Jumat, 12 Juli 2013

Karya Tulis Ilmiah SMANSA LOVE FREE


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar  Belakang
              Dalam kehidupan sehari-sehari, sekolah tidak hanya membutuhkan orang yang pintar tetapi juga harus mempunyai moral yang baik. Salah satu langkah yang dapat dilakukan di sekolah adalah dengan melakukan pembentukan moral dan karakter siswa.
       Namun dalam kenyataan sehari-hari dilihat bagaimana kurangnya moral siswa saat ini. Untuk mengubah semua itu, guru mempunyai peranan penting untuk siswa, bukan hanya dalam pelajaran ilmu pengetahuan tetapi dalam pelajaran moral. Dengan tujuan siswa mampu untuk membiasakan bersikap yang lebih baik.
       Harapan kami agar metode yang diterapkan guru untuk membentuk siswa yang bermoral bukanlah kata-kata semata, tetapi betul-betul diaplikasikan dalam proses belajar mengajar setiap hari. Agar bisa membuahkan siswa yang bermoral dan berkarakter.
       Dengan menyadari hal-hal tersebut, maka dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis mengambil judul “Pembentukan Moral dan Karakter Siswa SMA Negeri 1 Lappariaja Dapat Membentuk Pemimpin yang Diharapakan di Masa yang akan datang”.
1.2  Rumusan Masalah
       Sesuai latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan moral?
2. Apa yang menyebabkan sehingga siswa tidak memiliki moral dan karakter  
           yang  Baik?
3. Metode apakah yang dapat diterapkan guru untuk membentuk siswa yang  
           bermoral dan berkarakter di SMA Negeri 1 Lappariaja?
4. Mengapa pembentukan moral dan karakter siswa harus dilakukan?

1.3 Hipotesis
1. Moral merupakan perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam   
     berinteraksi dengan manusia.
2. Siswa tidak memiliki moral dan karakter yang baik karena adanya  
     gangguan psikologi dan lingkungan.
3. Metode pendekatan antara siswa dan guru
4. Pembentukan moral dan karakter siswa sangat penting untuk menjadikan    
    siswa yang berkepribadian baik dan kelak menjadi pemimpin yang   
    diharapkan.

1.4 Tujuan Penulisan
       Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan hipotesis tersebut, adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah :
1.    Ingin mengetahui apa yang dimaksud dengan moral?
2.    Ingin mengetahui penyebab siswa tidak memiliki moral dan karakter yang   
     baik?
3.    Ingin mengetahui metode apa yang dapat diterapkan guru untuk
     membentuk siswa yang bermoral dan berkarakter di sekolah ini?
4.    Ingin mengetahui mengapa pembentukan moral dan karakter siswa harus
     dilakukan?

1.5 Asumsi dan Keterbatasan
1.5.1 Asumsi
       Dalam karya tulis ini kami berasumsi bahwa siswa di SMA Negeri 1 Lappariaja memiliki moral yang masih sangat kurang. Hal tersebut dapat dilihat dari perilaku mereka yang tidak sesuai dengan peraturan di sekolah.
1.5.2  Keterbatasan
       Dalam kehidupan sehari-hari siswa di SMA Negeri 1 Lappariaja mendapat tantangan untuk bergaul dan berinteraksi dengan siswa lain yang memiliki moral dan karakter yang berbeda-beda. Sehingga banyak diantara mereka yang tidak mampu untuk menyesuaikan diri dan membuat mereka berjalan di tempat yang salah. Selain itu, siswa mendapat hambatan untuk memiliki moral dan karakter yang baik karena terkadang pengaruh itu berasal dari masalah keluarga, salah pergaulan dan kurangnya kesadaran dalam diri mereka. Adapun ancaman mereka tidak memiliki moral dan karakter yang baik adalah adanya rasa takut dalam diri mereka jika nanti mereka tidak diterima oleh teman-temannya.
1.6 Batasan dan Istilah
      Moralitas dalam arti dan  istilah pembentukan moral dan karakter siswa sangat penting untuk kehidupan. Karena lebih banyaknya siswa yang amoral daripada yang bermoral. Sehingga diperlukan pengembangan moral dan karakter siswa. Hal tersebut berfungsi untuk mencapai sosok seorang siswa yang baik dan untuk bekal siswa menjadi sorang pemimpin yang diharapkan di masa depan.









BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Apakah yang Dimaksud dengan Moral?
       Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya,  maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama.
       Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan penga-laman, tafsiran, suara hati serta nasihat, dll. Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Moral dan etika adalah dua hal yang tidak terpisahkan karena pada dasarnya moral adalah tingkah laku yang telah diatur atau ditentukan oleh etika. Moral sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu moral baik dan moral jahat. Moral baik ialah segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik, begitu juga sebaliknya dengan moral yang jahat. Moral adalah faktor motivasi yang berhubungan dengan produktivitas dan produk atau hasil kualitas pelayanan.
       Adapun pengertian dan definisi moral menurut para ahli:
1. Dian Ibung
     Moral adalah nilai yang berlaku dalam suatu lingkungan sosial dan mengatur  
    tingkah laku seseorang.
2. Wiwit  Wahyuning
     Moral berkenaan dengan norma - norma umum, mengenai apa yang baik atau 
    benar dalam cara hidup seseorang.
3. Zainuddin  Saifullah Nainggolan
   Moral ialah suatu tendensi rohani untuk melakukan seperangkat standar dan
   norma yang mengatur perilaku seseorang dan masyarakat.
4. Maria Assumpta
   Moral adalah aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia.
5. Sonny  Keraf
      Moral menjadi tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk menentukan baik
     buruknya tindakan manusia sebagai manusia, mungkin sebagai anggota
     masyarakat atau sebagai orang dengan jabatan tertentu atau profesi tertentu.
6. Imam Sukardi
    Moral adalah suatu kebaikan yang disesuaikan dengan ukuran - ukuran
    tindakan yang diterima oleh umum, meliputi kesatuan sosial atau lingkungan
   tertentu.
7. J. Douma
    Moral adalah segala kesusilaan yang berlaku.
8. Russel Swanburg
    Moral adalah pernyataan pikiran yang berhubungan dengan semangat atau
    keantusiasan seseorang dalam bekerja.

2.2 Apa Penyebab Siswa Tidak Memiliki Moral dan Karakter yang Baik?    
       Dilihat dari substansinya, ada empat pendekatan yang dianggap sebagai gerakan utama dalam pendidikan nilai yang komprehensif terhadap siswa yaitu realiasi nilai,  pendidikan watak,  pendidikan kewarganegaraan, dan pendidikan moral.  Pendidikan moral merupakan salah satu pendekatan yang dianggap sebagai gerakan utama dalam pendidikan  nilai secara komprehensif. Tujuan utama pendidikan  moral adalah menghasilkan  individu yang otonom,  memahami nilai-nilai moral dan memiliki komitmen untuk bertindak konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Pendidikan  moral mengandung beberapa komponen yaitu: pengetahuan tentang moralitas, penalaran moral, perasaan kasihan dan mementingkan kepentingan orang lain, dan tendensi moral (Zuchdi, 2003:13) .
       Ada beberapa masalah dalam penanaman nilai moral pada siswa,  hal tersebut terkait dengan gangguan-gangguan yang dialami siswa selama tahap pertumbuhannya.  Gangguan-gangguan tersebut akan  mempengaruhi  usaha-usaha penanaman nilai moral pada siswa itu sendiri.  Gangguan-gangguan tersebut, yaitu:
1. Gangguan perkembangan pervasif
       Ditandai dengan masalah awal pada tiga area perkembangan utama: perilaku, interaksi sosial, dan komunikasi. Terdiri dari:
a. Retardasi mental
       Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan substandar dalam berfungsi, yang dimanifestasikan dengan fungsi intelektual secara signifikan berada dibawah  rata-rata (mis., IQ dibawah 70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi atau lebih.
b. Autisme
       Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas. Gejala-gejalanya meliputi kurangnya responsivitas terhadap orang lain, menarik diri dari hubungan sosial, kerusakan yang menonjol dalam komunikasi, dan respon yang aneh terhadap lingkungan.
c. Gangguan perkembangan spesifik
       Dicirikan dengan keterlambatan perkembangan yang mengarah pada kerusakan fungsional pada bidang-bidang, seperti membaca, aritmetika, bahasa, dan artikulasi verbal.

2. Defisit perhatian dan gangguan perilaku disruptif.
a. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
       Dicirikan dengan tingkat gangguan perhatian, impulsivitas, dan hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan.
b. Gangguan perilaku
       Dicirikan dengan perilaku berulang, disruptif, dan kesengajaan untuk tidak patuh, termasuk melanggar norma dan peraturan sosial. Sebagian besar anak-anak dengan gangguan ini mengalami penyalahgunaan zat atau gangguan kepribadian antisosial setelah berusia 18 tahun.
c. Gangguan penyimpangan oposisi
       Gangguan ini merupakan bentuk gangguan perilaku yang lebih ringan, meliputi perilaku yang kurang ekstrim. Perilaku dalam gangguan ini tidak melanggar hak-hak orang lain sampai tingkat yang terlihat dalam gangguan perilaku.

3. Gangguan ansietas sering terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja dan
    berlanjut ke masa dewasa, biasanya berupa :
       Gangguan obsesif kompulsif, gangguan ansietas umum, dan fobia banyak terjadi pada anak-anak dan remaja, dengan gejala yang sama dengan yang terlihat pada orang dewasa.
       Gangguan ansietas akibat perpisahan adalah gangguan masa kanak-kanak yang ditandai dengan rasa takut berpisah dari orang yang paling dekat dengannya. Gejala-gejalanya meliputi menolak pergi ke sekolah, keluhan somatik, ansietas berat terhadap perpisahan dan khawatir tentang adanya bahaya pada orang-orang yang mengasuhnya.

      
2.3 Metode Apakah yang Dapat Diterapkan Guru untuk Membentuk Siswa
      yang Bermoral dan Berkarakter di SMA Negeri 1 Lappariaja?
       Adapun metode-metode yang dapat dilakukan guru untuk membentuk moral dan karakter siswa SMA Negeri 1 Lappariaja diantaranya :
a). Metode Ceramah
       Secara umum metode ceramah adalah metode yang efisien dalam menyampaikan informasi dalam jumlah banyak dengan waktu yang singkat. Ceramah berfungsi sebagai bentuk pengarahan untuk siswa.
b). Metode Pembinaan
       Metode pembinaan dipakai untuk menggali karakter seorang siswa untuk memperdalam karakternya.
c). Metode Pengajaran
       Metode pengajaran dapat dilakukan guru dengan memberikan contoh di sela-sela pembelajaran berlangsung di kelas.
d). Metode Komunikasi
       Metode ini berfungsi agar terjalin keakraban antara guru dan siswa.
e). Metode Praktik
       Metode ini merupakan metode yang biasanya diaplikasikan dalam keseharian siswa.
       Adapun beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam penanaman nilai moral pada anak, menurut Dwi Siswoyo dkk, (2005:72-81) adalah indoktrinasi, klarifikasi nilai, teladan atau contoh, dan pembiasaan dalam perilaku.
1. Indoktrinasi
       Menurut Kohn (dalam Dwi Siswoyo, 2005:72) menyatakan bahwa untuk membantu anak-anak supaya dapat tumbuh menjadi dewasa, maka mereka harus ditanamkan nilai-nilai disiplin sejak dini melalui interaksi guru dan siswa. Dalam pendekatan ini guru diasumsikan telah memiliki nilai-nilai keutamaan yang dengan tegas dan konsisten ditanamkan kepada anak. Aturan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan disampaiakan secara tegas, terus menerus dan konsisten. Jika anak melanggar maka ia dikenai hukuman, akan tetapi bukan berupa kekerasan. (Dwi Siswoyo, 2005:72).
2. Klarifikasi Nilai
       Dalam pendekatan klarifikasi nilai, guru tidak secara langsung menyam-paikan kepada anak mengenai benar salah, baik buruk, tetapi siswa diberi kesempatan untuk menyampaiakan dan menyatakan nilai-nilai dengan caranya sendiri. Anak diajak untuk mengungkapkan mengapa perbuatan ini benar atau buruk. Dalam pendekatan ini anak diajak untuk mendiskusikan isu-isu moral. (Dwi Siswoyo (2005:76).
3. Teladan atau Contoh
       Anak-anak mempunyai kemampuan yang menonjol dalam hal meniru. Oleh karena itu seorang guru hendaknya dapat dijadikan teladan atau contoh dalam bidang moral. Baik kebiasaan baik maupun buruk dari guru akan dengan mudah dilihat dan kemudian diikuti oleh anak. Figur seorang guru sangat penting utuk pengembangan moral anak. Artinya nilai-nilai yang tujuannya akan ditanamkan oleh guru kepada anak didiknya sudah mendarah daging terlebih dahulu pada gurunya.
4. Pembiasaan dalam Perilaku
       Kurikulum yang terkait dengan penanaman moral, lebih banyak dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan tingkah laku dalam proses pembelajaran. Ini dapat dilihat misalnya, pada berdoa sebelum dan sesudah belajar, berdoa sebelum makan dan minum, mengucap salam kepada guru dan teman, merapikan mainan setelah belajar, berbaris sebelum masuk kelas dan sebagainya. Pembiasaan ini hendaknya dilakukan secara konsisten. Jika anak melanggar segera diberi peringatan.
       Pendekatan lain yang dapat digunakan dalam penanaman nilai moral menurut W. Huitt (2004) diantaranya adalah inculcation, moral development, analysis, klarifikasi nilai, dan action learning.
1. Inculcation
       Pendekatan ini bertujuan untuk menginternalisasikan nilai tertentu kepada siswa serta untuk mengubah nilai-nilai dari para siswa yang mereka refleksikan sebagai nilai tertentu yang diharapkan. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini diantaranya modeling, penguatan positif atau negatif, alternatif permainan, game dan simulasi, serta role playing.
2. Moral development
       Tujuan dari pendekatan ini adalah membantu siswa mengembangkan pola-pola penalaran yang lebih kompleks berdasarkan seperangkat nilai yang lebih tinggi, serta untuk mendorong siswa mendiskusikan alasan-alasan pilihan dan posisi nilai mereka, tidak hanya berbagi dengan lainnya, akan tetapi untuk membantu perubahan dalam tahap-tahap penalaran moral siswa. Metode yang dapat digunakan diantaranya episode dilema moral dengan diskusi kelompok kecil.
3. Analysis
       Pendekatan ini bertujuan untuk membantu siswa menggunakan pikiran logis dan penelitian ilmiah untuk memutuskan masalah dan pertanyaan nilai, untuk membantu siswa menggunakan pikiran rasional, proses-proses analitik, dalam menghubungkan dan mengkonseptualisasikan nilai-nilai mereka, serta untuk membantu siswa menggunakan pikiran rasional dan kesadaran emosional untuk mengkaji perasaan personal, nilai-nilai dan pola-pola perilakunya. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini diantaranya diskusi rasional terstruktur yang menuntut aplikasi rasio sama sebagai pembuktian, pengujian prinsip-prinsip, penganalisaan kasus-kasus analog dan riset serta debat.
4. Klarifikasi nilai 
       Tujuan dari pendekatan ini adalah membantu siswa menjadi sadar dan mengidentifikasi nilai-nilai yang mereka miliki dan juga yang dimiliki oleh orang lain, membantu siswa mengkomunikasikan secara terbuka dan jujur dengan orang lain tentang nilai-nilai mereka, dan membantu siswa menggunakan pikiran rasional dan kesadaran emosional untuk mengkaji perasaan personal, nilai-nilai dan pola berikutnya.
5. Action learning
       Tujuan dari pendekatan ini adalah memberi peluang kepada siswa agar bertindak secara personal ataupun sosial berdasarkan kepada nilai-nilai mereka, mendorong siswa agar memandang diri mereka sendiri sebagai makhluk yang tidak secara otonom interaktif dalam hubungan sosial personal, tetapi anggota suatu sistem sosial. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini adalah metode-metode didaftar atau diurutkan untuk analisis dan klarifikasi nilai, proyek-proyek di dalam sekolah dan praktek kemasyarakatan, keterampilan praktis dalam pengorganisasian kelompok dan hubungan antar pribadi.
       Selanjutnya,  metode pembentukan dan pembelajaran moral dan karakter dijabarkan ke dalam teknik dan gaya penerapan. Dengan demikian teknik pembentukan dan pengajaran tentang moral dan karakter siswa, dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorangan  dalam menerapkan  suatu  metode secara spesifik.  Misalkan penggunaan metode ceramah pada kelas yang siswanya sedikit dan banyak penurut. Demikian pula metode pembinaan,  perlu dilakukan metode yang berbeda pada kelas yang sebelumnya tergolong penurut dengan kelas yang siswanya tergolong pembangkang.
       Pembina dalam arti pengajar  adalah lebih dari seseorang yang menyampaikan informasi pada siswa. Tugas seorang guru adalah membina dan mengembangkan tentang sesuatu pada siswa. Pembinaan dan pengembangan tentang sesuatu yang diberikan oleh guru harus disampaikan dengan seefesien mungkin dan mengatur jalannya interaksi antara guru dan siswa, siswa dan siswa. Dalam pembinaan dan  pengembangan, guru membutuhkan suatu inspirasi, misalnya ketika akhir pelajaran, akhir minggu, sela-sela pelajaran. Hal ini diperlukan untuk mengetahui apa yang diperlukan siswa agar pembinaan dan pengembangan dapat diaplikasikan dikehidupan siswa agar kelak menjadi seorang pemimpin yang diharapkan di masa yang akan datang.
        Untuk merespon gejala kemerosotan  moral tersebut,  maka peningkatan dan intensitas pelaksanan pembentukan  moral di sekolah merupakan tugas yang sangat penting dan sangat mendesak bagi kita, dan perlu dilaksanakan secara komprehensif dan dengan menggunakan strategi serta model pendekatan secara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua unsur yang terkait dalam proses pembelajaran  atau  pendidikan seperti : guru-guru, kepala sekolah, orang tua murid dan tokoh-tokoh  masyarakat. Tujuan pembentukan  moral tidak semata-mata untuk menyiapkan peserta didik untuk menelan mentah konsep-konsep pembentukan  moral,  tetapi yang lebih penting adalah terbentuknya karakter yang baik, yaitu pribadi yang memiliki pengetahuan moral,  peranan perasaan moral dan tindakan atau perilaku moral (Lickona, 1992. P. 53 ).
       Pada sisi  lain, dewasa ini pelaksanan pembentukan moral di sekolah dibe-rikan  melalui pembelajaran pancasila dan kewarganegaraan (PKn) dan Pendi-dikan agama akan tetapi masih tampak kurang pada keterpaduan dalam model dan strategi pembelajarannya. Di samping penyajian materi pendidikan  mengenai pembentukan moral di sekolah, tampaknya lebih berorientasi pada penguasaan  materi yang tercantum dalam kurikulum atau buku  teks,  dan kurang mengaitkan dengan isu-isu moral esensial yang sedang terjadi dalam masyarakat, sehingga peserta didik kurang mampu  memecahkan  masalah-masalah moral yang terjadi dalam masyarakat. Bagi para siswa, adalah lebih banyak untuk menghadapi ulangan atau ujian,  dan terlepas dari isu-isu moral esensial kehidupan  mereka sehari-hari.  Materi pelajaran PKn dirasakah sebagai beban, dihafalkan dan dipahami, tidak menghayati atau dirasakan secara tidak diamalkan dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
       Dalam upaya untuk meningkatkan kematangan moral dan pembentukan karakter siswa. Secara optimal, maka penyajian materi pendidikan  mengenai moral  kepada para siswa hendaknya dilaksanakan secara terpadu kepada semua pelajaran dan dengan mengunakan strategi dan model pembelajaran secara terpadu,  yaitu dengan  melibatkan semua guru,  kepala sekolah , orang tua murid, tokoh-tokoh  masyarakat sekitar. Dengan demikian timbul pertanyaan, bahan kajian apa sajakah yang diperlukan untuk merancang model pembelajaran pendidikan moral dengan mengunakan pendekatan terpadu .
       Untuk mengembangkan strategi dan model pembelajaran pendidikan pem-bentukan  moral dengan menggunakan pendekatan terpadu, diperlukan adanya analisis kebutuhan (needs assessment) siswa dalam belajar pendidikan tentang moral. Dalam  kaitan  ini diperlukan adanya serangkaian kegiatan, antara lain :
(1)  mengidentifikasikan isu-isu sentral yang bermuatan  moral dalam  masyarakat 
    untuk dijdikan bahan kajian dalam proses pembelajaran di kelas dengan 
    menggunakan metode klarifikasi nilai.
(2) mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan siswa dalam pembelajaran
     moral agar tercapai kematangan moral yang komprehensif yaitu
     kematangan dalam pengetahuan  moral perasaan moral, dan tindakan moral.
(3) mengidentifikasi dan  menganalisis masalah-masalah dan kendala-kendala       
     instruksional yang dihadapi oleh para guru di sekolah dan para orang tua murid
    dirumah dalam usaha membina perkembangan moral siswa,serta   
    berupaya memformulasikan alternatif pemecahannya.
(4) mengidentifikasi dan mengklarifikasi nilai-nilai moral yang inti dan
      universal yang dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam proses
      pembentukan  moral siswa.
 (5) mengidentifikasi sumber-sumber lain yang relevan dengan kebutuhan belajar
      pembentukan moral dan karakter siswa.
       Dengan memperhatikan kegiatan yang perlu dilakukan dalam  proses aplikasi pendidikan tentang moral tersebut,  kaitannya dengan kurikulum yang senantiasa berubah sesuai dengan akselerasi politik dalam negeri, maka sebaiknya pembentukan moral juga dilakukan pengkajian ulang untuk mengikuti competetion velocities dalam persaingan global. Bagaimanapun negeri ini memerlukan generasi yang cerdas, bijak dan bermoral sehingga bisa menyeimbangkan pembangunan dalam keselarasan keimanan dan kemajuan jaman dan menjadi pemimpin di masa depan.


2.4 Mengapa Pembentukan Moral dan Karakter Siswa harus dilakukan?
        Pembentukan karakter dan moral siswa dilakukan dalam upaya membina siswa agar mempunyai kepribadian matang dan mampu membangun kehidupan  harmonis dan menjadi pemimpin yang diharapkan. Upaya pembentukan karakter siswa dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai moral sebagai dasar dari norma-norma yang dianut dalam keluarga, dan sekolah.
       Sebagai guru dan orang tua siswa harus tanggap dan memahami  penanaman nilai-nilai moral siswa, sehingga dapat menerapkannya dalam kehidupan  masing-masing. Dengan demikian terjadi perubahan sikap dan perilaku , sehingga seluruh siswa mempunyai kepribadian matang dan berbudi pekerti baik, penuh cinta kasih, saling menghargai dan menghormati, serta menciptakan suasana harmonis. Untuk membentuk karakter siswa SMA Negeri 1 Lappariaja yang kokoh dan berhati nurani, harus melalui  proses pendidikan yang menekankan kepada hati nurani dan etika, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Pembentukan karakter dan moral siswa sampai dewasa harus ditanamkan nilai-nilai moral dan etika positif guna meletakkan pondasi karakter anak. Apabila seluruh siswa SMA Negeri 1 Lappariaja mempunyai karakter dan moral baik, maka lingkungan kita akan aman dan tenteram.
            Guru dan orang tua siswa memiliki peranan penting dalam membentuk karakter dan moral anak melalui nilai-nilai agama dengan membiasakan beribadah menurut agama dan kepercayaan yang dianut, perkataan dan tutur kata yang baik, saling menghargai, memberi contoh teladan yang baik, perbuatan baik yang dilakukan berulang-ulang pasti akan membentuk karakter dan moral anak. Guru dan orang tua siswa harus membina karakter anak tentang sosial budaya dengan menanamkan nilai sosial budaya dalam pergaulan sehari-hari baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam membentuk karakter diperlukan pemimpin pembentuk karakter yang kuat, karena peradaban yang besar dibentuk oleh pemimpin kuat sebagai fasilitator terbangunnya individu dan kominitas berkarakter. Pemimpin sebagai reformator yang memiliki integritas. Segala sesuatu jatuh dan bangun karakter anak yang baik tergantung pemimpinnya (orang tuanya). Unsur kepribadian pemimpin yang paling menentukan adalah karakter yang berintegritas. Pembentukkan karakter tidak hanya menyentuh aspek kognitif, tetapi sisi hati dan komitmen. Keduanya menjadi syarat untuk mengembangkan karakter dan identitas moral individu. Pendididikan moral di sekolah dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk membentuk peserta didik berbudi pekerti yang luhur, berakhlak mulia, agar kelak berguna bagi bangsa dan negara. Pembentukan karakter ini harus memperhatikan nilai-nilai secara holistik dan uiniversal. Keberhasilan pembentukan karakter dengan keluaran menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi personal dan kompetensi sosial, dan dinamis sehingga menghasilkan warga negara yang baik (good citizen).
      


















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
              Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Moral dan etika adalah dua hal yang tidak terpisahkan karena pada dasarnya moral adalah tingkah laku yang telah diatur atau ditentukan oleh etika. Moral sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu moral baik dan moral jahat.
       Siswa tidak memiliki moral dan karakter yang tidak baik karena dipengaruhi beberapa faktor yaitu:
1. Gangguan perkembangan pervasif.
2. Defisit perhatian dan gangguan perilaku disruptif.
3. Gangguan ansietas.
       Usaha-usaha yang dapat dilakukan guru untuk membentuk siswa yang bermoral dan berkarakter di SMA Negeri 1 Lappariaja yang dapat membentuk pemimpin yang diharapkan di masa yang akan datang dapat dilakukan dengan beberapa metode dan teknik pendekatan yaitu:
a). Metode Ceramah
b). Metode Pembinaan
c). Metode Pengajaran
d). Metode Komunikasi
e). Metode Praktek 
      Selain itu, adapun metode pendekatan yang mendukung dalam pembentukan moral dan karakter siswa yaitu indoktrinasi, klarifikasi nilai, teladan atau contoh, dan pembiasaan dalam perilaku.
       Pendekatan lain yang dapat digunakan dalam penanaman nilai moral menurut W. Huitt (2004) diantaranya adalah inculcation, moral development, analysis, klarifikasi nilai, dan action learning .
 
       Pembentukan karakter dan moral siswa dilakukan dalam upaya membina siswa agar mempunyai kepribadian matang dan mampu membangun kehidupan  harmonis dan menjadi pemimpin yang diharapkan. Upaya pembentukan karakter siswa dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai moral sebagai dasar dari norma-norma yang dianut dalam keluarga, dan sekolah.
       Dalam pergaulan sehari-hari baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam membentuk karakter diperlukan pemimpin pembentuk karakter yang kuat, karena peradaban yang besar dibentuk oleh pemimpin kuat sebagai fasilitator terbangunnya individu dan kominitas berkarakter. Pemimpin sebagai reformator yang memiliki integritas. Segala sesuatu jatuh dan bangun karakter anak yang baik tergantung pemimpinnya (orang tuanya). Unsur kepribadian pemimpin yang paling menentukan adalah karakter yang berintegritas. Pembentukkan karakter tidak hanya menyentuh aspek kognitif, tetapi sisi hati dan komitmen. Keduanya menjadi syarat untuk mengembangkan karakter dan identitas moral individu.
3.2 Saran
              Dilihat dari lingkungan SMA Negeri 1 Lappariaja yang memiliki moral yang sangat memperihatinkan. Maka dari itu guru perlu melakukan pembinaan dan pengembangan moral dan karakter siswa  dan juga guru harus melakukan penga-wasan terhadap moral dan karakter siswa. Selain itu guru tidak hanya membe-rikan pembinaan melalui ucapan namun juga memberikan contoh cara penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, siswa mudah untuk memahami dan juga menerapkannya.
      
      













DAFTAR PUSTAKA

Arham dan M.Taufik.2010.Tanggapan Siswa XII IPS-4 terhadap Eksitensi
     Satpam di SMA Negeri 1 Lapri.Lappariaja.:X11 IPS-4
Febrianti, Ika dan Wendi Widya Ratna Dewi.2012.Detik-detik Ujian Nasional
     Bahasa Indonesia.Klaten:PT Intan Pariwara.
Prasetiya, Anwar .1981. Inilah Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar .Semarang
      :Erlangga.
Siswoyo, Dwi (Dkk.). 2005. Psikologi Anak-anak. Jakarta: Rajawali.
Sugondo, Dendy.1999.Berbahasa Indonesia dengan Benar.Jakarta:Puspa Swara.
Toufiqoh, Eomi. 2007. Pentingnya Pendidikan Moral. Yogyakarta: FBS, UNY.
Zuchdi. 2003. “Psikologi Remaja”. Jakarta: BPK Gunung Mulya.
Sumber Lain :
Internet
Ø  Anonim.www.google.com

AUTOBIOGRAFI PENULIS

Amelia Imelda lahir pada tanggal 24 Juli 1994. Anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Hj.- Timang dan Dangkang. Pada tahun 2000, penulis memulai pendidikan di SD 154 Waekeccee’ , Lappariaja, dan lulus pada tahun 2006 kemudian pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan tingkat pertamanya di SMP Negeri 3 Lappariaja, Bone dan lulus pada tahun 2009 dan pada tahun tersebut penulis melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 1 Lappariaja, Bone dan sampai penulisan karya ilmiah ini selesai penulis masih duduk di bangku sekolah tersebut.
                                                          Ardiansyah, dilahirkan di Ulo Kecamatan Libureng
                                    tepatnya pada tanggal 29 November 1994. Anak tunggal
                                    dari ayahanda Arifuddin dan ibunda Sanawiah. Anak-  
                                    tunggal ini mulai mengenal pendidikan tahun 2000 di SD
                                     Negeri 2 Aere Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara  dan tamat pada tahun 2006. Pada tahun 2006 pula penulis  melanjutkan pendidikan di SMP Negri 3 Lambandia Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2009 penulis berhasil menamatkan pendidikannya di SMP. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Lappariaja dan sampai sekarang penulis masih menuntut ilmu di SMA .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar