Pendahuluan
Faktor
lingkungan yang berpengaruh langsung pada kehidupan ternak adalah iklim. Iklim
merupakan faktor yang menentukan ciri khas dari seekor ternak. Ternak yang
hidup di daerah yang beriklim tropis berbeda dengan ternak yang hidup di daerah
subtropis. Namun hal tersebut dapat diatasi misalnya di beberapa negara tropis,
Air Condition (AC) digunakan dalam beternak untuk mengendalikan atau
menyesuaikan suhu di lingkungan sekitar ternak yang berasal dari daerah
subtropis, sehingga ternak tersebut dapat berproduksi dengan normal.
Tujuan
penyusunan makalah ini adalah untuk membahas lebih lanjut tentang iklim yang merupakan
hal terpenting dalam penentuan kerja status fisiologi dari ternak terutama pada
produktivitasnya. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah pembaca dapat
memahami pengaruh iklim dan unsur-unsur lain seperti suhu dan kelembaban yang
dapat mempengaruhi fisiologis ternak.
Iklim
Iklim
merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh langsung terhadap
ternak juga berpengaruh tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap faktor
lingkungan yang lain. Selain itu berbeda dengan faktor lingkungan yang lain
seperti pakan dan kesehatan, iklim tidak dapat diatur atau dikuasai sepenuhnya
oleh manusia. Untuk memperoleh produktivitas ternak yang efisien, manusia harus
“menyesuaikan“ dengan iklim setempat. Iklim yang cocok untuk daerah peternakan
adalah pada klimat semi-arid. Daerah dengan klimat ini ditandai dengan kondisi
musim yang ekstrim, dengan curah hujan rendah secara relatif dan musim kering
yang panjang. Fluktuasi temperatur diavual dan musim sangat besar, lengas udara
sepanjang tahun kebanyakan sangat rendah dan terdapat intensitas radiasi solar
yang tinggi karena atmosfir yang kering dan langit yang cerah. Meskipun curah
hujan keseluruhan berkisar antara 254 sampai 508 mm, hujan dapat turun lebih
lebatt meskipun kejadian itu sangat jarang.
Iklim yang ada diberbagai daerah tidaklah sama, melainkan bervariasi tergantung dari faktor-faktor yang tak dapat dikendalikan (tetap) seperti altitude (letak daerah dari ekuator, distribusi daratan dan air, tanah dan topografinya) dan latitude (ketinggian tempat) dan faktor-faktor tidak tetap (variabel) seperti aliran air laut, angin, curah hujan, drainase dan vegetasi.
Iklim yang ada diberbagai daerah tidaklah sama, melainkan bervariasi tergantung dari faktor-faktor yang tak dapat dikendalikan (tetap) seperti altitude (letak daerah dari ekuator, distribusi daratan dan air, tanah dan topografinya) dan latitude (ketinggian tempat) dan faktor-faktor tidak tetap (variabel) seperti aliran air laut, angin, curah hujan, drainase dan vegetasi.
Temperatur Lingkungan
Lingkungan
dapat diklasifikasikan dalam dua komponen, yaitu :
(1) Abiotik : semua faktor fisik
dan kimia
(2) Biotik : semua interaksi di antara
(perwujudan) makanan, air, predasi, penyakit serta interaksi sosial dan
seksual.
Faktor lingkungan abiotik adalah faktor
yang paling berperan dalam menyebabkan stres fisiologis (Yousef dalam Sientje,
2003).. Komponen lingkungan abiotik utama yang pengaruhnya nyata terhadap
ternak adalah temperatur, kelembaban (Yousef ; Chantalakhana dan Skunmun dalam
Sientje, 2003), curah hujan, angin dan radiasi matahari (Yousef ; Cole and
Brander dalam Sientje, 2003).
Temperatur
lingkungan adalah ukuran dari intensitas panas dalam unit standar dan biasanya
diekspresikan dalam skala derajat celsius (Yousef dalam Sientje, 2003). Secara
umum, temperatur udara adalah faktor bioklimat tunggal yang penting dalam
lingkungan fisik ternak. Supaya ternak dapat hidup nyaman dan proses fisiologi
dapat berfungsi normal, dibutuhkan temperatur lingkungan yang sesuai. Banyak
species ternak membutuhkan temperatur nyaman 13 – 18 oC
(Chantalakhana dan Skunmun, dalam Sientje, 2003) atau Temperature Humidity
Index (THI) < 72 (Davidson, et al. dalam Sientje, 2003).
Setiap
hewan mempunyai kisaran temperatur lingkungan yang paling sesuai yang disebut
Comfort Zone. Temperatur lingkungan yang paling sesuai bagi kehidupan ternak di
daerah tropik adalah 10°C-27°C (50°F-80°F). Sedangkan keadaan lingkungan yang
ideal untuk ternak di daerah sub tropis (sapi perah) adalah pada temperatur
antara 30°F-60°F dan dengan kelembaban rendah. Selain itu, sapi FH maupun PFH
memerlukan persyaratan iklim dengan ketinggian tempat ± 1000 m dari permukaan
laut, suhu berkisar antara 15°- 21°C dan kelembaban udaranya diatas 55 persen.
Kenaikan temperatur udara di atas 60°F relatif mempunyai sedikit efek terhadap
produksi.
KelembabanLingkungan
Kelembaban
adalah jumlah uap air dalam udara. Kelembaban udara penting, karena
mempengaruhi kecepatan kehilangan panas dari ternak. Kelembaban dapat menjadi
kontrol dari evaporasi kehilangan panas melalui kulit dan saluran pernafasan
(Chantalakhana dan Skunmun dalam
Sientje, 2003).
Kelembaban biasanya diekspresikan sebagai kelembaban
relatif (Relative Humidity = RH) dalam persentase yaitu ratio dari mol persen
fraksi uap air dalam volume udara terhadap mol persen fraksi kejenuhan udara
pada temperatur dan tekanan yang sama (Yousef dalam Sientje, 2003). Pada saat
kelembaban tinggi, evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan panas terbatas
dan dengan demikian mempengaruhi keseimbangan termal ternak (Chantalakhana dan
Skunmun dalam Sientje, 2003)..
Iklim
di indonesia adalah Super Humid atau panas basah yaitu klimat yang ditandai
dengan panas yang konstan, hujan dan kelembaban yang terus menerus. Temperatur
udara berkisar antara 21.11°C-37.77°C dengan kelembaban relatir 55-100 persen.
Suhu dan kelembaban udara yang tinggi akan menyebabkan stress pada ternak
sehingga suhu tubuh, respirasi dan denyut jantung meningkat, serta konsumsi
pakan menurun, akhirnya menyebabkan produktivitas ternak rendah. Selain itu
berbeda dengan factor lingkungan yang lain seperti pakan dan kesehatan, maka
iklim tidak dapat diatur atau dikuasai sepenuhnya oleh manusia.
Curah Hujan
Selama musim
hujan, rata-rata temperatur udara lebih rendah, sedangkan kelembaban tinggi
dibanding pada musim panas. Jumlah dan pola curah hujan adalah faktor penting
untuk produksi tanaman dan dapat dimanfaatkan untuk suplai makanan bagi ternak.
Curah
hujan bersama temperatur dan kelembaban berhubungan dengan masalah penyakit
ternak serta parasit internal dan eksternal. Curah hujan dan angin juga dapat
menjadi petunjuk orientasi perkandangan ternak (Chantalakhana dan Skunmun dalam
Sientje, 2003)..
Angin
Menurut Yousef dalam Sientje (2003)
angin diturunkan oleh pola tekanan yang luas dalam atmosfir yang
berhubungan dengan sumber panas atau daerah panas dan dingin pada
atmosfir. Kecepatan angin selalu diukur pada ketinggian tempat ternak
berada. Hal ini penting karena transfer panas melalui konveksi
dan evaporasi di antara ternak dan lingkungannya dipengaruhi oleh kecepatan
angin.
Radiasi Matahari
Menurut Yousef dalam Sientje (2003), Radiasi
matahari dalam suatu lingkungan berasal dari dua sumber utama :
(1)
Temperatur matahari yang tinggi
(2)
Radiasi termal dari tanah, pohon, awan dan atmosfir
Petunjuk variasi dan
kecepatan radiasi matahari, penting untuk mendesain perkandangan ternak, karena
dapat mempengaruhi proses fisiologi ternak (Cole and Brander, dalam Sientje, 2003).
Lingkungan termal adalah ruang empat dimensi yang
sesuai ditempati ternak.. Mamalia dapat bertahan hidup dan berkembang pada
suatu lingkungan termal yang tidak disukai, tergantung pada kemampuan ternak
itu sendiri dalam menggunakan mekanisme fisiologis dan tingkah laku secara
efisien untuk mempertahankan keseimbangan panas di antara tubuhnya dan
lingkungan (Yousef, dalam
Sientje, 2003).
Produksi panas, Kehilangan Panas, dan Daya Tahan
Panas
Mamalia termasuk di dalamnya sapi perah, temperatur
tubuhnya dikontrol pada level konstan. Hal itu dilakukan dengan termoregulasi.
Kondisi khusus ini disebut homoitermis, untuk memelihara proses fisiologis
tubuh agar tetap optimum (Sturkie, dalam Sientje, 2003).
Homoitermis dapat terjaga dikarenakan keseimbangan sensitif di antara produksi
panas (Heat Production = HP) dan kehilangan panas (Heat Loss = HL).
Produksi panas tubuh ternak diukur dengan kalorimetri
langsung dan tidak langsung. Sedangkan kehilangan panas diketahui melalui
kehilangan non evaporasi dan evaporasi (Yousef dalam Sientje, 2003).
Penerapan
ternak di daerah yang iklimnya sesuai akan menunjang dihasilkannya produksi
secara optimal. Salah satu unsur penentu iklim adalah suhu lingkungan. Bagi
sapi potong yang mempunyai suhu tubuh optimum 38.33°C, suhu lingkungan 25°C
dapat menyebabkan peningkatan rata pernafasan, suhu rektal dan pengeluaran
keringat, yang semuanya merupakan manifestasi tubuh untuk mempertahankan diri
dari cekaman panas. Semakin banyak jumlah keringat yang dikeluarkan, hewan
makin tidak tahan terhadap cekaman panas.
Menghitung RH-Tbk-Tbb
Kelembaban
udara ditentukan oleh jumlah uap air yang terkandung di dalam udara. Total
massa uap air per satuan volume udara disebut sebagai kelembaban absolut
(absolute humidity, umumnya dinyatakan dalam satuan kg/m3). Perbandingan antara
massa uap air dengan massa udara lembab dalam satuan volume udara tertentu
disebut sebagai kelembaban spesifik (spesifik humidity, umumnya dinyatakan
dalam satuan g/kg). Massa udara lembab adalah tital massa dari seluruh gas-gas
atmosfer yang terkandung, termasuk uap air, jika massa uap air tidak diikutkan,
maka disebut sebagai massa udara kering (dry air). Data klimatologi untuk
kelembaban udara yang umum dilaporkan adalah kelembaban relatif (relative
humidity, disingkat RH). Kelembaban relatif adalah perbandingan antara tekanan
uap air aktual (yang terukur) dengan tekanan uap air pada kondisi jenuh.
Umumnya dinyatakan dalam persen. RH = [PA/Pg] x 100%
Di mana: PA = tekanan uap air actual Pg = tekanan uap air pada kondisi jenuh
Di mana: PA = tekanan uap air actual Pg = tekanan uap air pada kondisi jenuh
Fisiologis Ternak
Fisiologis
ternak meliputi suhu tubuh, respirasi dan denyut jantung. Suhu tubuh hewan
homeotermi merupakan hasil keseimbangan dari panas yang diterima dan
dikeluarkan oleh tubuh. Dalam keadaan normal suhu tubuh ternak sejenis dapat
bervariasi karena adanya perbedaan umur, jenis kelamin, iklim, panjang hari,
suhu lingkungan, aktivitas, pakan, aktivitas pencernaan dan jumlah air yang
diminum. Suhu normal adalah panas tubuh dalam zone thermoneutral pada aktivitas
tubuh terendah. Variasi normal suhu tubuh akan berkurang bila mekanisme
thermoregulasi telah bekerja sempurna dan hewan telah dewasa. Salah satu cara
untuk memperoleh gambaran suhu tubuh adalah dengan melihat suhu rectal dengan
pertimbangan bahwa rectal merupakan tempat pengukuran terbaik dan dapat mewakili
suhu tubuh secara keseluruhan sehingga dapat disebut sebagai suhu tubuh.
Respirasi adalah proses pertukaran gas sebagai suatu rangkaian kegiatan fisik
dan kimis dalam tubuh organisme dalam lingkungan sekitarnya. Oksigen diambil
dari udara sebagai bahan yang dibutuhkan jaringan tubuh dalam proses
metabolisme. Frekuensi respirasi bervariasi tergantung antara lain dari besar
badan, umur, aktivitas tubuh, kelelahan dan penuh tidaknya rumen. Kecepatan
respirasi meningkat sebanding dengan meningkatnya suhu lingkungan. Meningkatnya
frekuensi respirasi menunjukkan meningkatnya mekanisme tubuh untuk
mempertahankan keseimbangan fisiologik dalam tubuh hewan. Kelembaban udara yang
tinggi disertai suhu udara yang tinggi menyebabkan meningkatnya frekuensi
respirasi. Frekuensi denyut nadi dapat dideteksi melalui denyut jantung yang
dirambatakan pada dinding rongga dada atau pada pembuluh nadinya. Frekuensi
denyut nadi bervariasi tergantung dari jenis hewan, umur, kesehatan dan suhu
lingkungan. Disebutkan pula bahwa hewan muda mempunyai denyut nadi yang lebih
frekuen daripada hewan tua. Pada suhu lingkungan tinggi, denyut nadi meningkat.
Peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan respirasi yang menyebabkan
meningkatnya aktivitas otot-otot respirasi, sehingga dibutuhkan darah lebih
banyak untuk mensuplai O2 dan nutrient melalui peningkatan aliran darah dengan
jalan peningkatan denyut nadi. Bila terjadi cekaman panas akibat temperatur
lingkungan yang tinggi maka frekuensi pulsus ternak akan meningkat, hal ini
berhubungan dengan peningkatan frekuensi respirasi yang menyebabkan
meningkatnya aktivitas otot-otot respirasi, sehingga memepercepat pemompaan
darah ke permukaan tubuh dan selanjutnya akan terjadi pelepasan panas tubuh.
Frekuensi Pulsus sapi dalam keadaan normal adalah 54-84 kali per menit atau
40-60 kali per menit dan sapi muda 80-90 kali per menit.
Zona Temperatur
Netral
Zona temperatur netral atau zona termonetral
(ZTN) adalah zona yang relatif terbatas dari temperatur lingkungan yang efektif
dalam memproduksi panas minimal dari ternak (Curtis dalam Sientje, 2003). ZTN disebut
juga profil termonetral atau zona nyaman atau zona termopreferendum (Yousef dalam Sientje, 2003). Pada zona
ini, tidak ada perubahan dalam produksi panas dan temperatur tubuh dapat
dikontrol oleh adanya perubahan kecil dalam konduksi ternak melalui variasi
tubuh, aliran darah dari pusat ke periferi atau peningkatan keringat (Sturkie dalam Sientje, 2003).
Pada temperatur di bawah ZTN, ternak akan meminimalkan
semua jalur pengeluaran panas dan meningkatkan produksi panas. Pada temperatur di atas ZTN ternak
akan memaksimalkan pengeluaran panas (Yousef dalam Sientje, 2003).
Stres
Stres
adalah respon fisiologi, biokimia dan tingkah laku ternak terhadap variasi
faktor fisik, kimia dan biologis lingkungan (Yousef dalam Sientje, 2003).
Dengan kata lain, stres terjadi apabila terjadi perubahan lingkungan yang ekstrim,
seperti peningkatan temperatur lingkungan atau ketika toleransi ternak terhadap
lingkungan menjadi rendah (Curtis dalam Sientje, 2003). Stres panas terjadi apabila temperatur
lingkungan berubah menjadi lebih tinggi di atas ZTN (upper critical temperature).
Pada kondisi ini, toleransi ternak terhadap lingkungan menjadi rendah atau
menurun, sehingga ternak mengalami cekaman (Yousef dalam Sientje, 2003). Stres
panas ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, reproduksi dan laktasi sapi
perah termasuk di dalamnya pengaruh terhadap hormonal, produksi susu dan
komposisi susu (Mc Dowell dalam Sientje, 2003).
Efek Terhadap Hormonal
Temperatur berhubungan dengan fungsi kelenjar
endokrin. Stres panas memberikan pengaruh yang besar terhadap sistem endokrin ternak
disebabkan perubahan dalam metabolisme (Anderson dalam Sientje, 2003).
Ternak yang mengalami stres panas akibat meningkatnya
temperatur lingkungan, fungsi kelenjar tiroidnya akan terganggu. Hal ini akan mempengaruhi selera
makan dan penampilan (MC Dowell dalam Sientje, 2003). Stres panas kronik juga
menyebabkan penurunan konsentrasi growth hormone dan glukokortikoid. Pengurangan
konsentrasi hormon ini, berhubungan dengan pengurangan laju metabolik selama
stres panas. Selain itu, selama stres panas konsentrasi prolaktin meningkat dan
diduga meningkatkan metabolisme air dan elektrolit. Hal ini akan mempengaruhi
hormon aldosteron yang berhubungan dengan metabolisme elektrolit tersebut. Pada
ternak yang menderita stres panas, kalium yang disekresikan melalui keringat
tinggi menyebabkan pengurangan konsentrasi aldosteron (Anderson dalam Sientje, 2003).
Strategi pengurangan stres panas
Stres panas harus ditangani dengan serius, agar tidak
memberikan pengaruh negatif yang lebih besar. Beberapa strategi yang digunakan
untuk mengurangi stres panas dan telah memberikan hasil positif adalah :
1.
Perbaikan sumber pakan/ransum, dalam
hal ini keseimbangan energi,
protein,
mineral dan vitamin
2.
Perbaikan genetik untuk mendapatkan
breed yang tahan panas
3.
Perbaikan konstruksi kandang,
pemberian naungan pohon dan
mengkontinyu
kan suplai air
4.
Penggunaan naungan, penyemprotan air
dan penggunaan kipas angin serta kombinasinya
Kesimpulan
Kesimpulan
dari materi yang dibahas diatas adalah: (1)Lingkungan berpengaruh besar
terhadap sifat genetik ternak; (2) Penerapan ternak di daerah yang iklimnya
sesuai akan menunjang dihasilkannya produksi secara optimal; (3) Suhu dan
kelembaban lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan stress terhadap ternak
sehingga fisiologis ternak tersebut meningkat dan konsumsi pakan menurun,
sehingga produktivitasnya menurun; (4) Suhu tubuh dengan suhu rektal dan suhu
kulit saling berpengaruh karena suhu tubuh di dapat dari kedua suhu tersebut;
(5) Frekuensi pernapasan berpengaruh kepada lingkungan, apabila suhu dan
kelembaban naik maka frekuensi respirasi dan denyut jantung akan meningkat; (6)
Daya tahan terhadap panas dapat dihitung dengan melihat jumlah keringat yang diekskresikan
oleh hewan atau ternak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar