BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan
sehari-sehari, sekolah tidak hanya membutuhkan orang yang pintar tetapi juga
harus mempunyai moral yang baik. Salah satu langkah yang dapat dilakukan di
sekolah adalah dengan melakukan pembentukan moral dan karakter siswa.
Namun dalam kenyataan sehari-hari dilihat
bagaimana kurangnya moral siswa saat ini. Untuk mengubah semua itu, guru
mempunyai peranan penting untuk siswa, bukan hanya dalam pelajaran ilmu
pengetahuan tetapi dalam pelajaran moral. Dengan tujuan siswa mampu untuk
membiasakan bersikap yang lebih baik.
Harapan kami agar metode yang diterapkan
guru untuk membentuk siswa yang bermoral bukanlah kata-kata semata, tetapi
betul-betul diaplikasikan dalam proses belajar mengajar setiap hari. Agar bisa
membuahkan siswa yang bermoral dan berkarakter.
Dengan menyadari hal-hal tersebut, maka dalam
penulisan karya tulis ilmiah ini penulis mengambil judul “Pembentukan Moral dan
Karakter Siswa SMA Negeri 1 Lappariaja Dapat Membentuk Pemimpin yang
Diharapakan di Masa yang akan datang”.
1.2
Rumusan Masalah
Sesuai latar belakang masalah yang telah
dikemukakan di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apakah yang dimaksud dengan moral?
2.
Apa yang menyebabkan sehingga siswa tidak memiliki moral dan karakter
yang Baik?
3.
Metode apakah yang dapat diterapkan guru untuk membentuk siswa yang
bermoral dan berkarakter di SMA Negeri 1
Lappariaja?
4.
Mengapa pembentukan moral dan karakter siswa harus dilakukan?
1.3
Hipotesis
1. Moral merupakan perbuatan/tingkah
laku/ucapan seseorang dalam
berinteraksi dengan
manusia.
2.
Siswa tidak memiliki moral dan karakter yang baik karena adanya
gangguan
psikologi dan lingkungan.
3.
Metode pendekatan antara siswa dan guru
4.
Pembentukan moral dan karakter siswa sangat penting untuk menjadikan
siswa
yang berkepribadian baik dan kelak menjadi pemimpin yang
diharapkan.
1.4 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang, rumusan
masalah dan hipotesis tersebut, adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini
adalah :
1. Ingin
mengetahui apa yang dimaksud dengan moral?
2. Ingin
mengetahui penyebab siswa
tidak memiliki moral dan karakter yang
baik?
3. Ingin
mengetahui metode apa yang dapat diterapkan guru untuk
membentuk siswa
yang bermoral dan berkarakter di sekolah ini?
4. Ingin
mengetahui mengapa pembentukan moral dan karakter siswa harus
dilakukan?
1.5 Asumsi dan
Keterbatasan
1.5.1 Asumsi
Dalam karya tulis ini kami berasumsi
bahwa siswa di SMA Negeri 1 Lappariaja memiliki moral yang masih sangat kurang.
Hal tersebut dapat dilihat dari perilaku mereka yang tidak sesuai dengan
peraturan di sekolah.
1.5.2 Keterbatasan
Dalam kehidupan sehari-hari siswa di SMA
Negeri 1 Lappariaja mendapat tantangan untuk bergaul dan berinteraksi dengan
siswa lain yang memiliki moral dan karakter yang berbeda-beda. Sehingga banyak
diantara mereka yang tidak mampu untuk menyesuaikan diri dan membuat mereka
berjalan di tempat yang salah. Selain itu, siswa mendapat hambatan untuk memiliki
moral dan karakter yang baik karena terkadang pengaruh itu berasal dari masalah
keluarga, salah pergaulan dan kurangnya kesadaran dalam diri mereka. Adapun
ancaman mereka tidak memiliki moral dan karakter yang baik adalah adanya rasa
takut dalam diri mereka jika nanti mereka tidak diterima oleh teman-temannya.
1.6 Batasan dan Istilah
Moralitas dalam arti dan istilah pembentukan moral dan karakter siswa
sangat penting untuk kehidupan. Karena lebih banyaknya siswa yang amoral
daripada yang bermoral. Sehingga diperlukan pengembangan moral dan karakter
siswa. Hal tersebut berfungsi untuk mencapai sosok seorang siswa yang baik dan
untuk bekal siswa menjadi sorang pemimpin yang diharapkan di masa depan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Apakah yang Dimaksud dengan Moral?
Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan
yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral
artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi
individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral
dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki
moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat
dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus memiliki moral jika
ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam
kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari
kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan
seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang
itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat
diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang
baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan agama. Setiap
budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang
berlaku dan telah terbangun sejak lama.
Moral juga dapat diartikan sebagai
sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba
melakukan sesuatu berdasarkan penga-laman, tafsiran, suara hati serta nasihat, dll. Moral merupakan kondisi pikiran,
perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan
buruk. Moral dan etika adalah dua hal yang tidak terpisahkan karena pada dasarnya
moral adalah tingkah laku yang telah diatur atau ditentukan oleh etika. Moral
sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu moral baik dan moral jahat. Moral baik
ialah segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik, begitu
juga sebaliknya dengan moral yang jahat. Moral adalah
faktor motivasi yang berhubungan dengan produktivitas dan produk atau hasil
kualitas pelayanan.
Adapun pengertian
dan definisi moral menurut para ahli:
1. Dian Ibung
Moral adalah nilai yang berlaku dalam suatu
lingkungan sosial dan mengatur
tingkah laku
seseorang.
2. Wiwit
Wahyuning
Moral
berkenaan dengan norma - norma umum, mengenai apa yang baik atau
benar dalam
cara hidup seseorang.
3. Zainuddin
Saifullah Nainggolan
Moral ialah
suatu tendensi rohani untuk melakukan seperangkat standar dan
norma yang
mengatur perilaku seseorang dan masyarakat.
4. Maria Assumpta
Moral adalah
aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia.
5. Sonny Keraf
Moral
menjadi tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk menentukan baik
buruknya
tindakan manusia sebagai manusia, mungkin sebagai anggota
masyarakat
atau sebagai orang dengan jabatan tertentu atau profesi tertentu.
6. Imam Sukardi
Moral adalah
suatu kebaikan yang disesuaikan dengan ukuran - ukuran
tindakan
yang diterima oleh umum, meliputi kesatuan sosial atau lingkungan
tertentu.
7. J. Douma
Moral
adalah segala kesusilaan yang berlaku.
8. Russel Swanburg
Moral adalah pernyataan pikiran yang
berhubungan dengan semangat atau
keantusiasan
seseorang dalam bekerja.
2.2 Apa
Penyebab Siswa Tidak Memiliki Moral dan Karakter yang Baik?
Dilihat dari
substansinya, ada empat pendekatan yang dianggap sebagai gerakan utama dalam
pendidikan nilai yang komprehensif terhadap siswa yaitu realiasi nilai, pendidikan watak, pendidikan kewarganegaraan, dan pendidikan
moral. Pendidikan moral merupakan salah
satu pendekatan yang dianggap sebagai gerakan utama dalam pendidikan nilai secara komprehensif. Tujuan utama
pendidikan moral adalah menghasilkan individu yang otonom, memahami nilai-nilai moral dan memiliki
komitmen untuk bertindak konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Pendidikan moral mengandung beberapa komponen yaitu:
pengetahuan tentang moralitas, penalaran moral, perasaan kasihan dan
mementingkan kepentingan orang lain, dan tendensi moral (Zuchdi, 2003:13) .
Ada beberapa masalah dalam penanaman
nilai moral pada siswa, hal tersebut
terkait dengan gangguan-gangguan yang dialami siswa selama tahap
pertumbuhannya. Gangguan-gangguan
tersebut akan mempengaruhi usaha-usaha penanaman nilai moral pada siswa
itu sendiri. Gangguan-gangguan tersebut,
yaitu:
1. Gangguan perkembangan pervasif
Ditandai dengan masalah awal pada tiga
area perkembangan utama: perilaku, interaksi sosial, dan komunikasi. Terdiri dari:
a. Retardasi mental
Muncul sebelum
usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan substandar dalam berfungsi,
yang dimanifestasikan dengan fungsi intelektual secara signifikan berada
dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah 70)
dan keterbatasan terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi atau lebih.
b. Autisme
Dicirikan dengan gangguan yang nyata
dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas.
Gejala-gejalanya meliputi kurangnya responsivitas terhadap orang lain, menarik
diri dari hubungan sosial, kerusakan yang menonjol dalam komunikasi, dan respon
yang aneh terhadap lingkungan.
c. Gangguan perkembangan spesifik
Dicirikan dengan keterlambatan
perkembangan yang mengarah pada kerusakan fungsional pada bidang-bidang,
seperti membaca, aritmetika, bahasa, dan artikulasi verbal.
2. Defisit perhatian dan gangguan
perilaku disruptif.
a. Attention Deficit Hyperactivity
Disorder (ADHD)
Dicirikan dengan tingkat gangguan perhatian, impulsivitas, dan hiperaktivitas
yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan.
b. Gangguan perilaku
Dicirikan dengan perilaku berulang,
disruptif, dan kesengajaan untuk tidak patuh, termasuk melanggar norma dan
peraturan sosial. Sebagian besar anak-anak dengan gangguan ini mengalami
penyalahgunaan zat atau gangguan kepribadian antisosial setelah berusia 18
tahun.
c. Gangguan penyimpangan oposisi
Gangguan ini merupakan bentuk gangguan
perilaku yang lebih ringan, meliputi perilaku yang kurang ekstrim. Perilaku
dalam gangguan ini tidak melanggar hak-hak orang lain sampai tingkat yang
terlihat dalam gangguan perilaku.
3. Gangguan ansietas sering terjadi
pada masa kanak-kanak atau remaja dan
berlanjut ke masa dewasa, biasanya berupa :
Gangguan obsesif kompulsif, gangguan
ansietas umum, dan fobia banyak terjadi pada anak-anak dan remaja, dengan
gejala yang sama dengan yang terlihat pada orang dewasa.
Gangguan ansietas akibat perpisahan
adalah gangguan masa kanak-kanak yang ditandai dengan rasa takut berpisah dari
orang yang paling dekat dengannya. Gejala-gejalanya meliputi menolak pergi ke
sekolah, keluhan somatik, ansietas berat terhadap perpisahan dan khawatir
tentang adanya bahaya pada orang-orang yang mengasuhnya.
2.3 Metode Apakah yang Dapat Diterapkan
Guru untuk Membentuk Siswa
yang Bermoral dan Berkarakter di SMA Negeri 1 Lappariaja?
Adapun
metode-metode yang dapat dilakukan guru untuk membentuk moral dan karakter
siswa SMA Negeri 1 Lappariaja diantaranya :
a). Metode Ceramah
Secara umum metode ceramah adalah metode
yang efisien dalam menyampaikan informasi dalam jumlah banyak dengan waktu yang
singkat. Ceramah berfungsi sebagai bentuk pengarahan untuk siswa.
b). Metode Pembinaan
Metode pembinaan dipakai untuk menggali
karakter seorang siswa untuk memperdalam karakternya.
c). Metode Pengajaran
Metode pengajaran dapat dilakukan guru
dengan memberikan contoh di sela-sela pembelajaran berlangsung di kelas.
d). Metode Komunikasi
Metode
ini berfungsi agar terjalin keakraban antara guru dan siswa.
e). Metode Praktik
Metode ini merupakan metode yang
biasanya diaplikasikan dalam keseharian siswa.
Adapun
beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam penanaman nilai moral pada anak,
menurut Dwi Siswoyo dkk, (2005:72-81) adalah indoktrinasi, klarifikasi nilai,
teladan atau contoh, dan pembiasaan dalam perilaku.
1. Indoktrinasi
Menurut Kohn (dalam Dwi Siswoyo,
2005:72) menyatakan bahwa untuk membantu anak-anak supaya dapat tumbuh menjadi
dewasa, maka mereka harus ditanamkan nilai-nilai disiplin sejak dini melalui
interaksi guru dan siswa. Dalam pendekatan ini guru diasumsikan telah memiliki
nilai-nilai keutamaan yang dengan tegas dan konsisten ditanamkan kepada anak.
Aturan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan
disampaiakan secara tegas, terus menerus dan konsisten. Jika anak melanggar
maka ia dikenai hukuman, akan tetapi bukan berupa kekerasan. (Dwi Siswoyo,
2005:72).
2. Klarifikasi Nilai
Dalam pendekatan klarifikasi nilai, guru
tidak secara langsung menyam-paikan kepada anak mengenai benar salah, baik
buruk, tetapi siswa diberi kesempatan untuk menyampaiakan dan menyatakan
nilai-nilai dengan caranya sendiri. Anak diajak untuk mengungkapkan mengapa
perbuatan ini benar atau buruk. Dalam pendekatan ini anak diajak untuk mendiskusikan
isu-isu moral. (Dwi Siswoyo (2005:76).
3. Teladan atau Contoh
Anak-anak mempunyai kemampuan yang
menonjol dalam hal meniru. Oleh karena itu seorang guru hendaknya dapat
dijadikan teladan atau contoh dalam bidang moral. Baik kebiasaan baik maupun
buruk dari guru akan dengan mudah dilihat dan kemudian diikuti oleh anak. Figur
seorang guru sangat penting utuk pengembangan moral anak. Artinya nilai-nilai
yang tujuannya akan ditanamkan oleh guru kepada anak didiknya sudah mendarah
daging terlebih dahulu pada gurunya.
4. Pembiasaan dalam Perilaku
Kurikulum yang terkait dengan penanaman
moral, lebih banyak dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan tingkah laku dalam
proses pembelajaran. Ini dapat dilihat misalnya, pada berdoa sebelum dan sesudah
belajar, berdoa sebelum makan dan minum, mengucap salam kepada guru dan teman,
merapikan mainan setelah belajar, berbaris sebelum masuk kelas dan sebagainya.
Pembiasaan ini hendaknya dilakukan secara konsisten. Jika anak melanggar segera
diberi peringatan.
Pendekatan lain yang dapat digunakan
dalam penanaman nilai moral menurut W. Huitt (2004) diantaranya adalah
inculcation, moral development, analysis, klarifikasi nilai, dan action
learning.
1. Inculcation
Pendekatan ini bertujuan untuk menginternalisasikan
nilai tertentu kepada siswa serta untuk mengubah nilai-nilai dari para siswa
yang mereka refleksikan sebagai nilai tertentu yang diharapkan. Metode yang
dapat digunakan dalam pendekatan ini diantaranya modeling, penguatan positif
atau negatif, alternatif permainan, game dan simulasi, serta role playing.
2. Moral development
Tujuan dari pendekatan ini adalah
membantu siswa mengembangkan pola-pola penalaran yang lebih kompleks
berdasarkan seperangkat nilai yang lebih tinggi, serta untuk mendorong siswa
mendiskusikan alasan-alasan pilihan dan posisi nilai mereka, tidak hanya
berbagi dengan lainnya, akan tetapi untuk membantu perubahan dalam tahap-tahap
penalaran moral siswa. Metode yang dapat digunakan diantaranya episode dilema
moral dengan diskusi kelompok kecil.
3. Analysis
Pendekatan ini bertujuan untuk membantu siswa menggunakan pikiran logis
dan penelitian ilmiah untuk memutuskan masalah dan pertanyaan nilai, untuk
membantu siswa menggunakan pikiran rasional, proses-proses analitik, dalam
menghubungkan dan mengkonseptualisasikan nilai-nilai mereka, serta untuk
membantu siswa menggunakan pikiran rasional dan kesadaran emosional untuk
mengkaji perasaan personal, nilai-nilai dan pola-pola perilakunya. Metode yang
dapat digunakan dalam pendekatan ini diantaranya diskusi rasional terstruktur
yang menuntut aplikasi rasio sama sebagai pembuktian, pengujian
prinsip-prinsip, penganalisaan kasus-kasus analog dan riset serta debat.
4. Klarifikasi nilai
Tujuan dari pendekatan ini adalah
membantu siswa menjadi sadar dan mengidentifikasi nilai-nilai yang mereka
miliki dan juga yang dimiliki oleh orang lain, membantu siswa mengkomunikasikan
secara terbuka dan jujur dengan orang lain tentang nilai-nilai mereka, dan
membantu siswa menggunakan pikiran rasional dan kesadaran emosional untuk
mengkaji perasaan personal, nilai-nilai dan pola berikutnya.
5. Action learning
Tujuan dari pendekatan ini adalah
memberi peluang kepada siswa agar bertindak
secara personal ataupun sosial berdasarkan kepada nilai-nilai mereka, mendorong
siswa agar memandang diri mereka sendiri sebagai makhluk yang tidak secara
otonom interaktif dalam hubungan sosial personal, tetapi anggota suatu sistem
sosial. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini adalah metode-metode
didaftar atau diurutkan untuk analisis dan klarifikasi nilai, proyek-proyek di
dalam sekolah dan praktek kemasyarakatan, keterampilan praktis dalam
pengorganisasian kelompok dan hubungan antar pribadi.
Selanjutnya,
metode pembentukan dan pembelajaran
moral dan karakter dijabarkan ke dalam teknik dan gaya penerapan. Dengan
demikian teknik pembentukan dan pengajaran tentang moral dan karakter siswa,
dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorangan dalam menerapkan suatu metode
secara spesifik. Misalkan penggunaan
metode ceramah pada kelas yang siswanya sedikit dan banyak penurut. Demikian
pula metode pembinaan, perlu dilakukan
metode yang berbeda pada kelas yang sebelumnya tergolong penurut dengan kelas
yang siswanya tergolong pembangkang.
Pembina
dalam arti pengajar adalah lebih dari
seseorang yang menyampaikan informasi pada siswa. Tugas seorang guru adalah
membina dan mengembangkan tentang sesuatu pada siswa. Pembinaan dan
pengembangan tentang sesuatu yang diberikan oleh guru harus disampaikan dengan
seefesien mungkin dan mengatur jalannya interaksi antara guru dan siswa, siswa
dan siswa. Dalam pembinaan dan
pengembangan, guru membutuhkan suatu inspirasi, misalnya ketika akhir
pelajaran, akhir minggu, sela-sela pelajaran. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui apa yang diperlukan siswa agar pembinaan dan pengembangan dapat
diaplikasikan dikehidupan siswa agar kelak menjadi seorang pemimpin yang
diharapkan di masa yang akan datang.
Untuk merespon gejala
kemerosotan moral tersebut, maka peningkatan dan intensitas pelaksanan
pembentukan moral di sekolah merupakan
tugas yang sangat penting dan sangat mendesak bagi kita, dan perlu dilaksanakan
secara komprehensif dan dengan menggunakan strategi serta model pendekatan
secara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua unsur yang terkait dalam proses
pembelajaran atau pendidikan seperti : guru-guru, kepala
sekolah, orang tua murid dan tokoh-tokoh masyarakat. Tujuan pembentukan moral tidak semata-mata untuk menyiapkan
peserta didik untuk menelan mentah konsep-konsep pembentukan moral, tetapi
yang lebih penting adalah terbentuknya karakter yang baik, yaitu pribadi yang
memiliki pengetahuan moral, peranan
perasaan moral dan tindakan atau perilaku moral (Lickona, 1992. P. 53 ).
Pada sisi lain, dewasa ini pelaksanan pembentukan moral
di sekolah dibe-rikan melalui
pembelajaran pancasila dan kewarganegaraan (PKn) dan Pendi-dikan agama akan
tetapi masih tampak kurang pada keterpaduan dalam model dan strategi
pembelajarannya. Di samping penyajian materi pendidikan mengenai pembentukan moral di sekolah,
tampaknya lebih berorientasi pada penguasaan materi yang tercantum dalam kurikulum atau
buku teks, dan kurang mengaitkan dengan isu-isu moral esensial
yang sedang terjadi dalam masyarakat, sehingga peserta didik kurang mampu memecahkan masalah-masalah moral yang terjadi dalam
masyarakat. Bagi para siswa, adalah lebih banyak untuk menghadapi ulangan atau
ujian, dan terlepas dari isu-isu moral esensial
kehidupan mereka sehari-hari. Materi pelajaran PKn dirasakah sebagai beban,
dihafalkan dan dipahami, tidak menghayati atau dirasakan secara tidak diamalkan
dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
Dalam upaya untuk meningkatkan kematangan
moral dan pembentukan karakter siswa. Secara optimal, maka penyajian materi
pendidikan mengenai moral kepada para siswa hendaknya dilaksanakan
secara terpadu kepada semua pelajaran dan dengan mengunakan strategi dan model
pembelajaran secara terpadu, yaitu
dengan melibatkan semua guru, kepala sekolah , orang tua murid, tokoh-tokoh masyarakat sekitar. Dengan demikian timbul
pertanyaan, bahan kajian apa sajakah yang diperlukan untuk merancang model
pembelajaran pendidikan moral dengan mengunakan pendekatan terpadu .
Untuk mengembangkan strategi dan model
pembelajaran pendidikan pem-bentukan moral dengan menggunakan pendekatan terpadu, diperlukan
adanya analisis kebutuhan (needs assessment) siswa dalam belajar pendidikan
tentang moral. Dalam kaitan ini diperlukan adanya serangkaian kegiatan,
antara lain :
(1) mengidentifikasikan isu-isu sentral yang
bermuatan moral dalam masyarakat
untuk dijdikan bahan kajian dalam proses pembelajaran di kelas
dengan
menggunakan metode klarifikasi nilai.
(2) mengidentifikasi dan
menganalisis kebutuhan siswa dalam pembelajaran
moral agar tercapai kematangan moral yang komprehensif yaitu
kematangan dalam pengetahuan moral
perasaan moral, dan tindakan moral.
(3) mengidentifikasi dan menganalisis masalah-masalah dan
kendala-kendala
instruksional yang dihadapi oleh para guru di sekolah dan para orang tua
murid
dirumah dalam usaha membina perkembangan moral siswa,serta
berupaya memformulasikan alternatif pemecahannya.
(4) mengidentifikasi dan
mengklarifikasi nilai-nilai moral yang inti dan
universal yang dapat digunakan
sebagai bahan kajian dalam proses
pembentukan moral siswa.
(5) mengidentifikasi sumber-sumber lain yang
relevan dengan kebutuhan belajar
pembentukan moral dan karakter siswa.
Dengan memperhatikan kegiatan yang perlu
dilakukan dalam proses aplikasi
pendidikan tentang moral tersebut, kaitannya
dengan kurikulum yang senantiasa berubah sesuai dengan akselerasi politik dalam
negeri, maka sebaiknya pembentukan moral juga dilakukan pengkajian ulang untuk
mengikuti competetion velocities dalam persaingan global. Bagaimanapun negeri
ini memerlukan generasi yang cerdas, bijak dan bermoral sehingga bisa
menyeimbangkan pembangunan dalam keselarasan keimanan dan kemajuan jaman dan
menjadi pemimpin di masa depan.
2.4
Mengapa Pembentukan Moral dan Karakter Siswa harus dilakukan?
Pembentukan
karakter dan moral siswa dilakukan dalam upaya membina siswa agar mempunyai
kepribadian matang dan mampu membangun kehidupan harmonis dan menjadi pemimpin yang diharapkan.
Upaya pembentukan karakter siswa dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai
moral sebagai dasar dari norma-norma yang dianut dalam keluarga, dan sekolah.
Sebagai guru dan orang tua siswa harus
tanggap dan memahami penanaman nilai-nilai moral siswa, sehingga dapat
menerapkannya dalam kehidupan
masing-masing. Dengan demikian terjadi perubahan sikap dan perilaku ,
sehingga seluruh siswa mempunyai kepribadian matang dan berbudi pekerti baik,
penuh cinta kasih, saling menghargai dan menghormati, serta menciptakan suasana
harmonis. Untuk membentuk karakter siswa SMA Negeri 1 Lappariaja yang kokoh dan
berhati nurani, harus melalui proses pendidikan yang menekankan kepada
hati nurani dan etika, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Pembentukan karakter dan moral siswa sampai dewasa harus ditanamkan nilai-nilai
moral dan etika positif guna meletakkan pondasi karakter anak. Apabila seluruh siswa SMA Negeri 1
Lappariaja mempunyai karakter dan moral baik, maka lingkungan kita akan aman
dan tenteram.
Guru
dan orang tua siswa memiliki peranan penting dalam membentuk karakter dan moral
anak melalui nilai-nilai agama dengan membiasakan beribadah menurut agama dan
kepercayaan yang dianut, perkataan dan tutur kata yang baik, saling menghargai,
memberi contoh teladan yang baik, perbuatan baik yang dilakukan berulang-ulang
pasti akan membentuk karakter dan moral anak. Guru dan orang tua siswa harus
membina karakter anak tentang sosial budaya dengan menanamkan nilai sosial
budaya dalam pergaulan sehari-hari baik di lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat. Dalam membentuk karakter diperlukan pemimpin pembentuk karakter
yang kuat, karena peradaban yang besar dibentuk oleh pemimpin kuat sebagai
fasilitator terbangunnya individu dan kominitas berkarakter. Pemimpin sebagai
reformator yang memiliki integritas. Segala sesuatu jatuh dan bangun karakter
anak yang baik tergantung pemimpinnya (orang tuanya). Unsur kepribadian
pemimpin yang paling menentukan adalah karakter yang berintegritas.
Pembentukkan karakter tidak hanya menyentuh aspek kognitif, tetapi sisi hati
dan komitmen. Keduanya menjadi syarat untuk mengembangkan karakter dan
identitas moral individu. Pendididikan moral di sekolah dilakukan oleh guru
dengan tujuan untuk membentuk peserta didik berbudi pekerti yang luhur,
berakhlak mulia, agar kelak berguna bagi bangsa dan negara. Pembentukan
karakter ini harus memperhatikan nilai-nilai secara holistik dan uiniversal.
Keberhasilan pembentukan karakter dengan keluaran menghasilkan peserta didik
yang memiliki kompetensi personal dan kompetensi sosial, dan dinamis sehingga
menghasilkan warga negara yang baik (good citizen).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Moral merupakan kondisi
pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai
baik dan buruk. Moral dan etika adalah dua hal yang tidak terpisahkan
karena pada dasarnya moral adalah tingkah laku yang telah diatur atau
ditentukan oleh etika. Moral sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu moral baik
dan moral jahat.
Siswa tidak memiliki moral dan karakter
yang tidak baik karena dipengaruhi beberapa faktor yaitu:
1. Gangguan
perkembangan pervasif.
2. Defisit
perhatian dan gangguan perilaku disruptif.
3. Gangguan
ansietas.
Usaha-usaha yang
dapat dilakukan guru untuk membentuk siswa yang bermoral dan berkarakter di SMA
Negeri 1 Lappariaja yang dapat membentuk pemimpin yang diharapkan di masa yang
akan datang dapat dilakukan dengan beberapa metode dan teknik pendekatan yaitu:
a). Metode
Ceramah
b). Metode
Pembinaan
c). Metode
Pengajaran
d). Metode
Komunikasi
e). Metode
Praktek
Selain itu, adapun metode pendekatan yang
mendukung dalam pembentukan moral dan karakter siswa yaitu indoktrinasi,
klarifikasi nilai, teladan atau contoh, dan pembiasaan dalam perilaku.
Pendekatan lain yang dapat digunakan
dalam penanaman nilai moral menurut W. Huitt (2004) diantaranya adalah
inculcation, moral development, analysis, klarifikasi nilai, dan action
learning .
Pembentukan
karakter dan moral siswa dilakukan dalam upaya membina siswa agar mempunyai
kepribadian matang dan mampu membangun kehidupan harmonis dan menjadi pemimpin yang diharapkan.
Upaya pembentukan karakter siswa dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai
moral sebagai dasar dari norma-norma yang dianut dalam keluarga, dan sekolah.
Dalam pergaulan sehari-hari baik di
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam membentuk karakter
diperlukan pemimpin pembentuk karakter yang kuat, karena peradaban yang besar
dibentuk oleh pemimpin kuat sebagai fasilitator terbangunnya individu dan
kominitas berkarakter. Pemimpin sebagai reformator yang memiliki integritas.
Segala sesuatu jatuh dan bangun karakter anak yang baik tergantung pemimpinnya
(orang tuanya). Unsur kepribadian pemimpin yang paling menentukan adalah
karakter yang berintegritas. Pembentukkan karakter tidak hanya menyentuh aspek
kognitif, tetapi sisi hati dan komitmen. Keduanya menjadi syarat untuk mengembangkan
karakter dan identitas moral individu.
3.2
Saran
Dilihat
dari lingkungan SMA Negeri 1 Lappariaja yang memiliki moral yang sangat
memperihatinkan. Maka dari itu guru perlu melakukan pembinaan dan pengembangan
moral dan karakter siswa dan juga guru harus melakukan penga-wasan terhadap
moral dan karakter siswa. Selain itu guru tidak hanya membe-rikan pembinaan
melalui ucapan namun juga memberikan contoh cara penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan demikian, siswa mudah untuk memahami dan juga
menerapkannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Arham dan M.Taufik.2010.Tanggapan Siswa XII IPS-4 terhadap Eksitensi
Satpam di SMA Negeri 1 Lapri.Lappariaja.:X11 IPS-4
Febrianti, Ika dan Wendi Widya Ratna Dewi.2012.Detik-detik Ujian Nasional
Bahasa Indonesia.Klaten:PT Intan Pariwara.
Prasetiya,
Anwar .1981. Inilah
Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar .Semarang
:Erlangga.
Siswoyo, Dwi (Dkk.). 2005. Psikologi Anak-anak. Jakarta: Rajawali.
Sugondo, Dendy.1999.Berbahasa Indonesia dengan Benar.Jakarta:Puspa Swara.
Toufiqoh, Eomi. 2007. Pentingnya Pendidikan Moral. Yogyakarta: FBS, UNY.
Zuchdi. 2003. “Psikologi Remaja”. Jakarta: BPK
Gunung Mulya.
Sumber Lain :
Internet
AUTOBIOGRAFI PENULIS
Amelia
Imelda lahir pada tanggal 24 Juli
1994. Anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Hj.- Timang dan Dangkang.
Pada tahun 2000, penulis memulai pendidikan di SD 154 Waekeccee’ , Lappariaja,
dan lulus pada tahun 2006 kemudian pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan tingkat pertamanya di SMP
Negeri 3 Lappariaja, Bone dan lulus pada tahun 2009 dan pada tahun tersebut
penulis melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 1 Lappariaja, Bone dan sampai
penulisan karya ilmiah ini selesai penulis masih duduk di bangku sekolah
tersebut.
Ardiansyah,
dilahirkan di Ulo
Kecamatan Libureng
tepatnya
pada tanggal 29
November 1994. Anak tunggal
dari ayahanda Arifuddin dan ibunda Sanawiah. Anak-
tunggal
ini mulai mengenal pendidikan tahun 2000
di SD
Negeri 2
Aere Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara
dan tamat pada tahun 2006. Pada tahun 2006 pula penulis melanjutkan
pendidikan di SMP
Negri 3 Lambandia Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Pada
tahun 2009
penulis berhasil menamatkan pendidikannya
di SMP. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Lappariaja dan
sampai sekarang penulis masih menuntut
ilmu di SMA .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar