BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daging
merupakan salah satu produk ternak yang menjadi penyuplai protein hewani
terbesar bagi masyarakat Indonesia.Daging sapi, kerbau, domba, kambing, dan
ayam adalah beberapa jenis daging yang lazim dikonsumsi dan diolah menjadi
aneka makanan oleh masyarakat Indonesia. Indonesia yang kaya akan kebudayaan
menyebabkan jenis olahan dari daging tersebut berbeda antara satu daaerah
dengan daerah lainnya.[1]
Daging
didefinisikan sebagai urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali
urat daging bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat
sewaktu dipotong. Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan protein (hewani) yang mengandung
asam amino lengkap.Pada umumnya konsumsi daging berasal dari daging sapi,
kambing, kerbau, kuda, domba dan babi. Di Indonesia konsumsi daging bukan saja
otot-ototnya, akan tetapi juga bagian dari badan hewan tersebut seperti :
jeroan yakni usus, limpa, hati, jantung, paru, ginjal dan otak.Selain
dikonsumsi dalam bentuk segar, daging juga dapat dikonsumsi dalam bentuk hasil
olahannya seperti sosis daging sapi, cornet, daging asap, abon, dendeng, bakso
dan sebagainya.[2]
Adapun yang mekatar belakangi dilakukannya praktikum ini
yaitu untuk megetahui jenis-jenis alat dan bahan yang digunakan untuk menetukan
nilai DPD, KAD, WHC, CL dan pH, mengetahui teknik dalam pengambilan sampel dan menghitung
nilai DPD, KAD, WHC, CL dan Ph,mempelajari secara mendalam faktor-faktor yang dapat menyebabkan
penurunan kualitas kulit selama penyimpanan, memahami lebih jauh tentang
teknik-teknik dan aplikasi pengawetan kulit yang ada di Indonesia.
B.
Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum
yaitu :
1. Mengetahui jenis-jenis alat dan
bahan yang digunakan untuk menetukan nilai DPD, KAD, WHC, CL dan pH.
2. Mengetahui teknik dalam pengambilan
sampel dan menghitung nilai DPD, KAD, WHC, CL dan pH.
3. Menjelaskan
komponen penyusun otot.
4. Perubahan-perubahan
yang terjadi setelah otot mengalami pemasakan berdasarkan lama pemasakan.
5. Menghubungkan
susut masak dengan nilai gizi daging.
6. Mempelajari secara mendalam faktor-faktor yang dapat menyebabkan
penurunan kualitas kulit selama penyimpanan.
7. Untuk memahami lebih jauh tentang
teknik-teknik dan aplikasi pengawetan kulit yang ada di Indonesia.
C.
Manfaat
Adapun manfaat
dari praktikum yaitu :
1. Agar dapat mengetahui jenis-jenis
alat dan bahan yang digunakan untuk menetukan nilai DPD, KAD, WHC, CL dan pH.
2. Agar dapat engetahui teknik dalam
pengambilan sampel dan menghitung nilai DPD, KAD, WHC, CL dan pH.
3. Agar dapat
menjelaskan komponen penyusun otot.
4. Agar dapat
mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi setelah otot mengalami pemasakan
berdasarkan lama pemasakan.
5. Agar dapat
menghubungkan susut masak dengan nilai gizi daging.
6. Agar dapat mempelajari secara
mendalam faktor-faktor
yang dapat menyebabkan penurunan kualitas kulit selama penyimpanan.
7. Agar dapat memahami lebih jauh
tentang teknik-teknik dan aplikasi pengawetan kulit yang ada di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Daging
Daging
adalah semua bagian tubuh ternak yang dapat dan wajar dimakan termasuk
jaringan-jaringan dan organ tubuh bagian dalam seperti hati, dan ginjal. Daging didefenisikan sebagai
semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan tersebut yang
sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang
memakannya. Dengan didasarkan pada definisi tersebut maka organ-organ dalam
(jeroan) dan produk olahan seperti corned
termasuk dalam kategori daging. Namun demikian sering dalam kehidupan
sehari-hari yang disebut dengan daging adalah semata-mata jaringan otot,
meskipun benar bahwa komponen utama penyusun daging adalah otot, tetapi
tidaklah sama otot dengan daging.[3]
Daging adalah semua bagian tubuh
ternak yang dapat dan wajar dimakan termasuk jaringan-jaringan dan organ tubuh
bagian dalam seperti hati, dan ginjal.Jaringan hewan dan semua produk hasil
pengolahan jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Dengan didasarkan pada definisi
tersebut maka organ-organ dalam (jeroan) dan produk olahan seperti corned termasuk dalam kategori daging.
Namun demikian sering dalam kehidupan sehari-hari yang disebut dengan daging
adalah semata-mata jaringan otot, meskipun benar bahwa komponen utama penyusun
daging adalah otot, tetapi tidaklah sama otot dengan daging.[4]
Daging
menurut SNI-01-3947-1995 adalah urat daging yang melekat pada kerangka kecuali
urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari hewan sehat
pada saat dipotong.Daging
didefinisikan sebagai daging mentah atau flesh dari hewan yang digunakan
sebagai makanan. Daging
merupakan bagan pangan yang mudah rusak oleh mikroorganisme karena ketersediaan
gizi di dalamnya yang sangat mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme,
terutama mikroba perusak. Daging
sapi yang biasa digunakan untuk membuat bakso adalah daging penutup (top
side), gandik (silver side), dan lemusir (cube roll).
Penggunaan daging gandik menyebabkan bakso mempunyai kadar protein, daya iris (shear
WB), kecerahan dan kemerahan tertinggi, serta kadar lemak terendah.[5]
Secara visual, mutu daging dinilai
dari warna, marbling dan daya ikat air (water holding capacity, WHC)-nya. Daging dinilai bermutu baik jika
memiliki warna dan marbling yang seragam pada keseluruhan potongan daging dan
dengan penampakan permukaan yang kering karena sifat WHC-nya yang baik.
Keberadaan marbling tidak saja mempengaruhi penampakan tetapi juga meningkatkan juiciness, keempukan dan flavor produk
olahan daging. Sementara itu, daya ikat air selain mempengaruhi penampakan juga
akan mempengaruhi juiciness dari produk olahan daging.[6]
Tingkat kecerahan wana pada daging, ditentukan oleh tebal-tipisnya
lapisan Oksimioglobin pada permukaan daging. Keadaan ini lebih banyak terjadi
pada suhu rendah, sehingga daging yang disimpan didalam lemari pendingin
(didinginkan) akan terlihat lebih rendah. Jika daging segar dibungkus oleh
pembungkus yang tidak tembus oksigen, maka oksigen yang ada dalam bungkusan
akan habis karena adanya aktivitas biokimia dan Microoganisme pada permukaan
daging. Sehingga warna daging akan berubah dari merah cerah menjadi merah
coklat/merah gelap karena terbentuknya metmioglobin.[7]
Nilai pH daging tidak akan pernah
mencapai nilai di bawah 5,3. Hal ini disebabkan karena pada nilai pH di
bawah 5,3 enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak aktif
berkerja. PH daging yang berhubungan dengan DIA, kesan jus daging, keempukan
dan susut masak, juga bisa berhubungan dengan warna dan sifat mekanik daging
(daya putus WB), kompresi, adhesi dan kekuatan tarik).Suatu kenaikan pH daging
akan meningkatakan jus daging (KJ dan DIA) dan menurunkan susut masak otot SM
dan LD domba secara linear.[8]
Air yang terikat di dalam otot dapat
dibagi menjadi tiga komponen air, yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh
protein otot sebesar 4-5% sebagai lapisan monomolecular pertama; air terikat
agak lemah sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidrofilik,
sebesar kira-kira 4 %, dan lapisan kedua ini akan terikat oleh protein bila
tekanan uap meningkat. Lapisan ketiga adalah molekul-molekul air bebas diantara
molekul protein, berjumlah kira-kira 10%. Jumlah air terikat (lapisan dan
kedua) adalah bebas dari perubahan molekul yang disebabkan denaturasi protein
daging, sedangkan jumlah air terikat lebih lemah yaitu lapisan air diantara
molekul protein akan menurun bila protein daging mengalami denaturasi.[9]
Keempukan daging sangat mempengaruhi
persepsi konsumen dalam menilai mutu daging. Kesan empuk melibatkan tiga aspek
berikut: kemudahan penetrasi gigi ke dalam daging, kemudahan pengunyahan daging
menjadi potongan-potongan yang lebih kecil dan jumlah residu (sisa) yang
tertinggal setelah pengunyahan. Pada temperature pemasakan 80% 0C,
daging yang mengalami pemendekan dingin pada PH normal 5,4-5,8, menghasilkan
susut masak yang lebih besar dari pada susut masak daging renggang dengan
panjang serabut yang sama.[10]
B. Struktur
Sarkomer
Otot merupakan jaringan yang terdiri
atas kumpulan sel-sel serabut otot.Selama perkembangan embrionik, serabut otot dibentuk
melalui peleburan ekor dengan ekor dari banyak sel menjadi struktur yang
seperti pipa.Hal ini yang menyebabkan mengapa serabut otot memiliki struktur
yang panjang dan memiliki banyak inti.Pada sel otot ini terdiri atas membran
sel yang disebut dengan sarkolemna, sitoplasma sel yang disebut denngan
sarkoplasma, serta banyak organel sel seperti mitokondria dan nucleus.
Sarkolemna dicirikan dengan banyaknya invaginasi seperti lubang yang meluas ke
dalam sarkoplasma pada sudut kanan sepanjang aksis sel. Di dalam
sarkoplasma terdapat glikogen, ATP, phosphocreatine, dan enzim-enzim
glikolisis.[11]
Dalam sel serabut otot ini terdapat
unit kontraksil yanng disebut dengan miofibril.Perluasan sarkoplasma mengadakan
hubungan dengan miofibril ini.Ketika myofibril diamati dengan mikroskop
elektron, ditemukan adanya pita terang dan pita gelap. Pita-pita ini kemudian
disebut pita A (anisotrop atau gelap) dan pita I (isotrop atau terang). Pada
pita A terdapat daerah yang tanpa filamen aktin, sehingga terlihat kurang padat
daripada bagian pita A yang lain, daerah ini disebut dengan zone H. Pita I
terbagi menjadi dua bagian oleh garis Z yang tebal dan gelap. Sarkomer
merupakan daerah antara dua garis Z dan berulang sepanjang serabut otot pada
jarak 1500 – 2300 nm tergantung bagian yang berkontraksi.Sarkomer merupakan
satuan fungsional otot.[12]
Sarkomer
terdiri darifilamen tebal dan filamen tipisprotein yg menstabilkan posisi
filamen tebal & tipis,protein yg mengatur interaksi antara filamen tebal
& tipis, Pita
gelap (pita/bands anisotropic), pita terang (pita/bands – isotropic)Filamen tebal tdp di
tengah sarkomer Pita A, terdiri 3 bagiangaris
M, zona H, dan zona overlap, Filamen tebal tdp pd
pita I, garis Z mrp batas
antara 2 sarkomer yg berdekatan & mengandung protein Connectins yg
menghubungkan filamenttiois pd sarkomer yg berdekatan.[13]
C. Kulit
Kulit merupakan salah satu
jenis hasil ternak yang sekarang ini telah dijadikan sebagai suatu komoditi
perdagangan dengan harga yang cukup tinggi.Pada umumnya kulit dimanfaatkan sebagai
bahan pembuat sepatu, jaket, dompet, ikat pinggang serta masih ada beberapa
produk-produk lain yang memanfaatkan kulit sebagai bahan bakunya, seperti
kerupuk kulit dan gelatin untuk bahan pangan. Komoditas kulit digolongkan
menjadi kulit mentah dan kulit samak, kulit mentah adalah bahan baku kulit yang
baru ditanggalkan dari tubuh hewan sampai kulit yang mengalami proses-proses
pengawetan atau siap samak.Kambing merupakan salah satu jenis ternak kecil di
Indonesia, yang mempunyai peran penting bagi manusia. Kambing dapat
dimanfaatkan oleh manusia melalui konsumsi daging yang mempunyai protein tinggi
dan kulitnya dapat dijadikan bahan baku dalam industri kulit. Daging kambing
umumnya digunakan untuk berbagai acara dan pemanfaatan kulit ini masih sangat
kurang.Salah satu produk hasil olahan kulit kambing adalah penyamakan kulit
kambing.[14]
Penyamakan kulit terdiri atas banyak
proses panjang, dan garis besarnya dibagi 3 proses utama yaitu proses awal (beam house atau proses rumah basah),
proses penyamakan, dan finishing.
Proses awal terdiri atas perendaman (untuk mengembalikan kadar air yang hilang
selama proses pengeringan sebelumnya, kulit basah lebih mudah bereaksi dengan
bahan kimia penyamak, membersihkan dari sisa kotoran, darah, garam yang masih
melekat pada kulit), pengapuran (membengkakan kulit untuk melepas sisa daging,
menyabunkan lemak pada kulit, pembuangan sisik, pembuangan daging, pembuangan
kapur (deliming) (untuk menghilangkan
kapur dan menetralkan kulit dari suasana basa, menghindari pengerutan kulit,
menghindari timbulnya endapan kapur), pengikisan protein, pengasaman (pickle) (untuk memberikan suasana asam
pada kulit sehingga lebih sesuai dengan senyawa penyamak dan kulit lebih tahan
terhadap seranga bakteri pembusuk).[15]
Sesuai dengan jenis kulit, tahapan
proses penyamakan bisa berbeda. Kulit dibagi atas 2 golongan yaitu hide (untuk
kulit berasal dari binatang besar seperti kulit sapi, kerbau, kuda dll), dan
skin (untuk kulit domba, kambing, reptil dll).Jenis zat penyamak yang digunakan
mempengaruhi hasil akhir yang diperoleh.Penyamak nabati (tanin) memberikan warna coklat muda atau kemerahan, bersifat agak
kaku tetapi empuk, kurang tahan terhadap panas.Penyamak mineral paling umum
menggunakan krom.Penyamak krom menghasilkan kulit yang lebih lemas, lebih tahan
terhadap panas. Lewat proses penyamakan, dilakukan proses pemeraman yaitu
menumpuk atau menggantung kulit selama 1 malam dengan tujuan untuk
menyempurnakan reaksi antara molekul bahan penyamak dengan kulit[16].
Proses penyelesaian (finishing) menentukan kualitas hasil
akhir (leather). Terdiri atas
beberapa tahapan proses yang bervariasi sesuai dengan jenis kulit, bahan
penyamak yang digunakan, dan kualitas akhir yang diinginkan. Proses finishingakan membentuk sifat-sifat khas
pada kulit seperti kelenturan, kepadatan, dan warna kulit. Proses perataan (setting out) bertujuan untuk
menghilangkan lipatan-lipatan yang terbentuk selama proses sebelumnya dan
mengusahakan terciptanya luasan kulit yang maksimal. proses perataan sekaligus
juga akan mengurangi kadar air karena kandungan air dalam kulit akan terdorong
keluar (striking out). Beberapa
proses lanjutan lainnya adalah pengeringan (mengurangi kadar air kulit sampai
batas standar biasanya 18 – 20 %), pelembaban (menaikkan kandungan air bebas
dalam kulit untuk persiapan perlakuan fisik di proses selanjutnya), pelemasan
(melemaskan kulit dan mengembalikan kerutan-kerutan sehingga luasan kulit
menjadi normal kembali), pementangan (untuk menambah luasnya kulit),
pengampelasan (untuk menghaluskan permukaan kulit). Kulit samakan bisa dicat
untuk memperindah tampilan kulit.[17]
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.
Waktu
dan tempat
Waktu
dan tempat dilaksanakan praktikum ini adalah sebagai berikut:
Hari/ Tanggal : Sabtu, 11 Januari 2014
Pukul : 14.00 – 16.00 WITA
Tempat : Laboratorium Teknologi Hasil Ternak
Fakultas
Peternakn
Universitas Hasanuddin Makassar.
B.
Alat
dan bahan
1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini
adalah CD- Shear force, ember, filtEr
paper press, kertas kalkir, kertas saring, papan kayu, papan pengalas, pengaduk
kayu, Ph meter, pisau kecil, plastik
klip, planimeter, sarung tangan, stopwatch dan water bath.
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini
adalahgaram tekhnis, HCL, kapas halus, kapur, NaOH 0,25 N, Natrium Arsenat,
tali raffia dan tissue.
C.
Prosedur Kerja
1.
Daging
1. Uji Water Holding Capacity (WHC)/ Daya Ikat Air (DIA) Daging Serta Kadar Air
Daging (KAD).
1) Menimbang sampel sebanyak 0,3 gram
2) Membungkus sampel dengan kertas
saring
3) Mempress sampel yang telah dibungkus
diantara 2 plat dengan beban 35 kg selama 5 menit menggunakan alat modifikasi filter paper press.
4) Meletakkan kertas saring dibawah
kertas kalkir, kemudian menghitung pola pada kertas kalkir dengan menggunakan
alat planimeter dengan rumus :
a. Luas area basah (cm2) = luas area total –
luas area daging (D)
b. Nilai kadar air daging (KAD) (mg H2O)
KAD (mg H2O)
= Luas area basah (cm2) – 8,0
0,0948
c. Nilai WHC/WHB/DIA (%)
WHC/WHB/DIA
(%) = Dx 100
T
2. Uji Cooking Loss (CL) Atau Susut Masak (SM)
1) Memotong sampel daging seberat 20 kg
berbentuk balok ukuran penampang 2 x 3 cm dengan arah serabut otot sjajar
dengan ujung sampel.
2) Memasukkan sampel ke dalam kantong
plastic klip yang telah diberi label.
3) Memanaskan sampel dalam water bath
dengan temperature dan lama pemasakan tertentu.
4) Menggangkat kantong plastik dan mengguyur dengan air dingin,
setelah dingi sampel dikeringkan dengan tissue tanpa tekanan.
5) Menimbang sampel setelah pemasakan.
6) Menghitung nilai
CL/SM dengan rumus :
CL = berat sebelum dimasak-berat
setelah dimasakx 100%
SM (%) berat sebelumdimasak
3. Uji Daya Putus Daging (DPD) Atau
Keempukan (Tenderness)
1) Mengambil sampel dari hasil
pengukuran pada uji CL/SM, dibentuk dengan model silinder pada alat pemutus
serat daging.
2) Memasukkan sampel pada lubang dengan
arah sejajar pada serat daging.
3) Menarik tuas alat ke bawah dan
memeotong tegak lurus terhadap serat daging.
4) Menghitung
nilai DPD dengan rumus :
DPD (kg/Cm2) = A
L
2.
Kulit
a) Metode pengeringan yang diberi racun
1) Membersihkan kulit mentah dengan
menghilangkan lemak-lemaknya.
2) Merendam ke dalam cairan Natrium
Arsenat 0,5% selama 5-10 menit.
3) Menggangkat kulit lalu di pentang dan
siap untuk dikeringkan di bawah sinar matahari.
b) Metode kombinasi pengeringan dan
penggaraman
1) Merendam kulit yang telah bersih
selama 1-2 hari dalam larutan garam jenuh sebanyak 100 gram garam murni atau
300 gram garam teknis dan kemudian melarutkna ke dalam 1 liter air.
2) Menggangkant kulit dan selanjutkan
mengeringkan seperti pada cara metode pertama.
c) Metode penggaraman dengan garam
basah
1) Merendam kulit yang telah bersih
dari lemak dengan cara metode kedua.
2) Kulit yang telah direndam tidak
dikeringkan, melainkan memiringkan pada lantai berkisar 15-20 derajat umtuk
mempermudah proses pelepasan air.
3) Pada saat penyimpanan daapat pula menambahkan garam pada
bagian pinggir kulit untuk mencegah pembusukkan pada kulit.
d) Metode pengawetan dengan asam
pada metode ini tahap awalnya yaitu
dengan perendaman dalam air, pengapuran, buang kapur, pengikisan protein, dan
pengasaman.
3. Sarkomer
a. Mengambil daging dengan kuran
masing-masingn 1x1x1,5 cm atau
bentuk balok membujur arah
barat. Merendam (menambahkan) 5%
Glutaraldehyde (Buffer A)
selama 4 jam kulkas.
b. Mengganti Buffer A dengan Buffer
B selama semalaman (20) jam
dalam suhu 40C atau
disimpan di dalam kulkas.
c. Memblender dengan waring blender
(mata pisau yang tidak tajam)
dalam Buffer B atau Aquades
0,9% NaCl sampai halus.
d. Memipet cairan yang
mengandung serat, memindahkan ke objek glass
bersama dengan cairannya.
Menutup dengan cover glass lalu
mengamati di bawah mikroskop
dengan perbesaran 100x
(menggunakan minyak imersi).
e. Melakukan pengambilan gambar. Setelah itudi
lakukan pengukuran
panjang sarkomer yang ada pada
gambar.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hail Pengamatan
1. Hasil Percobaan Pada Daging
No
|
Hasil
Penelitian Uji Kualitas
|
||||
Waktu
|
Waktu
|
KAD
|
Cl
|
DPD
|
|
1
|
5 Menit
|
20
|
7,75
|
-
|
-
|
2
|
5 Menit
|
41,39
|
-0,45
|
2,53
|
Setelah dimasak 0,48
|
3
|
15 Menit
|
-
|
-
|
6,31
|
Setelah dimasak 2,63
|
4
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Sebelum dimasak
Sampel 1 : 1,96
Sampel 2 : 1,10
|
Sumber:
Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas PeternakanUniversitas
Hasanuddin Makassar 2014
2. Hasil Percobaan Sarkomer
a.
Otot (organ)
b. Fascicle
(bagian dari otot)
c.
Serat otot (sel)
d.
Myofibril
e.
Peta Daging
Sumber: Laboratorium Teknologi Hasil Ternak
Fakultas Ilmu Peternakan
Universitas Hasanuddin
2014.
c. Hasil Percobaan Kulit
Sumber: Laboratorium Teknologi Hasil
Ternak Fakultas Ilmu Peternakan Universitas
Hasanuddin 2014.
B. Pembahasan
1. Daging
Pada pengujian daging, hasil uji
menunjukkan bahwa pada waktu pemanasan selama 5 menit hasilnya 20 waktu, KADnya
7,75, CL tidak ada dan DPD tidak ada, pada waktu pemanasan 5 menit hasilnya
41,39 waktu KADnya 0,45, CL 2,53 dan DPD setelah dimasak 0,48, pada waktu
pemanasan 15 menit hasilnya tidak ada, waktu tidak ada, KAD tidak ada, CL tidak
ada dan setelah dimasak 2,63 dan setelah pemanasan sampel 1 : 1,96 dan sampel 2
:1,10.
Hal ini tidak sesuai dengan pendapat
Suharyanto menyatakan bahwa Daya ikat air oleh protein daging
dalam bahasa asing disebut sebagai Water Holding Capacity (WHC),
didefinisikan sebagai kemampuan daging untuk menahan airnya atau air yang
ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan, misalnya pemotongan daging,
pemanasan, penggilingan, dan tekanan. Daging juga mempunyai kemampuan untuk
menyerap air secara spontan dari lingkungan yang mengandung cairan (water absorption). Denaturasi protein
tidak akan mempengaruhi perubahan molekul pada air terikat (lapisan pertama dan
kedua), sedang air bebas yang berada diantara molekul akan menurun pada saat
protein daging mengalami denaturasi.
2.
Sarkomer
Hasil
pengamatan pada paktikum pengujian fisik kualitas daging menunjukkan nilai yang sampel yang berbeda.
Dimana kandungan jaringan ikatnya bnyak, warna otot merah, tekstur otot sedang
dan biji daging merah tidak jeas. Selain itu pada karakteristik daging masak
berwarna merah pucat dengan biji daging yang jelas. Berat daging sebelum
dimasak 1,96 g dan sesudah dimasak 0,48 g dengan persentase susuk masak 0,075%.
Menurut Khosman (2004), hal
ini tidak menunjukkan hasil yang jauh berbeda dengan pengamatan praktikum.
Adanya perbedaan ini disebabkan karena berbedanya kandungan glikogen yang ada
di setiap otot.Daya mengikat air atau water
holding capacity (WHC) merupakan kemampuan daging untuk mengikat
airnya.Hasil pengamatan pada uji daya mengikat air pada tiap daging,
meninjukkan hasil yang bebeda. Perbedaan DMA ini antara lain disebabkan oleh
perbedaan jumlah asam laktat yang dihasilkan, sehingga pH di antara dan di
dalam otot berbeda. Fungsi atau gerakan otot yang berbeda juga ikut
mempengaruhi perbedaan DMA karena perbedaan jumlah glikogen yang menentukan
besarnya pembentukan asam laktat dan penurunan pH bervariasi. Laju penurunan pH
otot yang cepat akan mengakibatkan DMA menjadi rendah (Soeparno, 2005). Oleh
karena itu semakin rendah persentase DMA dari sampel daging maka semakin tinggi
kandungan H2O dari daging tersebut.
Susut masak merupakan perbedaan (selisih) bobot awal dengan bobot akhir setelah dimasak. Susut masak pada daging yang diamati adalah 40,31%, 40,21%, dan 42,6%. Soeparno (1994), menyatakan bahwa pada umumnya nilai susut masak daging sapi bervariasi antara 1,5–54,5% dengan kisaran 15–40%.
Susut masak merupakan perbedaan (selisih) bobot awal dengan bobot akhir setelah dimasak. Susut masak pada daging yang diamati adalah 40,31%, 40,21%, dan 42,6%. Soeparno (1994), menyatakan bahwa pada umumnya nilai susut masak daging sapi bervariasi antara 1,5–54,5% dengan kisaran 15–40%.
3. Kulit
Berdasarkan data pada tabel diatas dapat diketahui bahwa bulu pada kulit
kambing hasil samak menjadi padat dengan bernilai 4.Hal ini terjadi karena
adanya penambahan tanin dari ekstrak daun jonga – jonga sehingga bulu kulit
kambing menjadi lebih padat. Hal ini sesuai pendapat Lukman (2013) dalam Romadona (2012) bahwa pada tahap penyamakan
ulang menggunakan nabati, maka molekul tanin akan mengisi ruang yang kosong
diantara rantai kolagen hingga maksimal, sehingga dihasilkah kulit samak yang
padat dan berisi.
Dari segi kerontokan atau kekuatan
bulu pada kulit kambing yang sudah disamak bersifat kuat dan tidak ada bulu
yang lepas saat ditarik, hal ini dapat disebabkan karena efektifnya proses
perendaman. Air yang digunakan selama perendaman adalah air yang kesadahannya
rendah.Hal ini didukung oleh pendapat Isoparmo (2012) bahwa kualitas baik kulit
samak memiliki karakteristik lemasnya merata, tidak berbau busuk, tidak licin
dan bulunya tidak ada yang lepas.
Pada penampilan fur kulit kambing
yang sudah disamak tampak menarik dengan nilai 4, menariknya kulit samak
disebabkan karena adanya penambahan larutan asam sulfat (H2SO4)
sebanyak 12 %. Hal ini didukung oleh pendapat Lukman (2013) dalam Romadona (2012) bahwaproses pengasaman
bertujuan untuk menyiapkan kulit dalam kondisi asam (pH 2,5–3), hal ini
dilakukan dengan hati-hati karena bahan kimia yang digunakan berupa asam kuat
(H2SO4) yang sangat berbahaya baik terhadap
pelaksanaannya maupun terhadap kulit sendiri, dengan pengasaman ini kulit akan
tampak bersih dan cemerlang.
Dari segi kelemasan kulit kambing
samak bernilai 3 yang artinya cukup lemas.Kelemasan kulit hasil samak
dipengaruhi oleh jenis penyamak yang digunakan. Penyamakan dengan bahan nabati
(tanin) akan menghasilkan kulit samak yang kurang lemas (kaku), sedangkan bila
menggunakan krom dalam penyamakan akan membuat kulit lebih lemas. Hal ini sesuai
dengan pendapat Lukman (2013) dalam Romadona (2012) bahwapenyamak nabati (tannin) memberikan warna
coklat muda atau kemerahan, bersifat agak kaku tapi empuk, kurang tahan
terhadap panas, sedangkan penyamak mineral paling umum menggunakan krom.
Penyamakan krom menghasilkan kulit yang lebih lembut/ lemes, dan lebih tahan
terhadap panas.
Berdasarkan
data pada tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa nilai rendemen yang
diperoleh dari penimbangan berat kulit sebelum pengolahan dan setelah
pengolahan dengan penyamakan yaitu 54,802 %, ini membuktikan bahwa metode
penyamak efektif dapat mengoptimalkan suatu produk dengan baik.Hal ini
diperkuat oleh pendapat Winarno
(1997) dalam Indarmono (1987) menyatakan bahwa
nilai rendemen merupakan indikator untuk mengetahui efektif tidaknya metode
yang diterapkan pada suatu penelitian, khususnya tentang optimalitasnya dalam
menghasilkan suatu produk.Semakin tinggi nilai rendemen berarti perlakuan yang
diterapkan pada penelitian tersebut semakin efektif.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada
praktikum ini yaitu:
1. Mengetahui jenis-jenis
alat dan bahan yang digunakan untuk menentukan
nilai DPD, KAD, WHC, CL
dan pH yaitu CD-ShearForce, timbangan
analitik, water bath,
pH mater, dan filter paper press.
2. Teknik
yang dugunakan dalam pengambilan sampel yaitu dengan
menggunakan uji Water
Holding Capacity (WHC), uji Cooking Loss (CL),
dan uji Daya Putus
Daging (DPD). Serta untuk menghitung nilainya yaitu
menggunakan rumus WHC,
CL, dan DPD.
3. Mengetahui
komponen penyusun dari otot.
4. Mengetahui
perubahan yang terjadi setelah otot mengalami pemasakan
berdasarkan pemsakan yaitu 5 menit dengan
DPD 0,48 dan waktu 15 menit
dengan DPD 2,63.
5. Mengetahui
menghubungkan susut masak dengan nilai gizi daging.
6. Mengetahui
faktor-faktor yang menyebabkan penurunan kualitas kulit
selama penyimpanan dan mengetahui teknik
pengawetan kulit.
B.
Saran
Adapun
saran yang dapat saya sampaikan pada praktikum ini adalah kebutuhan air dalam
laboratorium dapat terpenuhi untuk praktikum selanjutnya agar kami tidak
kewalahan untuk membersihkan alat yang sudah digunakan.
[2] Winarno, F. G. 1997.
Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
com. (Diakses 17Januari 2014).
[5] Indarmono, T. P.
1987. Pengaruh lama pelayuan dan jenis daging karkas serta jumlah es yang ditambahkan
ke dalam adonan fisikokimia bakso sapi.Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
[6]Anonim 2011.Daya Ikat Airhttp://duniasapi.com/id/produk-sapi/2467-apa-yang-dimaksud- dengan-daya-ikat-air-pada-daging-sapi-.html. (15 Januari 2014)
[7]Anonim 2012, Kualitas Daging.http://www.makanansehat.web.id/2012/10/mengenal-kualitas
daging-yang-baik-dan.html. (16
Januari 2014)
[8]Anonim. 2010. Nilai ph daging .http://higiene-pangan.blogspot.com/2010/01/nilai-daging.html. (15 Januari 2014).
[9]Ibid.
[10]Anonim. 2011. Nilai keempukan.http://elvirasyamsir.staff.ipb.ac.id/karakteristik-mutu-daging/. (Diakses 15 Januari 2014).
(Diakses
17Januari 2014).
[12] Khosman, Ali, Prof.
Dr. Ir. 2004. Pangandan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
[13]Ibid
[14]Anonim.2009. Menyulap Kulit Jadi
Duit “Penyamakan Kulit”. http: //bisnisukm. com/
menyulap-kulit-jadi-duit-penyamakan-kulit. html. (Diakses 17 Januari 2014).
[15]Ibid
[16]Isaparmo. 2012. Jenis-Jenis
Bahan Jaket Kulit. http: //www. jaketkulitonline.
biz/ 2012_01_01_archive. html. (Diakses 17 Januari 2014).
[17]Romadona, Doni. 2012. Industri Penyamakan kulit Sapi.http: //dony-romadona. blogspot.
com/ 2012/ 11/ industri- penyamakan- kulit- sapi _7053. html. (Diakses 17 Januari 2014).
DAFTAR PUSTAKA
2014.
Januari
2014.
2014.
.2010.
Nilai ph daging .http://higiene-Pangan.blogspot.com/2010/01/ Nilai-daging.html.
Diakses 15
Januari 2014.
Indarmono, T. P. 1987. Pengaruh lama pelayuan dan jenis daging karkas serta
jumlah
es yang ditambahkan ke dalam adonan fisikokimia bakso sapi.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Isaparmo.2012.Jenis-Jenis
Bahan Jaket Kulit. http:
//www. Jaketkulit online. biz/
2012_01_01_archive. html. Diakses
17 Januari 2014.
Khosman, Ali, Prof. Dr. Ir. 2004. Pangandan Gizi
untuk Kesehatan. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Diakses 117Januari 2014.
Romadona, Doni. 2012.
Industri Penyamakan kulit Sapi.http:
//dony-romadona.
Diakses 17 Januari 2014.
Suharyanto, 2007.Kuliah Dasar Teknologi HasilTernak.http://suharyanto.
Soeparno. 1992. Teknologi Pengawasan Daging. Fakultas
Teknologi Pertanian
Bogor, Bogor.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia
Pustaka Utama :Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar