Jumat, 12 Juli 2013

Laporan Perhitungan Heritabilitas dan Korelasi Genetik Telur


LAPORAN PRAKTIKUM
GENETIKA DAN PEMULIAAN TERNAK (PET1310)
(Perhitungan Heritabilitas dan Korelasi Genetik Telur)





Disusun Oleh 
 Nama                                        : ARDIANSYAH
                                            Nim                                           : 60700112049
                                            Kelompok                                 : III (Tiga)
                                            Jurusan                                      : ILMU PETERNAKAN
                                            Asisten                                      : WAHYUDIR KADIR

LABORATORIUM PETERNAKAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2013

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Lengkap Praktikum Mikrobiologi Ternak, yang berjudul “Perhitungan Heritabilitas dan Korelasi Genetik Telur” disusun oleh:
Nama               : Ardiansyah
Nim                 : 60700112049
Kelompok       : III (Tiga)
Jurusan            : Ilmu Peternakan
Telah diperiksa dengan teliti oleh asisten dan koordinator asisten dan dinyatakan diterima sebagai laporan lengkap.
                                                  Gowa,    Juni 2013
           Koordinator Asisten                                                          Asisten


        (  Naimah Patahuddin, S.Pt  )                                  (    Wahyudir Kadir   )
                                                                                          Nim:60700109024

Mengetahui
Dosen Penanggung Jawab


(      Zulkarnaim, S.Pt,M.Si    )
                                    NIP.  
 
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
           Pada masyarakat Indonesia umumnya mengkomsumsi telur ayam, bebek dan puyuh sebagai asupan gizi protein sehari-hari. Selain telur Ayam, bebek dan puyuh yang harganya relative terjangkau, juga mudah didapatkan dipasaran. Namun dari ketiga jenis telur tersebut, yang paling popular adalah telur ayam. Telur ayam yang dikomsumsi umumnya berasal dari ayam petelur tipe layer karena dapat memproduksi telur setiap hari. Hal ini dikarenakan sudah banyak peternakan ayam petelur dimana-mana dan ayam mempunyai produktivitas telur yang tinggi (Anonim¹, 2013).
           Telur ayam terdiri dari sebuah sel reproduktif seperti pada mamalia. Pada ayam, sel telur tersebut dikelilingi oleh kuning telur (yolk), albumen, membran kerabang, kerabang dan kutikula. Telur suatu bangsa burung dapat diidentifikasikan dari karakteristik luarnya, yaitu bentuk telur, ukuran telur, dan warna telur yang bervariasi diantara semua burung, baik liar maupun piaraan (Anonim², 2013).
             Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dilakukanlah praktikum ini untuk dapat menghitung heritabilitas dan korelasi genetic pada telur, mengetahui jenis, warna, bentuk dan berat telur dan untuk mengetahui juga hubungan antara ukuran kuantitatif dengan heretabilitas dan korelasi genetik telur.
B. Tujuan Praktikum
                Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu :
1.         Untuk menghitung heteribilitas dan korelasi genetik pada telur.
2.         Untuk mengetahui jenis, warna, bentuk dan berat telur.
3.         Untuk mengetahui hubungan antara ukuran kuantitatif dengan heritabilitas dan korelasi genetik telur.

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Heritabilitas
           Keragaman genetik, heritabilitas, dan kemajuan genetik, harus diperhatikan dalam menyeleksi karakter tanaman. Seleksi lebih efektif, jika di dalam populasi terdapat keragaman genetik yang  luas. Heritabilitas  sangat penting dalam menentukan metode seleksi dan pada generasi mana sebaiknya karakter yang diinginkan diseleksi. Kemajuan genetik menggambarkan  sejauh mana  keefektifan proses pemuliaan. Seleksi akan efektif bila nilai kemajuan genetik  tinggi  yang ditunjang  oleh nilai  keragaman genetik  dan  heritabilitas  yang  tinggi  pula. Ketiga parameter  genetik  tersebut  sangat menentukan keberhasilan program pemuliaan (Kimball, 1990).
           Beberapa parameter genetik yang dapat digunakan sebagai pertimbangan agar proses seleksi efektif dan efisien, yaitu keragaman genetik, keragaman fenotipik, heretabilitas, korelasi dan pengaruh dan karakter-karakter yang erat hubungannya dengan hasil (Anonim², 2013).
       Pada umumnya dikenal dua pengertian tentang heritabilitas. Pertama, heretabilitas dalam arti luas (broad sense), yaitu perbandingan antara ragam genetik yang merupakan gabungan dari ragam genetik aditif, dominan dan epistasis, dengan ragam fenotipik (Noor, 1996).
         Heritabilitas dalam arti luas hanya dapat menjelaskan berapa bagian dari keragaman fenotipik yang disebabkan oleh pengaruh genetik dan berapa bagian pengaruh faktor lingkungan, namun tidak dapat menjelaskan proporsi keragaman fenotipik pada tetua yang dapat diwariskan pada turunannya. Diketahui bahwa genotipe tidak diwariskan secara keseluruhan pada turunannya. Keunggulan seekor ternak yang disebabkan oleh gen-gen yang beraksi secara dominansi dan epistasis akan terpecah pada saat proses pindah silang dan segregasi dalam meoisis. Oleh karena itu, heretabilitas dalam arti luas tidak bermanfaat dalam pemuliaan (Suryo, 1994).
         Kedua, heritabilitas dalam arti sempit (narrow sense) yaitu perbandingan antara ragam genetik additif dengan ragam fenotipik. Heritabilitas dalam arti sempit selanjutnya disebut heritabilitas atau dengan notasi h2. Untuk banyak tujuan, Heretabilitas dalam arti sempit (h2) merupakan dugaan yang paling banyak bermanfaat karena mampu menunjukkan laju perubahan yang dapat dicapai dengan seleksi untuk suatu sifat di dalam populasi. Pengaruh taksiran aditif biasanya lebih penting dari pengaruh genetik total. Sedangkan ragam dominan dan epistasis pada umumnya kurang respon terhadap proses seleksi dan tidak diturunkan dari generasi tetua pada anaknya. Namun, simpangan dominan dan epistasis bermanfaat dalam program persilangan ternak, baik persilangan antar strain, persilangan antar jenis maupun galur inbred (Anonim³, 2013).
          Sejak dulu selalu timbul pertanyaan tentang bagaimana sifat-sifat yang menguntungkan dari individu superior ditransmisikan pada anak-anaknya. Pendugaan nilai heritabilitas dapat membantu kita dalam menjawab pertanyaan penting tersebut. Modul ini menjelaskan defenisi heritabilitas, metode pendugaan heritabilitas dan pengaruh heritabilitas terhadap perubahan performans ternak (Suryo, 1994).
             Dari sudut praktis, nilai heritabilitas dalam arti sempit dapat didefenisikan sebagai persentase keunggulan tetua yang diwariskan pada anaknya. Cara yang paling teliti untuk menentukan heritabilitas suatu sifat adalah dengan melakukan percobaan seleksi untuk beberapa generasi dan menentukan kemajuan yang diperolehnya, yang dibandingkan dengan jumlah keunggulan dari tetua terpilih dalam semua generasi dari percobaan seleksi. Percobaaan seleksi dengan menggunakan ternak besar sangat mahal dan membutuhkan waktu beberapa generasi. Selain itu, hasilnya hanya berlaku khusus pada populasi ternak dimana seleksi dilakukan (Kimball, 1990).
          Heritabilitas menunjukkan bagian atau persentase dari keragaman fenotipik yang disebabkan oleh keragaman genetik aditif. Semakin tinggi nilai h2 dapat diartikan bahwa keragaman sifat produksi lebih banyak dipengaruhi oleh perbedaan genotipe ternak dalam populasi, dan hanya sedikit pengaruh keragaman lingkungan (Anonim¹, 2013).
             Menurut Noor (1996), heritabilitas secara tepat hanya berlaku pada populasi dan lokasi dimana nilai h2 tersebut dihitung. Nilai heritabilitas negatif yang diperoleh dari pendugaan dengan banyak cara analisis ragam (anova) kemungkinan disebabkan oleh :
a.         Jumlah pengamatan yang sedikit, dimana semakin sedikit jumlah  
       pengamatan semakin besar kemungkinan heritabilitas bernilai negatif,
b.         Jika pendugaan nilai heritabilitas dihitung dari komponen pejantan maka
      peluang terjadinya nilai heritabilitas negatif lebih kecil jika jumlah  
      pengamatannnya sama dan
c.         Jika jumlah anak (pengamatan) dari setiap ekor pejantan atau induk tidak     
       sama, dapat membuka peluang heritabilitas negatif yang lebih besar.
B. Nilai Heritabilitas
          Nilai heritabilitas dapat dihitung dengan cara membandingkan atau mengukur hubungan atau kesamaan antara produksi individu-individu yang mempunyai hubungan kekerabatan. Nilai heritabilitas dapat dihitung menggunakan beberapa metode estimasi, diantaranya melalui persamaan fenotipe ternak yang mempunyai hubungan keluarga, yaitu antara saudara kandung (fullsib), saudara tiri (halfsib), antara induk dengan anak (parent and off spring). Selain itu dapat juga menentukan heritabilitas nyata (realized heritability) berdasarkan kemajuan seleksi. Estimasi nilai heritabilitas juga bisa didapat dengan menghitung nilai ripitabilitas, yakni penampilan sifat yang sama pada waktu berbeda dari individu yang sama sepanjang hidupnya. Ripitabilitas dapat digunakan untuk menduga sifat individu dimasa mendatang (Suryo, 1994).
              Cara lain menduga nilai heritabilitas adalah dengan memakai hewan kembar identik asal satu telur. Hewan kembar identik memiliki genotipe yang sama sehingga perbedaan dalam sifat produksi diantara hewan kembar disebabkan oleh faktor non genetic (Kimball, 1990).
       Estimasi nilai heritabilitas beberapa sifat ekonomis penting pada ternak domba diungkapkan Lasley (1993) yang meliputi: nilai heritabilitas jumlah anak yang dilahirkan adalah 0,10 – 1,15; bobot lahir 0,30 – 0,35; bobot sapih 0,30 – 0,35 ; bobot umur satu tahun 0,40 – 0,45; pertambahan bobot badan setelah disapih 0,40 – 0,45; tipe tubuh 0,20 – 0,25 dan skor kondisi 0,10 – 0,15.
          Seleksi merupakan suatu proses pemuliaan tanaman dan merupakan dasar dan seluruh perbaikan tanaman untuk mendapatkan kultivar unggul baru. Keragaman genetik yang luas merupakan salah satu syarat efektifnya program seleksi, dan seleksi untuk suatu karakter yang diinginkan akan lebih berarti jika karakter tersebut mudah diwariskan. Mudah tidaknya pewarisan suatu karakter dapat diketahui dan besarnya nilai henetabilitas (h2) yang dapat diduga dengan membandingkan besarnya keragaman genetik terhadap keragaman fenotipik (Kimbal, 1990).
             Sifat keunggulan karena pengaruh gen aditif dapat diwariskan secara utuh kepada generasi berikutnya. Sedangkan pengaruh gen dominan dan epistasis akan hilang saat pembentukan gamet (meiosis) dan pada saat pembentukan sel anak (zigot) dan tidak selalu membentuk kombinasi yang sama dengan tetuanya. Pada dasarnya genetik dari ternak tidaklah diketahui dan tidak dapat diukur atau diamati secara langsung, namun dapat dipelajari melalui fenotipnya dengan alat bantu statistik yang didasarkan pada tingkat keragaman genetik antar individu atau kelompok dalam populasi. Hal ini terlihat pada nilai estimasi parameter genetiknya antara lain heratibilitas (h²) dan korelasi genetik (rG) (Anonim¹, 2013).
          Sifat-sifat ekonomi yang penting pada ternak ayam antara lain mortalitas ayam dara, mortalitas ayam petelur, produksi telur, konversi ransum, dan bobot badan. Sifat-sifat ekonomi penting pada ayam broiler antara lain fertilitas telur, daya tetas, produksi telur dan ukuran telur (Kurnianto, 2009).
          Sebagaimana diketahui bahwa fenotipe pada seekor ternak ditentukan oleh faktor genetik dan non genetik. Faktor genetik merupakan faktor yang mendapatkan perhatian pemulia ternak, karena faktor genetik tersebut diwariskan dari generasi tetua kepada anaknya. Selanjutnya perlu diketahui sampai sejauh mana fenotipe seekor ternak dapat digunakan sebagai indikator dalam menduga mutu genetik ternak. Untuk itulah kemudian dikembangkan suatu konsep berupa koefesien yang dikenal dengan heritabilitas (Anonim³, 2013).
           Pengetahuan tentang nilai heritabilitas sangat diperlukan dalam melakukan program seleksi dan rancangan perkawinan untuk perbaikan mutu genetik ternak. Pengetahuan ini bermanfaat dalam menduga besarnya kemajuan untuk program pemuliaan berbeda. Disamping itu, memungkinkan pemulia membuat keputusan penting apakah biaya program pemuliaan yang dilakukan sepadan dengan hasil yang diharapkan. Nilai heritabilitas bermanfaat dalam menaksir nilai pemuliaan seekor individu ternak (Noor, 1996).
           Rendahnya nilai heritabilitas bukan hanya disebabkan olah rendahnya variasi genetik namun lebih banyak ditentukan oleh tingginya variasi lingkungan. Heritabilitas merupakan salah satu pertimbangan paling penting dalam melakukan evaluasi ternak, metode seleksi dan sistem perkawinan. Secara lebih spesifik heritabilitas merupakan bagian dari keragaman total pada sifat-sifat yang disebabkan oleh perbedaan genetik diantara ternak-ternak yang diamati. Heritabilitas merupakan perbandingan antara ragam genetik terhadap ragam fenotipik (Kurnianto, 2009).
           Nilai heritabilitas mengarah pada kekuatan pewarisan dari tetua pada keturunannya dan korelasi genetik merupakan gambaran keeratan hubungan antara gen-gen dengan pengaruh aditif yang mempengaruhi dua sifat atau lebih. Nilai parameter genetik suatu sifat pada suatu populasi dapat digunakan sebagai salah satu petunjuk kearah mana langkah-langkah perbaikan mutu genetik populasi tersebut. Pada kondisi tertentu, parameter suatu sifat mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi dan korelasi genetik yang positif maka seleksi individu merupakan metode yang tepat dalam perbaikan mutu genetik sifat tersebut karena respon seleksi yang diharapkan akan lebih besar dibanding sifat dengan heritabilitas dan korelasi genetik yang rendah (Anonim², 2013).
             Genetik yang dimiliki oleh individu ternak disusun dan dibangun dari separuh genetik tetua jantan dan separuh dari tetua betina sewaktu terjadi fertilisasi dan akan tetap demikian selama hidupnya (permanen) sepanjang tidak terjadi mutasi. Oleh karena itu, untuk tujuan pemuliaan perhatian tertuju pada genetik dari individu ternak (Anonim³, 2013).
      




BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat
                  Adapun waktu dan tempat dilakukannya praktikum ini adalah:
Hari/ Tanggal          : Sabtu, 29 Juni 2013
     Pukul                      : 08.00 wita sampai selesai
     Tempat                   : Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan
  Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar    
B. Alat dan Bahan
     1. Alat
          Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis menulis, jangka sorong dan neraca analitik atau timbangan.
2. Bahan
           Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah telur ayam kampung.
C. Prosedur Kerja
        Adapun prosedur kerja dalam praktikum ini adalah:
1.         Melakukan pengamatan terhadap telur.
2.         Melakukan pengukuran panjang dan lebar telur.
3.         Melakukan penimbangan dan pencatatan warna kulit telur.
4.         Memberi nomor pada telur yang diamati, kemudian memasukkan data hasil pengukuran panjang dan lebar dan pencatatan warna pada table yang telah disediakan.
5.         Menghitung rata-rata, simpangan baku, dan melakukan perhitungan pendugaan nilai heritabilitas dan korelasi.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.   Hasil Pengamatan
          Adapun hasil pengamatan dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
       1. Panjang Telur Ayam Kampung
x
y
xy
51,5
47,5
2446,25
2652,5
47
49,5
2326,5
2209
47,5
47,5
2256,25
2256,25
50
48,5
2425
2500
55,5
49,5
2747,5
3080,25
47,5
45,5
2161,25
2256,25
45
51,5
2317,5
2025
47,5
50,5
2398,75
2256,25
49,5
45
2227,5
2450,25
51
50,5
2757
2601
           Sumber : Hasil Pengamatan di Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas   
                          Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar


        2. Lebar Telur Ayam Kampung
X
y
xy
42
34,5
1449
1764
36
38,5
1386
1296
36,5
35,5
1295,75
1332,25
36,5
37,5
1368,75
1332,25
37
36,5
1350,5
1369
40
37,5
1500
1600
35
38,5
1347,5
1225
40
34
1360
1600
40
36
1440
1600
40
36
1440
1600
364,5
13967,5
14723,5
            Sumber : Hasil Pengamatan di Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas   
                           Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar







        3. Berat Telur Ayam Kampung
X
y
xy
41,49
36,49
1513,97
1721,42
38,20
45,17
1725,49
1459,24
39,66
37,74
1496,76
1572,91
44,29
42,80
1895,61
1961,60
42,07
42,01
1767,36
1769,80
41,58
38,24
1590,01
1728,89
31,53
47,26
1490,10
994,14
43,26
35,85
1228,22
1871,42
41,47
34,46
1429,05
1719,76
39,51
36,26
1432,63
1561,04
403,06
396,28
15559,2
16360,22
            Sumber : Hasil Pengamatan di Laboratorium Ilmu Peternakan Fakultas   
                           Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar
B. Analisis Data
     1. Panjang Telur
          h² = 2b = 2 x  
                                
                      = 2 x 
                                
                      = 2 x 
                                
                    
                     = 2 x 
                                
                     = 2x  24065,68
                                
                           = 2 x 1,975
                           = 3,9505202
                           = 3,95 cm
   2. Lebar Telur
                 h² = 2b = 2 x 
                                
                      = 2 x 
                                
                      = 2 x 
                                
                      = 2 x 
                                
                     = 2x  13966,57
                                
                           = 2 x 1,8901713
                           = 3,7803425
                           = 3,78 cm
   3. Berat Telur
                 h² = 2b = 2 x 
                                
                      = 2 x 
                                
                     
= 2 x 
                                
                      = 2 x 
                                
                     = 2x  15558,861
                                
                           = 2 x 1,8888183
                           = 3,7776366 gram
                           = 3,77 gram
C. Pembahasan
            Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap heritabiitas telur pada panjang telur menunjukkan hasil 3,95 cm. Hal ini menunjukkan bahwa nilai heritabilitas panjang telur yang telah di                                                                                                            dilakukan pada praktikum ini menunjukkan nilai heritabilitas yang rendah atau di bawah normal. Sedangkan nilai heritabilitas yang diperoleh dari praktikum pada lebar telur adalah 3,78 cm yang menunjukan kategori rendah atau di bawah normal. Menurut Dwiyanto (2007), bahwa bentuk telur normal yakni lonjong tumpul bagian atas dan runcing pada bagian bawah. Perbandingan panjang dan lebar telur normal 8 : 6 atau panjang 5,7 cm dan lebar 4,2 cm. Ini berarti panjang telur 3,95 cm menunjukkan kategori rendah atau di bawah normal. Sedangkan pada lebar telur 3,78 cm berarti ini juga berada pada nilai kategori rendah atau di bawah normal.
           Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap nilai heritabilitas telur pada berat telur menunjukkan hasil 3,77 gram. Hal ini menunjukkan bahwa nilai heritabilitas berat telur yang telah di lakukan pada praktikum ini menunjukkan ukuran berat telur dalam kategori nilai heritabilitas berada di bawah normal.
             Hal ini di sebabkan karena nilai heritabiliitas telur yang menunjukkan nilai 3,77 gram  berada di bawah 40 gram  sehingga nilai heritabilitas berat telur tersebut di bawah normal. Menurut Noor (1996), nilai heritabilitas berat telur yang normal berkisar antara 40-80 gram per butir, sedangkan yang diperoleh dari praktikum adalah 3,77 gram sehingga dikatakan berat telur tersebut di bawah normal.

.













BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
           Adapun kesimpulan yang ddapat di ambil dalam praktiikum kali ini adalah :
1.      Nilai heritabilitas panjang telur ayam kampung yang telah diperoleh adalah 3,95 cm hal ini termasuk kategori rendah karena nilai heritabilitas telur kategori sedang atau normal ialah 5,7 cm. Sedangkan nilai heritabilitas lebar telur ayam kampung yang telah diperoleh adalah 3,78 cm hal ini termasuk kategori rendah karena nilai heritabilitas telur kategori sedang atau normal ialah 4,2 cm. 
2.      Telur ayam kampung berwarna putih dengan bentuk lonjong dan kecil dibanding telur ayam yang lain dengan berat telur 3,77 gram hal ini termasuk nilai heritabilitas kategori rendah karena untuk nilai heritabilitas berat telur kategori sedang atau normal ialah 40-80 gram.
3.      Koefisien korelasi genetik bernilai antara -1 – 1. Bila korelasi genetik bernilai tinggi dan positif maka peningkatan produktivitas sifat pertama akan diikuti oleh peningkatan produktivitas sifat kedua. Bila koefisien korelasi genetik termasuk tinggi tetapi negatif berarti perbaikan sifat pertama menurunkan produktivitas sifat kedua. Bila koefisien korelasi genetik termasuk rendah dan positif berarti seleksi terhadap sifat pertama hanya berpengaruh sedikit terhadap sifat kedua.
B. Saran
           Adapun saran dalam praktikum kali ini adalah masih perlu adanya penambahan wawasan tentang hubungan antara heritabilitas dan korelasi terhadap telur sehingga praktikan dapat secara lebih mendalam mmengetahui hal tersebut.



DAFTAR PUSTAKA
Anonim¹. 2013,  A Quickand Simple Introduction to Drosophila melanogaster, 
              (online).www.ceolas.org/fly/intro.html. Diakses pada tanggal 30 Juni 
              2013.
              heritabilitas.html . Diakses pada tanggal 30 Juni 2013.
Anonim³.2013. Pengamatan Kromosom Raksasa pada Drosophila melanogaster.
  http://www.bio.um.blogospot.co.id . Diakses pada tanggal 30 Juni 2013.
Kimball, W, Jhon. Biologi Jilid I, Jakarta:  Erlangga.1990.
Kurnianto, E. Pemuliaan Ternak.Yogyakarta:Graha Ilmu.2009.
Noor, R. R. Genetika Ternak. Jakarta:Penebar Swadaya.1996.
Suryo. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.1994.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar