Senin, 17 Februari 2014

Laporan THT " Daging dan Sarkomer"



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daging merupakan salah satu produk ternak yang menjadi penyuplai protein hewani terbesar bagi masyarakat Indonesia.Daging sapi, kerbau, domba, kambing, dan ayam adalah beberapa jenis daging yang lazim dikonsumsi dan diolah menjadi aneka makanan oleh masyarakat Indonesia. Indonesia yang kaya akan kebudayaan menyebabkan jenis olahan dari daging tersebut berbeda antara satu daaerah dengan daerah lainnya.[1]
Daging didefinisikan sebagai urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat sewaktu dipotong. Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan protein (hewani) yang mengandung asam amino lengkap.Pada umumnya konsumsi daging berasal dari daging sapi, kambing, kerbau, kuda, domba dan babi. Di Indonesia konsumsi daging bukan saja otot-ototnya, akan tetapi juga bagian dari badan hewan tersebut seperti : jeroan yakni usus, limpa, hati, jantung, paru, ginjal dan otak.Selain dikonsumsi dalam bentuk segar, daging juga dapat dikonsumsi dalam bentuk hasil olahannya seperti sosis daging sapi, cornet, daging asap, abon, dendeng, bakso dan sebagainya.[2]
Adapun yang mekatar belakangi dilakukannya praktikum ini yaitu untuk megetahui jenis-jenis alat dan bahan yang digunakan untuk menetukan nilai DPD, KAD, WHC, CL dan pH, mengetahui teknik dalam pengambilan sampel dan menghitung nilai DPD, KAD, WHC, CL dan Ph,mempelajari secara mendalam faktor-faktor yang dapat menyebabkan penurunan kualitas kulit selama penyimpanan, memahami lebih jauh tentang teknik-teknik dan aplikasi pengawetan kulit yang ada di Indonesia.
B.       Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum yaitu :
1.    Mengetahui jenis-jenis alat dan bahan yang digunakan untuk menetukan nilai DPD, KAD, WHC, CL dan pH.
2.    Mengetahui teknik dalam pengambilan sampel dan menghitung nilai DPD, KAD, WHC, CL dan pH.
3.    Menjelaskan komponen penyusun otot.
4.    Perubahan-perubahan yang terjadi setelah otot mengalami pemasakan berdasarkan lama pemasakan.
5.    Menghubungkan susut masak dengan nilai gizi daging.
6.    Mempelajari secara mendalam faktor-faktor yang dapat menyebabkan penurunan kualitas kulit selama penyimpanan.
7.    Untuk memahami lebih jauh tentang teknik-teknik dan aplikasi pengawetan kulit yang ada di Indonesia.


C.      Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum yaitu :
1.    Agar dapat mengetahui jenis-jenis alat dan bahan yang digunakan untuk menetukan nilai DPD, KAD, WHC, CL dan pH.
2.    Agar dapat engetahui teknik dalam pengambilan sampel dan menghitung nilai DPD, KAD, WHC, CL dan pH.
3.      Agar dapat menjelaskan komponen penyusun otot.
4.      Agar dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi setelah otot mengalami pemasakan berdasarkan lama pemasakan.
5.      Agar dapat menghubungkan susut masak dengan nilai gizi daging.
6.    Agar dapat mempelajari secara mendalam faktor-faktor yang dapat menyebabkan penurunan kualitas kulit selama penyimpanan.
7.    Agar dapat memahami lebih jauh tentang teknik-teknik dan aplikasi pengawetan kulit yang ada di Indonesia.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Daging
Daging adalah semua bagian tubuh ternak yang dapat dan wajar dimakan termasuk jaringan-jaringan dan organ tubuh bagian dalam seperti hati, dan ginjal. Daging didefenisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Dengan didasarkan pada definisi tersebut maka organ-organ dalam (jeroan) dan produk olahan seperti corned termasuk dalam kategori daging. Namun demikian sering dalam kehidupan sehari-hari yang disebut dengan daging adalah semata-mata jaringan otot, meskipun benar bahwa komponen utama penyusun daging adalah otot, tetapi tidaklah sama otot dengan daging.[3]
Daging adalah semua bagian tubuh ternak yang dapat dan wajar dimakan termasuk jaringan-jaringan dan organ tubuh bagian dalam seperti hati, dan ginjal.Jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Dengan didasarkan pada definisi tersebut maka organ-organ dalam (jeroan) dan produk olahan seperti corned termasuk dalam kategori daging. Namun demikian sering dalam kehidupan sehari-hari yang disebut dengan daging adalah semata-mata jaringan otot, meskipun benar bahwa komponen utama penyusun daging adalah otot, tetapi tidaklah sama otot dengan daging.[4]
Daging menurut SNI-01-3947-1995 adalah urat daging yang melekat pada kerangka kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari hewan sehat pada saat dipotong.Daging didefinisikan sebagai daging mentah atau flesh dari hewan yang digunakan sebagai makanan. Daging merupakan bagan pangan yang mudah rusak oleh mikroorganisme karena ketersediaan gizi di dalamnya yang sangat mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama mikroba perusak. Daging sapi yang biasa digunakan untuk membuat bakso adalah daging penutup (top side), gandik (silver side), dan lemusir (cube roll). Penggunaan daging gandik menyebabkan bakso mempunyai kadar protein, daya iris (shear WB), kecerahan dan kemerahan tertinggi, serta kadar lemak terendah.[5]
Secara visual, mutu daging dinilai dari warna, marbling dan daya ikat air (water holding capacity, WHC)-nya. Daging dinilai bermutu baik jika memiliki warna dan marbling yang seragam pada keseluruhan potongan daging dan dengan penampakan permukaan yang kering karena sifat WHC-nya yang baik. Keberadaan marbling tidak saja mempengaruhi penampakan tetapi juga meningkatkan juiciness, keempukan dan flavor produk olahan daging. Sementara itu, daya ikat air selain mempengaruhi penampakan juga akan mempengaruhi juiciness dari produk olahan daging.[6]
Tingkat kecerahan wana pada daging, ditentukan oleh tebal-tipisnya lapisan Oksimioglobin pada permukaan daging. Keadaan ini lebih banyak terjadi pada suhu rendah, sehingga daging yang disimpan didalam lemari pendingin (didinginkan) akan terlihat lebih rendah. Jika daging segar dibungkus oleh pembungkus yang tidak tembus oksigen, maka oksigen yang ada dalam bungkusan akan habis karena adanya aktivitas biokimia dan Microoganisme pada permukaan daging. Sehingga warna daging akan berubah dari merah cerah menjadi merah coklat/merah gelap karena terbentuknya metmioglobin.[7]
Nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai di bawah 5,3.  Hal ini disebabkan karena pada nilai pH di bawah 5,3 enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak aktif berkerja. PH daging yang berhubungan dengan DIA, kesan jus daging, keempukan dan susut masak, juga bisa berhubungan dengan warna dan sifat mekanik daging (daya putus WB), kompresi, adhesi dan kekuatan tarik).Suatu kenaikan pH daging akan meningkatakan jus daging (KJ dan DIA) dan menurunkan susut masak otot SM dan LD domba secara linear.[8]
Air yang terikat di dalam otot dapat dibagi menjadi tiga komponen air, yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot sebesar 4-5% sebagai lapisan monomolecular pertama; air terikat agak lemah sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidrofilik, sebesar kira-kira 4 %, dan lapisan kedua ini akan terikat oleh protein bila tekanan uap meningkat. Lapisan ketiga adalah molekul-molekul air bebas diantara molekul protein, berjumlah kira-kira 10%. Jumlah air terikat (lapisan dan kedua) adalah bebas dari perubahan molekul yang disebabkan denaturasi protein daging, sedangkan jumlah air terikat lebih lemah yaitu lapisan air diantara molekul protein akan menurun bila protein daging mengalami denaturasi.[9]
Keempukan daging sangat mempengaruhi persepsi konsumen dalam menilai mutu daging. Kesan empuk melibatkan tiga aspek berikut: kemudahan penetrasi gigi ke dalam daging, kemudahan pengunyahan daging menjadi potongan-potongan yang lebih kecil dan jumlah residu (sisa) yang tertinggal setelah pengunyahan. Pada temperature pemasakan 80% 0C, daging yang mengalami pemendekan dingin pada PH normal 5,4-5,8, menghasilkan susut masak yang lebih besar dari pada susut masak daging renggang dengan panjang serabut yang sama.[10]
B. Struktur Sarkomer
Otot merupakan jaringan yang terdiri atas kumpulan sel-sel serabut otot.Selama perkembangan embrionik, serabut otot dibentuk melalui peleburan ekor dengan ekor dari banyak sel menjadi struktur yang seperti pipa.Hal ini yang menyebabkan mengapa serabut otot memiliki struktur yang panjang dan memiliki banyak inti.Pada sel otot ini terdiri atas membran sel yang disebut dengan sarkolemna, sitoplasma sel yang disebut denngan sarkoplasma, serta banyak organel sel seperti mitokondria dan nucleus. Sarkolemna dicirikan dengan banyaknya invaginasi seperti lubang yang meluas ke dalam sarkoplasma pada sudut kanan  sepanjang aksis sel. Di dalam sarkoplasma terdapat glikogen, ATP, phosphocreatine, dan enzim-enzim glikolisis.[11]
Dalam sel serabut otot ini terdapat unit kontraksil yanng disebut dengan miofibril.Perluasan sarkoplasma mengadakan hubungan dengan miofibril ini.Ketika myofibril diamati dengan mikroskop elektron, ditemukan adanya pita terang dan pita gelap. Pita-pita ini kemudian disebut pita A (anisotrop atau gelap) dan pita I (isotrop atau terang). Pada pita A terdapat daerah yang tanpa filamen aktin, sehingga terlihat kurang padat daripada bagian pita A yang lain, daerah ini disebut dengan zone H. Pita I terbagi menjadi dua bagian oleh garis Z yang tebal dan gelap. Sarkomer merupakan daerah antara dua garis Z dan berulang sepanjang serabut otot pada jarak 1500 – 2300 nm tergantung bagian yang berkontraksi.Sarkomer merupakan satuan fungsional otot.[12]
Sarkomer terdiri darifilamen tebal dan filamen tipisprotein yg menstabilkan posisi filamen tebal & tipis,protein yg mengatur interaksi antara filamen tebal & tipis, Pita gelap (pita/bands anisotropic), pita terang (pita/bands – isotropic)Filamen tebal tdp di tengah sarkomer Pita A, terdiri 3 bagiangaris M, zona H, dan zona overlap, Filamen tebal tdp pd pita I, garis Z mrp batas antara 2 sarkomer yg berdekatan & mengandung protein Connectins yg menghubungkan filamenttiois pd sarkomer yg berdekatan.[13]
C. Kulit
Kulit merupakan salah satu jenis hasil ternak yang sekarang ini telah dijadikan sebagai suatu komoditi perdagangan dengan harga yang cukup tinggi.Pada umumnya kulit dimanfaatkan sebagai bahan pembuat sepatu, jaket, dompet, ikat pinggang serta masih ada beberapa produk-produk lain yang memanfaatkan kulit sebagai bahan bakunya, seperti kerupuk kulit dan gelatin untuk bahan pangan. Komoditas kulit digolongkan menjadi kulit mentah dan kulit samak, kulit mentah adalah bahan baku kulit yang baru ditanggalkan dari tubuh hewan sampai kulit yang mengalami proses-proses pengawetan atau siap samak.Kambing merupakan salah satu jenis ternak kecil di Indonesia, yang mempunyai peran penting bagi manusia. Kambing dapat dimanfaatkan oleh manusia melalui konsumsi daging yang mempunyai protein tinggi dan kulitnya dapat dijadikan bahan baku dalam industri kulit. Daging kambing umumnya digunakan untuk berbagai acara dan pemanfaatan kulit ini masih sangat kurang.Salah satu produk hasil olahan kulit kambing adalah penyamakan kulit kambing.[14]

Penyamakan kulit terdiri atas banyak proses panjang, dan garis besarnya dibagi 3 proses utama yaitu proses awal (beam house atau proses rumah basah), proses penyamakan, dan finishing. Proses awal terdiri atas perendaman (untuk mengembalikan kadar air yang hilang selama proses pengeringan sebelumnya, kulit basah lebih mudah bereaksi dengan bahan kimia penyamak, membersihkan dari sisa kotoran, darah, garam yang masih melekat pada kulit), pengapuran (membengkakan kulit untuk melepas sisa daging, menyabunkan lemak pada kulit, pembuangan sisik, pembuangan daging, pembuangan kapur (deliming) (untuk menghilangkan kapur dan menetralkan kulit dari suasana basa, menghindari pengerutan kulit, menghindari timbulnya endapan kapur), pengikisan protein, pengasaman (pickle) (untuk memberikan suasana asam pada kulit sehingga lebih sesuai dengan senyawa penyamak dan kulit lebih tahan terhadap seranga bakteri pembusuk).[15]
Sesuai dengan jenis kulit, tahapan proses penyamakan bisa berbeda. Kulit dibagi atas 2 golongan yaitu hide (untuk kulit berasal dari binatang besar seperti kulit sapi, kerbau, kuda dll), dan skin (untuk kulit domba, kambing, reptil dll).Jenis zat penyamak yang digunakan mempengaruhi hasil akhir yang diperoleh.Penyamak nabati (tanin) memberikan warna coklat muda atau kemerahan, bersifat agak kaku tetapi empuk, kurang tahan terhadap panas.Penyamak mineral paling umum menggunakan krom.Penyamak krom menghasilkan kulit yang lebih lemas, lebih tahan terhadap panas. Lewat proses penyamakan, dilakukan proses pemeraman yaitu menumpuk atau menggantung kulit selama 1 malam dengan tujuan untuk menyempurnakan reaksi antara molekul bahan penyamak dengan kulit[16].
Proses penyelesaian (finishing) menentukan kualitas hasil akhir (leather). Terdiri atas beberapa tahapan proses yang bervariasi sesuai dengan jenis kulit, bahan penyamak yang digunakan, dan kualitas akhir yang diinginkan. Proses finishingakan membentuk sifat-sifat khas pada kulit seperti kelenturan, kepadatan, dan warna kulit. Proses perataan (setting out) bertujuan untuk menghilangkan lipatan-lipatan yang terbentuk selama proses sebelumnya dan mengusahakan terciptanya luasan kulit yang maksimal. proses perataan sekaligus juga akan mengurangi kadar air karena kandungan air dalam kulit akan terdorong keluar (striking out). Beberapa proses lanjutan lainnya adalah pengeringan (mengurangi kadar air kulit sampai batas standar biasanya 18 – 20 %), pelembaban (menaikkan kandungan air bebas dalam kulit untuk persiapan perlakuan fisik di proses selanjutnya), pelemasan (melemaskan kulit dan mengembalikan kerutan-kerutan sehingga luasan kulit menjadi normal kembali), pementangan (untuk menambah luasnya kulit), pengampelasan (untuk menghaluskan permukaan kulit). Kulit samakan bisa dicat untuk memperindah tampilan kulit.[17]


BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.    Waktu dan tempat
Waktu dan tempat dilaksanakan praktikum ini adalah sebagai berikut:
Hari/ Tanggal                    : Sabtu, 11 Januari 2014
Pukul                                 : 14.00 – 16.00 WITA
Tempat                              : Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas
Peternakn Universitas Hasanuddin Makassar.
B.     Alat dan bahan
1.      Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah CD- Shear force, ember, filtEr paper press, kertas kalkir, kertas saring, papan kayu, papan pengalas, pengaduk kayu, Ph  meter, pisau kecil, plastik klip, planimeter, sarung tangan, stopwatch dan water bath.
2.      Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalahgaram tekhnis, HCL, kapas halus, kapur, NaOH 0,25 N, Natrium Arsenat, tali raffia dan tissue.

C.      Prosedur Kerja
1.    Daging
1.    Uji Water Holding Capacity (WHC)/ Daya Ikat Air (DIA) Daging Serta Kadar Air Daging (KAD).
1)   Menimbang sampel sebanyak 0,3 gram
2)   Membungkus sampel dengan kertas saring
3)   Mempress sampel yang telah dibungkus diantara 2 plat dengan beban 35 kg selama 5 menit menggunakan alat modifikasi filter paper press.
4)   Meletakkan kertas saring dibawah kertas kalkir, kemudian menghitung pola pada kertas kalkir dengan menggunakan alat planimeter dengan rumus :
a. Luas area basah (cm2) = luas area total – luas area daging (D)
b. Nilai kadar air daging (KAD) (mg H2O)
    KAD (mg H2O) = Luas area basah (cm2) – 8,0
                                              0,0948
c. Nilai WHC/WHB/DIA (%)
     WHC/WHB/DIA (%) = Dx 100
 T
2.    Uji Cooking Loss (CL) Atau Susut Masak (SM)
1)   Memotong sampel daging seberat 20 kg berbentuk balok ukuran penampang 2 x 3 cm dengan arah serabut otot sjajar dengan ujung sampel.
2)   Memasukkan sampel ke dalam kantong plastic klip yang telah diberi label.
3)   Memanaskan sampel dalam water bath dengan temperature dan lama pemasakan tertentu.
4)   Menggangkat kantong plastik dan mengguyur dengan air dingin, setelah dingi sampel dikeringkan dengan tissue tanpa tekanan.
5)   Menimbang sampel setelah pemasakan.
6)   Menghitung nilai CL/SM dengan rumus :
CL  = berat sebelum dimasak-berat setelah dimasakx 100%
                    SM (%)   berat sebelumdimasak
3.    Uji Daya Putus Daging (DPD) Atau Keempukan (Tenderness)
1)   Mengambil sampel dari hasil pengukuran pada uji CL/SM, dibentuk dengan model silinder pada alat pemutus serat daging.
2)   Memasukkan sampel pada lubang dengan arah sejajar pada serat daging.
3)   Menarik tuas alat ke bawah dan memeotong tegak lurus terhadap serat daging.
4)   Menghitung nilai DPD dengan rumus :
DPD (kg/Cm2) = A
  L
2.    Kulit
a)    Metode pengeringan yang diberi racun
1)   Membersihkan kulit mentah dengan menghilangkan lemak-lemaknya.
2)   Merendam ke dalam cairan Natrium Arsenat 0,5% selama 5-10 menit.
3)   Menggangkat kulit lalu di pentang dan siap untuk dikeringkan di bawah sinar matahari.
b)   Metode kombinasi pengeringan dan penggaraman
1)   Merendam kulit yang telah bersih selama 1-2 hari dalam larutan garam jenuh sebanyak 100 gram garam murni atau 300 gram garam teknis dan kemudian melarutkna ke dalam 1 liter air.
2)   Menggangkant kulit dan selanjutkan mengeringkan seperti pada cara metode pertama.
c)    Metode penggaraman dengan garam basah
1)   Merendam kulit yang telah bersih dari lemak dengan cara metode kedua.
2)   Kulit yang telah direndam tidak dikeringkan, melainkan memiringkan pada lantai berkisar 15-20 derajat umtuk mempermudah proses pelepasan air.
3)   Pada saat penyimpanan daapat pula menambahkan garam pada bagian pinggir kulit untuk mencegah pembusukkan pada kulit.
d)   Metode pengawetan dengan asam
pada metode ini tahap awalnya yaitu dengan perendaman dalam air, pengapuran, buang kapur, pengikisan protein, dan pengasaman.


3. Sarkomer
           a. Mengambil daging dengan kuran masing-masingn 1x1x1,5 cm atau
                bentuk balok membujur arah barat. Merendam (menambahkan) 5%
                Glutaraldehyde (Buffer A) selama 4 jam kulkas.
            b. Mengganti Buffer A dengan Buffer B selama semalaman (20) jam
                dalam suhu 40C atau disimpan di dalam kulkas.
            c. Memblender dengan waring blender (mata pisau yang tidak tajam)
                 dalam Buffer B atau Aquades 0,9% NaCl sampai halus.
d. Memipet cairan yang mengandung serat, memindahkan ke objek glass
bersama dengan cairannya. Menutup dengan cover glass lalu
mengamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x
(menggunakan minyak imersi).
 e. Melakukan pengambilan gambar. Setelah itudi lakukan pengukuran
panjang sarkomer yang ada pada gambar. 


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hail Pengamatan
1. Hasil Percobaan Pada Daging
No
Hasil Penelitian Uji  Kualitas
Waktu
Waktu
KAD
Cl
DPD
1
5 Menit
20
7,75
-
-
2
5 Menit
41,39
-0,45
2,53
Setelah dimasak 0,48
3
15 Menit
-
-
6,31
Setelah dimasak 2,63
4
-
-
-
-
Sebelum dimasak
Sampel 1 : 1,96
Sampel 2 : 1,10
Sumber: Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas PeternakanUniversitas
Hasanuddin Makassar 2014
2. Hasil Percobaan Sarkomer
     a. Otot (organ)





b. Fascicle (bagian dari otot)







c. Serat otot (sel)















d. Myofibril











e. Peta Daging








Sumber: Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Ilmu Peternakan
Universitas Hasanuddin 2014.

c. Hasil Percobaan Kulit







Sumber: Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Ilmu Peternakan Universitas
Hasanuddin 2014.    
B. Pembahasan
1. Daging
Pada pengujian daging, hasil uji menunjukkan bahwa pada waktu pemanasan selama 5 menit hasilnya 20 waktu, KADnya 7,75, CL tidak ada dan DPD tidak ada, pada waktu pemanasan 5 menit hasilnya 41,39 waktu KADnya 0,45, CL 2,53 dan DPD setelah dimasak 0,48, pada waktu pemanasan 15 menit hasilnya tidak ada, waktu tidak ada, KAD tidak ada, CL tidak ada dan setelah dimasak 2,63 dan setelah pemanasan sampel 1 : 1,96 dan sampel 2 :1,10.
Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Suharyanto menyatakan bahwa Daya ikat air oleh protein daging dalam bahasa asing disebut sebagai Water Holding Capacity (WHC), didefinisikan sebagai kemampuan daging untuk menahan airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan. Daging juga mempunyai kemampuan untuk menyerap air secara spontan dari lingkungan yang mengandung cairan (water absorption). Denaturasi protein tidak akan mempengaruhi perubahan molekul pada air terikat (lapisan pertama dan kedua), sedang air bebas yang berada diantara molekul akan menurun pada saat protein daging mengalami denaturasi.
2. Sarkomer
Hasil pengamatan pada paktikum pengujian fisik kualitas daging menunjukkan nilai yang sampel yang  berbeda. Dimana kandungan jaringan ikatnya bnyak, warna otot merah, tekstur otot sedang dan biji daging merah tidak jeas. Selain itu pada karakteristik daging masak berwarna merah pucat dengan biji daging yang jelas. Berat daging sebelum dimasak 1,96 g dan sesudah dimasak 0,48 g dengan persentase susuk masak 0,075%.
Menurut Khosman (2004), hal ini tidak menunjukkan hasil yang jauh berbeda dengan pengamatan praktikum. Adanya perbedaan ini disebabkan karena berbedanya kandungan glikogen yang ada di setiap otot.Daya mengikat air atau water holding capacity (WHC) merupakan kemampuan daging untuk mengikat airnya.Hasil pengamatan pada uji daya mengikat air pada tiap daging, meninjukkan hasil yang bebeda. Perbedaan DMA ini antara lain disebabkan oleh perbedaan jumlah asam laktat yang dihasilkan, sehingga pH di antara dan di dalam otot berbeda. Fungsi atau gerakan otot yang berbeda juga ikut mempengaruhi perbedaan DMA karena perbedaan jumlah glikogen yang menentukan besarnya pembentukan asam laktat dan penurunan pH bervariasi. Laju penurunan pH otot yang cepat akan mengakibatkan DMA menjadi rendah (Soeparno, 2005). Oleh karena itu semakin rendah persentase DMA dari sampel daging maka semakin tinggi kandungan H2O dari daging tersebut.
Susut masak merupakan perbedaan (selisih) bobot awal dengan bobot akhir setelah dimasak. Susut masak pada daging yang diamati adalah 40,31%, 40,21%, dan 42,6%. Soeparno (1994), menyatakan bahwa pada umumnya nilai susut masak daging sapi bervariasi antara 1,5–54,5% dengan kisaran 15–40%.
       3. Kulit
Berdasarkan data pada tabel diatas dapat diketahui bahwa bulu pada kulit kambing hasil samak menjadi padat dengan bernilai 4.Hal ini terjadi karena adanya penambahan tanin dari ekstrak daun jonga – jonga sehingga bulu kulit kambing menjadi lebih padat. Hal ini sesuai pendapat Lukman (2013) dalam Romadona (2012) bahwa pada tahap penyamakan ulang menggunakan nabati, maka molekul tanin akan mengisi ruang yang kosong diantara rantai kolagen hingga maksimal, sehingga dihasilkah kulit samak yang padat dan berisi.
Dari segi kerontokan atau kekuatan bulu pada kulit kambing yang sudah disamak bersifat kuat dan tidak ada bulu yang lepas saat ditarik, hal ini dapat disebabkan karena efektifnya proses perendaman. Air yang digunakan selama perendaman adalah air yang kesadahannya rendah.Hal ini didukung oleh pendapat Isoparmo (2012) bahwa kualitas baik kulit samak memiliki karakteristik lemasnya merata, tidak berbau busuk, tidak licin dan bulunya tidak ada yang lepas.
Pada penampilan fur kulit kambing yang sudah disamak tampak menarik dengan nilai 4, menariknya kulit samak disebabkan karena adanya penambahan larutan asam sulfat (H2SO4) sebanyak 12 %. Hal ini didukung oleh pendapat Lukman (2013) dalam Romadona (2012) bahwaproses pengasaman bertujuan untuk menyiapkan kulit dalam kondisi asam (pH 2,5–3), hal ini dilakukan dengan hati-hati karena bahan kimia yang digunakan berupa asam kuat (H2SO4) yang sangat berbahaya baik terhadap pelaksanaannya maupun terhadap kulit sendiri, dengan pengasaman ini kulit akan tampak bersih dan cemerlang.
Dari segi kelemasan kulit kambing samak bernilai 3 yang artinya cukup lemas.Kelemasan kulit hasil samak dipengaruhi oleh jenis penyamak yang digunakan. Penyamakan dengan bahan nabati (tanin) akan menghasilkan kulit samak yang kurang lemas (kaku), sedangkan bila menggunakan krom dalam penyamakan akan membuat kulit lebih lemas. Hal ini sesuai dengan pendapat  Lukman (2013) dalam Romadona (2012) bahwapenyamak nabati (tannin) memberikan warna coklat muda atau kemerahan, bersifat agak kaku tapi empuk, kurang tahan terhadap panas, sedangkan penyamak mineral paling umum menggunakan krom. Penyamakan krom menghasilkan kulit yang lebih lembut/ lemes, dan lebih tahan terhadap panas.
Berdasarkan data pada tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa nilai rendemen yang diperoleh dari penimbangan berat kulit sebelum pengolahan dan setelah pengolahan dengan penyamakan yaitu 54,802 %, ini membuktikan bahwa metode penyamak efektif dapat mengoptimalkan suatu produk dengan baik.Hal ini diperkuat oleh pendapat Winarno (1997) dalam Indarmono (1987) menyatakan bahwa nilai rendemen merupakan indikator untuk mengetahui efektif tidaknya metode yang diterapkan pada suatu penelitian, khususnya tentang optimalitasnya dalam menghasilkan suatu produk.Semakin tinggi nilai rendemen berarti perlakuan yang diterapkan pada penelitian tersebut semakin efektif.




BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum ini yaitu:
1. Mengetahui jenis-jenis alat dan bahan yang digunakan untuk menentukan
nilai DPD, KAD, WHC, CL dan pH yaitu CD-ShearForce, timbangan
analitik, water bath, pH mater, dan filter paper press.
2. Teknik yang dugunakan dalam pengambilan sampel yaitu dengan
menggunakan uji Water Holding Capacity (WHC), uji Cooking Loss (CL),
dan uji Daya Putus Daging (DPD). Serta untuk menghitung nilainya yaitu
menggunakan rumus WHC, CL, dan DPD.
3. Mengetahui komponen penyusun dari otot.
4. Mengetahui perubahan yang terjadi setelah otot mengalami pemasakan
    berdasarkan pemsakan yaitu 5 menit dengan DPD 0,48 dan waktu 15 menit
    dengan DPD 2,63.
5. Mengetahui menghubungkan susut masak dengan nilai gizi daging.
6. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan penurunan kualitas kulit
    selama penyimpanan dan mengetahui teknik pengawetan kulit.




B.     Saran
Adapun saran yang dapat saya sampaikan pada praktikum ini adalah kebutuhan air dalam laboratorium dapat terpenuhi untuk praktikum selanjutnya agar kami tidak kewalahan untuk membersihkan alat yang sudah digunakan.



                                    [1]Soeparno. 1992. Teknologi Pengawasan Daging. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor,
Bogor.
[2] Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
                                                    [3]Suharyanto, 2007.Kuliah Dasar Teknologi Hasil Ternak.http://suharyanto.wordpress.
com. (Diakses 17Januari 2014).

                                                    [4]Ibid
[5] Indarmono, T. P. 1987. Pengaruh lama pelayuan dan jenis daging karkas serta jumlah es yang ditambahkan ke dalam adonan fisikokimia bakso sapi.Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
[8]Anonim. 2010. Nilai ph daging .http://higiene-pangan.blogspot.com/2010/01/nilai-daging.html. (15 Januari 2014).
[9]Ibid.
[10]Anonim. 2011. Nilai keempukan.http://elvirasyamsir.staff.ipb.ac.id/karakteristik-mutu-daging/. (Diakses 15 Januari 2014).
[11]Lukman, Denny W. Nilai pH Daging (1).http://higiene-pangan.blogspot.com.
 (Diakses 17Januari 2014).
[12] Khosman, Ali, Prof. Dr. Ir. 2004. Pangandan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
[13]Ibid
[14]Anonim.2009Menyulap Kulit Jadi Duit “Penyamakan Kulit”. http: //bisnisukm. com/ menyulap-kulit-jadi-duit-penyamakan-kulit. html. (Diakses 17 Januari 2014).
[15]Ibid
[16]Isaparmo. 2012. Jenis-Jenis Bahan Jaket Kulit. http: //www. jaketkulitonline. biz/ 2012_01_01_archive. html. (Diakses 17 Januari 2014).
[17]Romadona, Doni. 2012. Industri Penyamakan kulit Sapi.http: //dony-romadona. blogspot. com/ 2012/ 11/ industri- penyamakan- kulit- sapi _7053. html. (Diakses 17 Januari 2014).



 
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2009Menyulap Kulit Jadi Duit “Penyamakan Kulit”. http: //bisnisukm.
2014.
mutu-daging/. Diakses 15 Januari 2014.

Januari 2014.
2014.

Indarmono, T. P. 1987. Pengaruh lama pelayuan dan jenis daging karkas serta
jumlah es yang ditambahkan ke dalam adonan fisikokimia bakso sapi.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Isaparmo.2012.Jenis-Jenis Bahan Jaket Kulit. http: //www. Jaketkulit online. biz/ 2012_01_01_archive. html. Diakses 17 Januari 2014.

Khosman, Ali, Prof. Dr. Ir. 2004. Pangandan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.

Lukman, Denny W. Nilai pH Daging.2013. http://higiene-pangan.blogspot.com.
Diakses 117Januari 2014.

Romadona, Doni. 2012. Industri Penyamakan kulit Sapi.http: //dony-romadona.
Diakses 17 Januari 2014.

Suharyanto, 2007.Kuliah Dasar Teknologi HasilTernak.http://suharyanto.
wordpress.com.Diakses 15 Januari 2014.

Soeparno. 1992. Teknologi Pengawasan Daging. Fakultas Teknologi Pertanian
Bogor, Bogor.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama :Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar