung
X
|
y
|
xy
|
x²
|
41,49
|
36,49
|
1513,97
|
1721,42
|
38,20
|
45,17
|
1725,49
|
1459,24
|
39,66
|
37,74
|
1496,76
|
1572,91
|
44,29
|
42,80
|
1895,61
|
1961,60
|
42,07
|
42,01
|
1767,36
|
1769,80
|
41,58
|
38,24
|
1590,01
|
1728,89
|
31,53
|
47,26
|
1490,10
|
994,14
|
43,26
|
35,85
|
1228,22
|
1871,42
|
41,47
|
34,46
|
1429,05
|
1719,76
|
39,51
|
36,26
|
1432,63
|
1561,04
|
403,06
|
396,28
|
15559,2
|
16360,22
|
Sumber : Hasil
Pengamatan di Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas
Sains dan Teknologi
UIN Alauddin Makassar
B. Analisis Data
1. Panjang Telur
h² = 2b = 2 x
= 2 x
= 2 x
= 2 x
= 2x 24065,68
= 2 x 1,975
= 3,9505202
= 3,95 cm
2. Lebar Telur
h² = 2b = 2 x
= 2 x
= 2 x
= 2 x
= 2x 13966,57
= 2 x 1,8901713
= 3,7803425
= 3,78 cm
3. Berat Telur
h² = 2b = 2 x
= 2 x
= 2 x
= 2 x
= 2x 15558,861
= 2 x 1,8888183
= 3,7776366 gram
= 3,77 gram
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah
dilakukan terhadap heritabiitas telur pada panjang telur menunjukkan hasil 3,95
cm.
Hal ini menunjukkan bahwa nilai heritabilitas panjang telur yang
telah di
dilakukan pada praktikum ini menunjukkan nilai heritabilitas yang rendah
atau di bawah normal. Sedangkan nilai heritabilitas yang diperoleh dari
praktikum pada lebar telur adalah 3,78 cm yang menunjukan kategori rendah atau
di bawah normal. Menurut Dwiyanto (2007), bahwa bentuk telur normal yakni lonjong
tumpul bagian atas dan runcing pada bagian bawah. Perbandingan panjang dan
lebar telur normal 8 : 6 atau panjang 5,7 cm dan lebar 4,2 cm. Ini berarti
panjang telur 3,95 cm menunjukkan kategori rendah atau di bawah normal.
Sedangkan pada lebar telur 3,78 cm berarti ini juga berada pada nilai kategori
rendah atau di bawah normal.
Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap
nilai heritabilitas telur pada berat telur menunjukkan hasil 3,77 gram.
Hal ini menunjukkan bahwa nilai heritabilitas berat telur yang telah di lakukan
pada praktikum ini menunjukkan ukuran berat telur dalam kategori nilai
heritabilitas berada di bawah normal.
Hal ini di sebabkan karena nilai
heritabiliitas telur yang menunjukkan nilai 3,77 gram berada di bawah 40 gram sehingga nilai heritabilitas berat telur
tersebut di bawah normal. Menurut Noor (1996), nilai heritabilitas berat telur
yang normal berkisar antara 40-80 gram per butir, sedangkan yang diperoleh dari
praktikum adalah 3,77 gram sehingga dikatakan berat telur tersebut di bawah
normal.
.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang ddapat di ambil
dalam praktiikum kali ini adalah :
1. Nilai
heritabilitas panjang telur ayam kampung yang telah diperoleh adalah 3,95 cm
hal ini termasuk kategori rendah karena nilai heritabilitas telur kategori
sedang atau normal ialah 5,7 cm. Sedangkan nilai heritabilitas lebar telur ayam
kampung yang telah diperoleh adalah 3,78 cm hal ini termasuk kategori rendah
karena nilai heritabilitas telur kategori sedang atau normal ialah 4,2 cm.
2. Telur
ayam kampung berwarna putih dengan bentuk lonjong dan kecil dibanding telur
ayam yang lain dengan berat telur 3,77 gram hal ini termasuk nilai
heritabilitas kategori rendah karena untuk nilai heritabilitas berat telur
kategori sedang atau normal ialah 40-80 gram.
3. Koefisien korelasi genetik bernilai antara -1 – 1. Bila
korelasi genetik bernilai tinggi dan positif maka peningkatan produktivitas
sifat pertama akan diikuti oleh peningkatan produktivitas sifat kedua. Bila
koefisien korelasi genetik termasuk tinggi tetapi negatif berarti perbaikan
sifat pertama menurunkan produktivitas sifat kedua. Bila koefisien korelasi genetik
termasuk rendah dan positif berarti seleksi terhadap sifat pertama hanya
berpengaruh sedikit terhadap sifat kedua.
B.
Saran
Adapun saran dalam praktikum
kali ini adalah masih perlu adanya penambahan wawasan tentang hubungan antara
heritabilitas dan korelasi terhadap telur sehingga praktikan dapat secara lebih
mendalam mmengetahui hal tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim¹.
2013, A Quickand Simple Introduction to Drosophila melanogaster,
2013.
Anonim².2013.
Heritabilitas,http://khusmatul-aurora.blogspot.com/2011/06/
heritabilitas.html
. Diakses pada tanggal 30 Juni 2013.
Anonim³.2013.
Pengamatan Kromosom Raksasa pada Drosophila melanogaster.
Kimball, W, Jhon. Biologi Jilid I, Jakarta:
Erlangga.1990.
Kurnianto, E. Pemuliaan
Ternak.Yogyakarta:Graha Ilmu.2009.
Noor, R. R. Genetika
Ternak. Jakarta:Penebar Swadaya.1996.
Suryo.
Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.1994.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar