Kamis, 28 November 2013

Tugas Anatomi dan Fister



1. Apa Fungsi Anatomi dalam Peternakan
Peternakan merupakan salah satu dari berbagai bidang yang menyokong kehidupan masyarakat secara umum, selain dari bidang pertanian. Peternakan merupakan lahan yang strategis bagi masyarakat Indonesia apabila mereka mau untuk mengembangkan. Peternakan merupakan bidang yang cocok bagi masyarakat Indonesia karena iklim di Indonesia sangatlah mendukung bagi berkembangnya sector peternakan. Iklim Indonesia yang tropis memungkinkan sebagian ternak bisa berkembang dengan baik karena biasanya ternak tidak terlalu butuh adaptasi yang panjang untuk hidup, karena perbedaan iklimnya tidak terlalu besar.
Oleh karena itu untuk menghasilkan hewan ternak yang unggul, maka dibutuhkan pengetahuan tentang reproduksi  ternak itu, karena reproduksi ternak akan berhubungan dengan perbaikan genetis dari ternak itu. Seperti kita tahu bahwa era globalisasi menuntut para peternak untuk mampu bersaing, jangan malah semakin tenggelam oleh bidang lain. Organ reproduksi betina, organ reproduksi primer, ovaria, menghasilkan ovarium dan hormon-hormon kelamin betina. Organ-organ sekunder  atau saluran reproduksi terdiri dari tuba fallopi (oviduct), uterus, cervix, vagina dan vulva. (De.Secara anatomik alat reproduksi betina terdiri dari gonad atau ovarium, saluran-saluran reproduksi, dan alat kelamin luar.
Ovarium
Berbeda dengan testis, ovarium tertinggal di dalam cavum abdiminalis. Ia mempunyai dwi fungsi, sebagai organ eksokrin yang menghasilkan sel telur (ova) dan sebagai organ endokrin yang mensekresikan hormon kelamin betina (estrogen dan progesteron). Pada sapi dan domba, ovarium berbentuk oval, namun pada kuda berbentuk seperti ginjal karena ada fossa ovulatorus yakni suatu legokan pada pinggir ovarium. Pada babi, ovarium berupa gumpalan anggur, folikel-folikel dan corpora lutea menutupi jaringan-jaringan ovarial di bawahnya. Pada sapi, ovarium bervariasi dalam ukuran panjang, lebar, dan tebal. Umumnya ovarium kanan lebih besar daripada ovarium kiri, karena secara fisiologik lebih aktif.
            Folikel-folikel pada ovarium mencapai kematangan melalui tingkatan perkembangan yaitu folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier (folikel yang sedang tumbuh), dan folikel de Graaf (folikel matang). Folikel primer terdiri dari satu “bakal sel telur” yang pada fase ini disebut oogonium dan selapis sel folikuler kecil. Folikel sekunder berkembang ke arah pusat stroma korteks sewaktu kelompok sel-sel folikuler. Yang memperbanyak diri membentuk suatu lapisan multi seluler sekeliling vitellus. Pada stadium ini terbentuk suatu membran antara oogonium dan sel-sel folikuler, disebut zona pellucida.
            Folikel tersier timbul sewaktu sel-sel pada lapisan folikuler memisahkan diri untuk membentuk lapisan dan sutu rongga (antrum), ke arah oogonium akan menonjol. Antrum dibatasi oleh banyak lapisan sel folikuler yang dikenal secara umum sebagai membrana granulose dan diisi oleh suatu cairan jernih Liquor foliculi yang kaya akan protein dan estrogen.
            Folikel de Graaf adalah folikel matang yang menonjol melalui korteks ke permukaan ovarium bagaikan suatu lepuh. Pertumbuhannya meliputi dua lapis sel stroma korteks yang mengelilingi sel-sel folikuler. Lapisan sel-sel tersebut membentuk theca folliculi yang dapat dibagi atas theca interna yang vascular dan theca externa yang fibrous.




Oviduk
Oviduk atau tuba fallopii merupakan saluran kelamin paling anterior, kecil berliku-liku, dan terasa keras seperti kawat terutama pada pangkalnya. Pada sapi dan kuda, panjang oviduk mencapai 20--30 cm dengan diameter 1,5--3 mm. oviduk tergantung pada mesosalpink. Ia dapat dibagi atas infundibulum dengan fimbriae-nya, ampula, dan isthmus.
            Ujung oviduk dekat ovarium membentang ternganga membentuk suatu struktur berupa corong (infundibulum). Muara infundibulum (ostium abdominale) dikelilingi oleh penonjolan-penonjolan ireguler pada tepi ujung oviduk (fimbriae). Pada saat ovulasi, pembuluh-pembuluh darah pada fimbriae penuh berisi darah yang mengakibatkan pembesaran dan penegangan fimbriae. Penegangan ini diiringi oleh kontraksi otot-otot menyebabkan ostium tuba fallopii mendekati permukaan ovarium untuk menerima ovum matang yang akan dilepaskan.
            Ampula tuba fallopii merupakan setengah dari panjang tuba dan bersambung dengan daerah tuba yang sempit, isthmus. Pada saat ovulasi, ovum disapu ke dalam ujung oviduk yang berfimbrial. Kapasitas sperma, fertilisasi, dan pembelahan embrio terjadi di dalam tuba fallopii. Cairan luminal tuba fallopii merupakan lingkungan yang baik untuk terjadinya fertilisasi dan permulaan perkembangan embrional. Cairan dihasilkan oleh lapisan epitel tuba karena pengaruh hormon ovarial. Pertemuan utero-tubal mengatur pengangkutan sperma dari uterus ke tuba fallopii dan transpor embrio dari tuba ke dalam uterus.
. Uterus
Uterus terdiri dari kornu, korpus, dan serviks. Proporsi relatif masing-masing bagian berbeda-beda antar spesies. Uterus babi tergolong bicornis  dengan kornu yang sangat panjang tetapi korpusnya sangat pendek. Uterus sapi, domba, dan kuda kedua kornu dan korpus uteri yang cukup panjang (paling besar pada kuda).
            Dari segi fisiologik, hanya dua lapisan uterus yang dikenal yaitu endometrium dan miometrium. Endometrium adalah suatu struktur glanduler yang terdiri dari lapisan epitel yang membatasi rongga uterus, lapisan glanduler, dan jaringan ikat. Miometrium merupakan bagian muskuler dinding uterus yang terdiri dari dua lapis otot polos, selapis dalam otot sirkuler, dan selapis luar otot longitudinal yang tipis.
            Permukaan dalam uterus ruminansia mengandung penonjolan-penonjolan seperti cendawan dan tidak berkelenjar, disebut caruncula. Uterus sapi memiliki 70--120 caruncula yang berdiameter 10 cm dan terlihat seperti spon karena banyak lubang-lubang kecil (crypta) yang menerima villi chorionok placental. Villi-villi chorion hanya berkembang pada daerah tertentu pada selubung faetus (cotyledon) yang memasuki caruncula. Cotyledon dan caruncula bersama-sama disebut placentoma. Uterus kuda dan babi tidak mempunyai caruncula.
Vagina
Vagina adalah organ kelamin betina dengan struktur selubung muskuler yang terletak di dalam rongga pelvis, dorsal dari vesica urinaria, dan berfungsi sebagai alat kopulatoris (tempat deposisi semen dan menerima penis), serta sebagai tempat berlalu bagi fetus sewaktu partus. Legokan yang dibentuk oleh penonjolan serviks ke dalam vagina disebut fornix. Himen adalah suatu konstriksi sirkuler antara vagina dan vulva. Himen dapat menetap dalam berbagai derajat pada semua spesies dari suatu pita sentral tipis dan vertikal sampai suatu struktur yang sama sekali tidak tembus (himen imperforata).
            Vagina sapi mempunyai panjang 25,0--30,0 cm dan pada domba 7,5--10,0 cm. pada keduanya ditemukan sisa-sisa saluran Wolfii. Pada kuda, panjangnya 20,0--35,0 cm dan pada babi 7,5--11,5 cm; sisa-sisa saluran Wolfii jarang ditemukan.
Alat kelamin luar
            Alat kelamin luar terbagi atas vestibulum dan vulva. Vulva terdiri dari labia majora, labia minora, commisura dorsalis dan ventralis, serta klitoris. Pertemuan antara vagina dan vestibulum ditandai oleh muara uretra eksterna (orificium urethrae externa). Pada sapi dan babi terdapat kantong buntu disebut diverticulum suburethrae yang terletak pada bagian bawah dari permuaraan uretra. Selama proses partus berlangsung, vestibulum berfungsi untuk tumpuan pertautan bagi seluruh saluran kelamin yang berkontraksi sewaktu mengeluarkan fetus.
            Labia atau bibir vulva secara normal selalu dekat berdampingan, tidak menganga, dan lubang vulva terletak tegak lurus terhadap lantai pelvis. Labia minora adalah bibir yang lebih kecil dengan jaringan ikat di dalamnya dan mengandung kelenjar Sebaceous. Antara celah vulva dan anus terdapat perineum yaitu kulit yang terdiri dari jaringan ikatdan urat daging yang dapat sobek bila melahirkan anak yang terlalu besar.
Commisura ventralis menutupi klitoris, suatu struktur yang homolog dan mempunyai asal embriologik yang sama dengan penis. Klitoris terdiri dari jaringan erektil yang diselubungi oleh epithel squamous bersusun dan mengandung cukup banyak ujung-ujung syaraf sensoris.

2. Jelaskan mengapa Columna Vertebralis dikatakan sebagai Ossa Axialis
Columna vertebralis merupakan bagian dari skeleton axial yang melindungi corda spinalis. Pada kebanyakan cordata, tersusun oleh struktur skeletal bersegmen yaitu vertebrae dan merupakan kesatuan antara spinalis dan columna. Perluasan dasar tulang-tulang tengkorak ke arah posterior sampai ke arah ekor. Columna vertebralis mempunyai (memberikan bentuk) yang keras atau kaku pada tubuh, selanjutnya sebagai tempat pelekatan secara langsung maupun tidak langsung pada otot.Columna vertebralis adalah pilar utama tubuh. Ia berfungsi melindungi medulla spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya ke tulang-tulang paha dan tungkai bawah. Merupakan struktur fleksibel yang dibentuk oleh tulang-tulang tak beraturan, disebut vertebrae. Masing-masingnya dipisahkan oleh diskus fibrokartilago yang disebut diskus intervertebralis. Seluruh diskus ini menyusun seperempat panjang columna.
Cervecales 7, Thoracales 12, Lumbal 5, Sacral 5, Coxae 4; 3 yang bawah biasanya menyatu.
       Ciri Umum Vertebra
Meskipun menunjukkan perbedaan regional, vertebra memiliki pola umum. Vertebra yang khas terdiri atas corpus yang bulat di depan dan arcus vertebrae di belakang. Keduanya melingkupi ruang yang disebut foramen verteebrale, yang dilalui medulla spinalis dengan pembungkusnya. Arcus vertebrae terdiri atas sepasang pediculus silimdris, yang membentuk sisi arcus, dan sepasang lamina pipih, yang melengkapi arcus ini di bagian belakangnya.
Arcus vertebrae mempunyai 7 prosecesus yaitu processus spinosus, 2 transversus, dan 4 articularis.
Prosessus spinosus, menenjol ke posterior dari pertemuan dua laminae. Prosesus transverses menonjol ke lateral dari titik pertemuan laminae dan pediculus. Kedua jenis processus ini berfungsi sebagai pengungkit dan menjadi tempat perlekatan otot dan ligament.
Processus articularis tersusun vertical dan terdiri atas dua proosessus superior dan dua prosessus inferior. Menonjol dari perbatasan laminae dan pediculus, dan facies articularisnya ditutupi tulang rawan hialin. Prosessus articularis superior dari satu arcus vertebrae berarticulasi dengan prosessus articularis inferior dari arcus vertebra diatasnya, membentuk articulatio synvialis.
Pediculus berlekuk pada tepi atas dan bawahnya, membetnuk incisura vertebralis superior dan inferior. Incisura superior satu vertebra dan incisura inferior vertebra di atasnya bersama-sama membentuk foramen intervertebralis. Foramen ini pada kerangka yang berartikulasi, berfungsi menyalurkan n. spinalis dan pembuluh darah.


       a. Vertebra Cervicalis
Khas memiliki cirri berikut ini: tiap prosessus transverses mempunyai foramen prosessus transverse untuk av. Vertebralis. Prosessus spinosus kecil dan bifid. Corpus kecil dan diameter transversa lebih besar dari diameter anteroposterior, tersapat sendi-sendi synovial kecil pada tiap sisi. Foramen vertebrale besar dan berbentuk segitiga. Prosessus artikularis superior mempunyai facies artikularis yang rata dan kecil, menghadap ke bekalang dank e atas, prosessus artikularis inferior mempunyai facies artikularis yang menghadap ke bawah dan depan.
Vertebra cervicalis pertama, kedua, dan ketujuh bentuknya tidak khas
Vertebra cervicalis [ertama, atau atlas, tidak mempunyai corpus maupun prosessus spinosus. Hanya berupa cincin tulang, yang terdiri atas arcus anterior dan arcus posterior dan sebuah masa lateralis pada tiap sisi. Tiap masa lateralis mamiliki facies articularis superior dan inferior. Tulang ini berartikulasi di atas dengan condylus occipitalis, membentuk articulatio atlanto-occipitalis. Dibawah, berartikulsi dengan axis dan membentuk articulatio atlanto axialis.
Vertebra cervicalis kedua atau axis mempunyai dens yang mirip pasak, yang terdapat di atas corpus dan mewakili corpus atlas yang telah menyatu dengan axis.
Vertebra cervicalis ke tujuh, atau vertebra prominens, disebut demikian karena mempunyai prosessus spinosus paling panajang. Processus ini tidak bifid. Processus transversus C7 besar, namun foramen processus transversinya kecil dan dilalui v.vertebralis.

       b.Vertebra Thoracis
Vertebra Thoracicus makin besar ukurannya dari atas ke bawah. Corpus berbentuk jantung. Foramen vertebrale relative kecil dan bulat. Processus spinosus panjang dan condong ke bawah. Fovea costalis terdapat pada sisi corpus, tempat caput costae berartikulasi, dan pada processus transversus untuk berartikulasi dengan tuberculum costae. Processus articularis superior mempunyai facies yang menghadap ke belakang dan lateral, sedangkan facies processus articularis inferior menghadap ke depan dan medial. Processus articularis inferior Th12 menghadap ke lateral, seperti halnya vertebra lumbalis.
       c.Vertebra Lumbalis
Corpus tiap vertebra lumbalis bersifat massif dan berbentuk ginjal. Pediculus kuat dan mengarah ke belakang. Laminae tebal, dan foramen vertebrale berbentuk segitiga. Processus transversus panjang dan langsing. Processus spinosus pendek, rata, dan berbentuk segiempat dan terjalur lurus ke belakang. Facies articularis spinosus articularis superior menghadap ke medial, dan facies processus articularis inferior menghadap ke lateral.
Vertebra lumbalis tidak mempunyai facies articularis dengan costae dan tanpa foramen processus transversi.
       d. Os Sacrum
Terdiri dari lima vertebra rudimenter yang bergabung, membentuk sebuah tulang berbentuk baji, yang cekung di anterior. Batas atas, atau basis tulang ini berartikulasi dengan L5. Batas inferior yang sempit berarticulasi dengan kedua Os Inominata atau Os Coxae, membentuk articulation sacroiliaca. Tepi anterior dan superior S1 menonjol ke depan sebagai margo posterior aperture pelvis superior dan dikenal sebagai promontorium sakralis.
Foramen vertebrale pada kelompok ini membentuk canalis sacralis. Laminae S5, kadang-kadang juga S4 tidak mencapai garis tengah dan membentuk hiatus sacralis.
Permukaan anterior dan posterior sacrum mempunyai 4 foramina pada tiap sisinya, yang dilalui rani ventrales dan dorsales S1-4.
       e.Os Coccygea
Terdiri atas empat vertebra yang berfungsi membentuk sebuah tulang segitiga kecil, yang berarticulasi pada basisnya dengan ujung bawah sacrum. Vertebra coccygea pertama biasanya tidak ikut atau tidak sempurna berfungsi dan vertebra kedua.
       f.Diskus Intervertebralis
Menyusun seperempat panjang columna vertebralis.  Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak terjadi gerakan columna vertebralis. Struktur ini dapat dipandang sebagai discus semi-elastis. Cirri fisiknya memungkinkan mereka berfungsi sebagai peredam benturan bila beban pada columna vertebralis mendadak bertambah, seperti bila seseorang melompat turun dari ketinggian. Kelenturannya memungkinkan vertebra yang kaku dapat bergerak satu terhadap lainnya. Sayangnya daya pegas ini berangsur hilang dengan bertambahnya usia.
Setiap discus terdiri atas bagian tepi, annulus fibrosus, dan bagian pusat, nucleus pulposus. Annulus fibrosus terdiri atas jaringan fibrocartilago dengan serat collagen yang tersusun sebagai lamel-lamel konsentris. Berkas collagen berjalan serong diantara corpus vertebrae berdekatan, dan lamel-lamel lain berjalan dalam arah sebaliknya. Serat-serat yang lebih perifer melekat dengan kuat pada lig.longitudinalis anterius dan posterius dari columna vertebralis.
Nucleus pulposus pada anak adalah masa mirip gel, berbentuk lonjong, banyak mengandung air, sedikit serat collagen, dan sedikit sel tulang rawan. Biasanya berada dalam keadaan terteken dan terletak lebih dekat dengan tepi posterior daripada tepi anterior discus.
Permukaan atas dan bawah corpus vertebrae berdekatan yang menempel pada discus, tertutup lempeng tulang rawan hialin tipis.
Sifat setengah cair dari nucleus pulposus memungkinkannya berubah bentuk dan vertebra dapat menjungkit ke depan atau ke belakang di atas yang lain, seperti pada fleksi dan ekstensi columna vertebralis.
Peningkatan beban kompresi mendadak pada columna vertebralis mengakibatkan nucleus pulposus semi cair itu menjadi gepeng. Penekanan nucleus keluar dapat ditahan oleh daya pegas annulus fibrosus disekelilingnya. Namun, kadang-kadang tekanan keluar ini terlampau kuat bagi annulus, sehingga rupture dan meloloskan nucleus pulposus. Keadaan ini disebut herniasi.
Dengan bertambahnya usia, kadar air nucleus pulposus menurun dan diganti oleh fibrocartilago sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan kurang lentur dan sukar dibedakan dari anulus.
Diskus intervertebralis tidak ditemukan diantara C1 dan 2 ataupun dalam sacrum coccygea.
       Sendi-Sendi Pada Vertebra
       a.Sendi Antar Corpus Vertebrae
Permukaan atas dan bawah corpus vertebrae yang berdekatan dilapisi oleh lempeng tulang rawan hialin tipis. Diantara lempeng e=rawan hialin tersebut, terdapat discus intervertebralis yang disusun oleh jaringan fibrocartilago. Serat-serat collagen discus dengan erat menyatukan kedua corpus vertebrae.
Di daerah cervical bawah ditemukan banyak sendi synovial kecil di kiri-kanan discus intervertebralis, antara permukaan atas dan bawah corpus vertebrae.
Ligamenta
Lig. Longitudinale anterius dan posterius berjalan turun sebagai suatu pita utuh menyusuri permukaan anterior dan posterior columna vertebralis, dari cranium sampai sacrum. Lig. Anterius lebar dan menempel kuat pada tepi depan., sisi corpus vertebrae dan pada discus intervertebralis. Lig. Posterius lemah dan sempit, melekat pada tepi posterior diskus.
       b.Sendi Antar Arcus Vertebrae
Sendi antar arcus vertebrae terdiri atas dua sendi synovial diantara proceccus artikularis superior dan inferior vertebra berdekatan. Facies artikularis tertutup oleh tulang rawan hialin, dan sendi dikelilingi oleh lig. Capsularis.
Lig. Supraspinalia menghubungkan ujung-ujung processus spinosus vertebrae. Lig. Interspinalia berjalan di antara processus spinosus berdekatan Lig. Flava  menghubungkan dua lamina berdekatan. Di daerah cervical, ligamenta supraspinalia sangat tebal, membentuk Lig. Nuchae. Yang terakhir ini meluas dari processus spinosus C7 sampai ke protuberantia occipitalis externa,permukaan anteriornya  melekat erat pada processus spinosus cervicales di depannya.
       c.Articulation Atlanto Occipitalis
Merupakan sendi synovial antara condilus occipitalis, di kiri-kanan foramen magnum di atas dan facies articularis superior masa lateralis atlas di bawah. Sendi synovial jenis avoid. Gerak utamanya dalah fleksi-ekstensi yaitu yes joint, dengan ROM 10°-15° / 0° / 20°-25°.
Membrane atlanto occipitalis anterior, merupakan lanjutan lig. Longitudinal anterius, menghubungkan arcus anterior atlas dengan tepi anterior foramen magnum. Membrane atlanto occipitalis posterior menyerupai lig flava, menghubungkan arcus posterior atlas dengan tepi posterior foramen magnum.
       d.Articulatio Atlanto Axialis
Terdiri atas 3 sendi synovial, satu diantaranya antara dens axis dengan arcus anterior atlas, sedangkan 2 lainnya diantara masa lateralis kedua tulang.
Sendi synovial jenis sendi putar. Gerak utamanya adalah rotasi atau no joint. Dengan ROM 35°-40° / 0° / 35°-40°. Gerak lainnya adalah fleksi-ekstensi ROM 10°-15° dan lateral fleksi  5°, rotasi 45° arteri vertebralis ipsilateral terjepit.
Lig. Apicis dentis adalah terletak di tengah dan menghubungkan apex dentis dengan tepi anterior foramen magnum.
Ligamen aalaria terletak di kanan-kiri lig. Apicis dentis, menghubungkan dens axis dengan sisi medial condylus occipitalis
Lig. Crusiformi atlantis terdiri atas lig. Transversum atlantis yang kuat dan fascicule longitudinales yang lemah. Ujung-ujung lig. Transversum melekat pada bagian dalam masa lateralis atlas dan mengikat dens axis pada arcus anterior atlas. Fasciculi longitudinales berjalan dari permukaan posterior corpus, axis, sampai ke tepi anterior foramen magnum.
Membrane Pektoria merupakan lanjutan ke atas dari ligament longitudinal posterior. Melekat pada os occipitalis tepat di dalam foramen magnum.
Membran ini menutupi permukaan posterior dens axis, lig apicis dentis, alaria, dan cruciform atlantis.
       Gerakan Columna Vertebralis
Seperti yang telah dibicarakan sebelumnya, columna vertebralis terdiri atas sejumlah vertebra terpisah yang tersusun rapid an dipisahkan oleh discus intervertebralis. Vertebrae dipertahankan pada tempatnya oleh ligament kuat yang sangat membatasi derajat gerakan yang mungkin terjadi antara vertebra berdekatan.
Meskpun demikian, hasil akhir gabungan semua gerakan ini, memberikan derajat gerakan columna vertebralis yang cukup besar.
Gerakan berikut ini dapat dilakukan: fleksi, ekstensi, laterofleksi, rotasi, dan sirkumduksi:
Fleksi adalah gerakan ke depan, sedangkan ekstensi adalah gerakan ke belakang. Keduanya dapat leluasa dilakukan di daerah cervical dan lumbal, namun terbatas di daerah thoracal.
Laterofleksi adalah condongnya tubu ke salah satu sisi. Gerak ini amat mudah dilakukan di daerah cervical dan lumbal, namun terbatas di daerah thoracal.
Rotasi adalah gerak memutar columna vertebralis. Paling leluasa di daerah lumbal.
Sirkumduksi adalah gabungan gerakan-gerakan di atas.Jenis dan keleluasaan gerak yang mungkin pada tiap daerah columna, sebagian besar tergantung pada tebal discus invertebralis dan bertuk serta arah processus articularis. Di daerah thoracal, iga, tulang rawan iga, dan sternum sangat membatasi keleluasaan gerak.
Articulation atlanto-occipitalis memungkinkan fleksi dan ekstensi luas dari kepala. Articulation atlanto-axialis memungkinkan rotasi luas pada atlas dan dengan demikian, juga rotasi kepala di atas axis.
           Columna vertebralis digerakkan oleh banyak otot, sebagian besar melekat langsung pada vertebra, sementara yang lain, seperti m. sternocleidomastoideus dan otot dinding perut, melekat pada cranium atau pada iga atau fascia.
            Di daerah cervical, fleksi dilakukan oleh m. longus colli, scalenus anterior, dan sternocleidomastoideus. Ekstensi dikerjakan oleh otot-otot post vertebralis. Laterofleksi dikerjakan oleh m. scalenus anterior dan medius dan m. trapezius dan sternocleidomastoideus. Rotasi dikerjakan oleh m. sternocleidomastoideus pada satu sisi dan m. splenius sisi lainnya.
          Di daerah thoracal rotasi dilakukan oleh m. semi spinalis dan mm. rotators, dibantu oleh m. obliquus dinding anterolateral abdomen.
           Di daerah lumbal, fleksi dilakukan oleh m. rectus abdominis dan m. psoas. Ekstensi dikerjakan oleh otot post vertebralis. Laterofleksi dilakukan oleh otot post vertebralis, m. quadrates lumborum, m. obliquus dinding anterolateral abdomen. M. psoas dapat pula berperan dalam gerakan ini. Rotasi dilakukan oleh mm. rotators dan m, obliquus dinding anterolateral abdomen.
Otot Punggung
        a.Otot Superficial
Otot ini merupakan bagian lengan atas dan terdiri atas m. trapezius, latissimus dorsi, levator scapulae, dan rhomboideus minor dan major.
       b.Otot Intermedia
Otot ini berhubungan dengan respirasi, terdiri atas m. serratus posterior superior, serratus posterior inferior, dan levatores costarum.
        c.Otot Profunda (Otot Post Vertebralis)
Pada posisi berdiri, garis gaya berat akan berjalan melalui dens axis, di belakang pusat-pusat sendi coxae dan di depan sendi lutut dan pergelangan kaki. Akibatnya, bila tubuh dalam posisi ini, sebagian besar berat badan akan jatuh di depan columna vertebralis. Karenanya, tidak mengherankan bila otot-otot post vertebralis manusia berkembang lebih baik. Tonus postural otot-otot ini adalah factor utama dalam memepertahankan lengkung-lengkung normal columna vertebralis.
Otot punggung profunda merupakan jaringann otot berbentuk kolom tebal dan lebar, yang menempati rongga di kiri kanan processus spinosus. Mereka meluas dari sacrum hingga cranium dan terletak di bawah fascia thoracolumbalis. Perlu diketahui bahwa massa otot majemuk ini, terdiri atas sejumlah otot terpisah dengan panjang yang beragam. Setiap otot dapat dipandang sebagai tali, yang bila ditarik, mengakibatkan satu atau lebih vertebra berekstensi atau rotasi terhadap vertebra di bawahnya. Karena origo dan insertion berbagai kelompok saling tumpang tindih, keseluruhan columna vertebralis dapat bergerak mulus.
Processus spinosus dan transversus vertebrae berfungsi sebagai pengungkit yang mempermudah kerja otot. Otot-otot terpanjang terletak lebih superficial dan berjalan vertical dari sacrum ke angulus costae, processus transversus, dan processus spinosus vertebrae atas. Otot dengan penjang sedang (intermedia), berjalan serong dari processus spinosus ke processus transversus. Otot-otot pendek yang terletak lebih dalam, berjalan di sela-sela processus spinosus atau processus transversus vertebra yang berdekatan.



Patologi pada Vertebra
       a.Lengkung Abnormal Columna Vertebralis
           1.Kyphosis
Kyphosis adalah istilah yang dipakai untuk melukiskan lengkung sagital berlebihan pada pars thoracica columna vertebralis. Ini mungkin disebabkan kelemahan otot atau perubahan struktur corpora vertebrae atau discus intervertebralis. Misalnya, pada remaja yang sakit-sakitan dan dengan tonus otot yang lemah, belajar atau bekerja berjam-jam, menggunakan meja yang rendah dapat berakibat kyphosis pada daerah thoracicus atas. Orang itu dikatakan “berbahu bundar”. Fraktur gencetan atau destruksi tuberculosis pada corpora vertebrae berakibat khyposis angular akut pada columna vertebralis. Pada orang tua, osteropororsis (penipisan tulang abnormal) dan atau degenerasi discus intervertebralis menimbulkan kyphosis senilis, yang mengenai columna vertebralis daerah cervical, thoracal, dan lumbal.
              2.Lordosis
Lordosis adalah istilah yang dipakai untuk melukiskan lengkung sagital yang berlebihan di daerah lumbal. Lordosis ini terjadi akibat bertambahnya beban isi abdomen, seperti pada uterus hamil atau adanya tumor ovarii yang besar, atau sebagai akibat penyakit pada columna vertebralis seperti pada spondylolisthesis. Kemungkinan bahwa keadaan ini merupakan kompensasi postural pada kyphosis thoracicus atau penyakit articulation coxae (dislocatio congenitalis) tidak boleh dilupakan.

               3.Scoliosis
Scoliosis adalah istilah yang dipakai untuk melukiskan penyimpangan ke lateral dari columna vertebralis. Keadaan ini paling sering terjadi di daerh thoracal dan dapat diakibatkan kerusakan otot atau vertebra. Paralisis otot akibat poliomielitis dapat menimbulkan scoliosis hebat, demikian juga adanya hemivertebra congenital. Seringkali scoliosis bersifat kompensasi pada kaki yang pendek sebelah atau penyakit panggul.
       b.Hernia Nucleus Pulposus
Annulus fibrosus bagian posterior dapat ruptur dan nucleus pulposus akan melesat ke posterior seperti pasta gigi yang terpencet. Herniasi ini berakibat penonjolan sentral di garis tengah di bawah lig. longiludinale posterius atau penonjolan lateral di samping lig. posterius  dekat foramen intervertebrale. Tidak adanya nucleus pulposus menyempitkan celah antara corpora vertebrae, dan akan terlihat pada radiografi. Kendurnya lig. longitudinal anterius dan posterius berakibat bertambahnya mobilitas corpora vertebrae yang abnormal, berakibat nyeri setempat dan kemudian berkembang menjadi osteoarthritis.
               1. Hernia Nucleus Pulposus Cervicalis
HNP Cervicalis tidak sesering HNP pada daerah lumbal. Discus yang paling mudah terkena adalah discus antara C5 dan C6 atau antara C6 dan C7. Penonjolan ke lateral berakibat penekanan radiks spnal. Tiap radiks spinal muncul di atas vertebra yang sesuai; jadi penonjolan discus C5-6 menekan radiks C6. Nyeri dirakasan pada bagian bawah belakang leher, bahu, dan sepanjang lengan, sesuai penyebaran radiks yang bersangkutan. Penonjolan sentral dapat menekan medulla spinalis dan a. spinalis anterior dan melibatkan tractus pyramidalis.
               2.Hernisa Nucleus Pulposus Lumbalis
HNP Lumbalis lebih sering daripada discus cervicalis. Discus yang paling sering terkena ialah yang terletak antara L4 dan 5, dan antara L5 dan Sacrum. Di daerah lumbal, redices dalam cauda equina berjalan ke posterior sepanjang jumlah discus intervertebralis. Herniasi ke lateral dapat menekan satu atau dua radix dan seringkali mengenai radix yang sedang menuju foramen intervertebrale di bawahnya. Nucleus pulposus biasanya menonjol langsung ke belakang, dan jika besar, mungkin menekan seluruh cauda equina, berakibat paraplegia.
Biasanya terdapat periode gejala awal dengan nyeri punggung akibat discus yang cedera. Otot-otot punggung dalam keadaan spasme, terutama pada sisi hernia, sebagai akibat penekanan pada radix spinalis. Akibatnya, akan terjadi scoliosis, dengan bagian cekungnya pada sisi lesi. Nyeri menjalar menuruni kaki sesuai penyebaras saraf yang bersangkutan. Karena radix sessoris yang peling sering mengalami penekanan ialah dari L5 dan S1, maka perasaan nyeri terasa di bagian belakang dan samping tungkai, yang menjalar ke telapak kaki. Keadaan ini sering disebut sebagai sciatica (=ischialgia). Pada kasus berat terdapat perestesia atau hilangnya sensasi umum.
Penekanan pada radix motoris akan melemahkan otot. Jika yang terkena radix motoris L5, maka dorso fleksi pergelangan kaki melemah, sedangkan bila mengenai radix motoris S1, maka plantar fleksi yang akan melemah, dan reflex pergelangan kaki akan melemah atau tidak ada sama sekali.
Penonjolan sentral yang besar dapat berakibat nyeri bilateral dan kelemahan otot kedua tungkai. Dapat pula terjadi retention urinae akut.
       c.Dislokasi Columna Vertebralis
Dislokasi tanpa fraktur hanya terjadi di daerah cervical, karena kemiringan processus articularisnya memungkinkan terjadinya dislokasi tanpa menimbulkan fraktur. Di daerah thoracal dan lumbal, dislokasi hanya dapat terjadi jika processus articularis yang tersusun vertical itu patah terlebih dahulu.
Dislokasi umumnya terjadi antara vertebra C4 dan 5 atau C5 dan 6, yaitu tempat yang paling mobile. Pada dislokasi unitaleral, processus articularis inferior sebuah vertebra terdorong ke depan dan ke atas permukaan anterior processus articularis superior vertebra di bawahnya. N. spinalis sisi yang sama biasanya tecederai pada foramen intervertebrale, dan menimbulkan nyeri hebat. Untunglah ukuran canalis vertebralis yang cukup besar membebaskan medulla spinalis dari cedera pada kebanyakan kasus.
Dislokasi cervicalis bilateral hamper selalu disertai cedera hebat pada medulla spinalis. Orang akan langsung mati jika terjadi pada vertebra cervicalis atas, karena otot-otot pernafasan, termasuk diafragma, akan lumpuh.
       d.Fraktur Columna Vertebralis
Fraktur processus spinosus, processus transversus, atau laminae umumnya disebabkan oleh trauma langsung atau, pada kasus tertentu, oleh aktivitas otot yang hebat. Fraktur kompresi corpus vertebrae biasanya dosebabkan trauma akibat fleksi-kompresi berlebihan dan terjadi pada tempat dengan mobilitas maksimum atau pada perbatasan daerah mobile dan tidak mobile. Hal yang menarik pada fraktur demikin adalah meskipun corpus vertebrae amat remuk, tetapi ligamentum longitudinal posterius tetap utuh. Arcus vertebralis tidak patah dan ligamentun intervertebralis juga utuh, sehingga tidak terjadi penggeseran vertebralis dan kerusakan medulla spinalis.
Fraktur dislokasi juga diakibatkan trauma akibat fleksi-kompresi berlebihan dan terjadi pada tempat dengan mobilitas maksimum atau pada perbatasan daerah mobile dan tidak mobile. Karena processus articularis patah dan ligamennya robek, vertebra yang bersangkutan tidak stabil, dan medulla spinalis biasanya cedera berat atau putus disertai keadaan paraplegia.
       e.Cedera Medulla Spinalis
Derajat cedera medulla spinalis pada berbagai tingkatan vertebra, terutama ditentukan oleh factor-faktosr anatomis. Pada daerah cervical, dislokasi atau fraktur dislokasi sering terjadi, namun lubang canalis vertebralis yang besar seringkali menghindarkan medulla spinalis dari cedera berat. Tapi pada pergeseran yang besar, medulla dapat terpotong dan langsung mengakibatkan kematian. Jika lesi terjadi di atas segmen tempat keluarnya n. pherenicus, respirasi berhenti.
Pada fraktur dislokasi daerah thoracal, sering terjadi pergeseran yang cukup besar, dan kecilnya ukuran canalis vertebralis berakibat cedera pada medulla spinalis.
Pada fraktur dislokasi daerah lumbal, dua keuntungan anatomis membantu pasien. Pertama, medulla spinalis pada orang dewasa hanya meluas ke bawah sampai setinggi batas bawah vertebra L1. Kedua, ukuran foramen vertebrae yang lebih besar pada daerah ini menyediakan tempat lebih dari cukup bagi cauda equina. Karena itu cedera saraf di daerah ini bersifat ringan.
Cedera medulla spinalis dapat berakibat hilangnya sebagian atau seluruh fungsi pada tingkat lesi, dan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi tractus aferen dan eferen di bawah lesi.

3. Jelaskan Pembagian Otot berdasarkan Ada tidaknya Saraf dan Kontrol  
     Saraf ?
Sistem saraf adalah sekumpulan sel-sel saraf atau neuron-neuron, yang berfungsi menyelenggarakan kerjasama yang rapi dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh. Sistem saraf pada vertebrata secara umum dibagi menjadi dua, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
Berdasarkan struktur dan fungsinya, sel saraf dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu sel saraf sensori, sel saraf motor, dan sel saraf intermediet (asosiasi). Impuls dapat dihantarkan melalui beberapa cara, di antaranya melalui sel saraf dan sinapsis. Berikut ini akan dibahas secara rinci kedua cara tersebut.
Gerakan berdasarkan tanggapan  impuls dibedakan menjadi:
     a.Gerak biasa, merupakan gerakan yang disadari dan impuls akan diolah oleh SSP (otak dan medulla spinalis) terbeih dahulu sebelum terjadi gerakan.
     b.Gerak refleks merupakan gerakan yang tanpa disadari karena menanggapi impuls secara langsung.  Sehingga sifat gerakan ini tidak diolah terlebih dahulu oleh otak. Jarak terpendek efektor dalam menanggapi impuls disebut dengan  lengkung refleks.
               Secara anatomi, sistem saraf ini dibagi menjadi sistem saraf pusat/ sentral yang terdiri dari otak dan sum-sum tulang belakang (medulla spinalis) dan sistem saraf tepi (perifer) yang terdiri dari 12 pasang saraf cranialis dan 31 nervi spinalis.

Pembagian susunan saraf terdiri dari:
      1.Susunan saraf sentral
        a.    Medula spinalis
         b.    Otak
·      Otak besar (serebrum)
·      Batang otak (trunkus serebri)
·      Otak kecil (serebelum)

      2.Susunan saraf perifer
         a.  Susunan saraf somatik
         b. Susunan saraf otonom
·      Susunan saraf simpatis
·      Susunan saraf para simpatis
Pada vertebrata, sistem saraf pusat yang ditutupi dalam meninges. Ini berisi sebagian besar sistem saraf dan terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. Bersama-sama dengan sistem saraf perifer memiliki peran fundamental dalam kontrol perilaku. SSP adalah yang terkandung dalam dorsal rongga, dengan otak di dalam rongga tengkorak dan tulang belakang di rongga tulang belakang. Otak dilindungi oleh tengkorak, sedangkan sumsum tulang belakang dilindungi oleh tulang belakang.
        Adapun bagian-bagian otak itu sendiri yang sampai saat ini menurut beberapa pakar dikatakan bahwa teorinya masih dalam kiasan karena sifatnya begitu menyederhanakan sebuah sistem yang begitu kompleks dan rumit.
Sebenarnya banyak teori otak yang ada sekarang dan itu berkembang terus menerus melalui beberapa penelitian, diantaranya: “otak adalah bagian dari suatu jaringan kebel listrik yang menyebar ke seluruh tubuh dan teru menerus mengirim dan menerima pesan. Jumlah kabel itu luar biasa banyaknya. Otak sendiri mempunyai lebih dari 100.000 mil kabel.kabel ini (yang disebut akson dan dendrit) mempunyai jutaan interaksi per detik dengan dirinya sendiri, dengan jaringan yang disebarkan ke seluruh tubuh, dan dengan zat-zat kimia yang diangkut melalui aliran darah”. 
Otak terdiri rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningel terdiri dari pia mater,lapisan araknoid, dan durameter.
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak bagian luar berwarna putih, sedangkan bagian dalam berbentuk kupu-kupu dan berwarna kelabu. Pada penampang melintang sumsum tulang belakang ada bagian seperti sayap yang terbagi atas sayap atas disebut tanduk dorsal dan sayap bawah disebut tanduk ventral. Impuls sensori dari reseptor dihantar masuk ke sumsum tulang belakang melalui tanduk dorsal dan impuls motor keluar dari sumsum tulang belakang melalui tanduk ventral menuju efektor. Pada tanduk dorsal terdapat badan sel saraf penghubung (asosiasi konektor) yang akan menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan menghantarkannya ke saraf motor
           Sistem saraf merupakan satu dari dua sistem kontrol utama tubuh, selain sistem endokrin. Sistem saraf tersusun atas susunan saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan korda dorsalis, dan sistem saraf tepi (SST) / sistem saraf perifer, yang terdiri dari serat-serat saraf yang membawa informasi antara SSP dan bagian tubuh lain (perifer). Dengan adanya sistem saraf, manusia dapat merasakan berbagai stimulus yang datang kepada dirinya, misalnya berupa panas, tekanan, rasa nyeri, dan sebagainya. Mekanisme ini sangat diperlukan oleh manusia agar manusia dapat berusaha untuk mempertahankan dirinya dari hal-hal yang dianggap dapat membahayakan tubuhnya. Misalnya, rasa nyeri yang ditimbulkan akibat sakit gigi menyebabkan seseorang akan berusaha untuk menghilangkan rasa nyeri tersebut, misalnya dengan cara memakan obat analgesik atau pergi ke dokter gigi. Dalam praktiknya sehubungan dengan sistem saraf tubuh ini, para dokter gigi sangat sering menggunakan obat-obat anestesi maupun analgesik untuk memberikan rasa nyaman (menghilangkan rasa sakit ataupun nyeri) kepada pasiennya terutama saat melakukan pencabutan gigi. Sebelum dilakukan pencabutan, biasanya dokter gigi akan menginjeksikan obat anestesi dan untuk perawatan sesudahnya diberikan obat anelgesik. Kedua jenis obat ini bekerja dengan cara mempengaruhi sistem saraf pasien. Dengan menginjeksikan obat anestesi, daerah tubuh yang diinjeksikan tersebut akan mengalami kebas. Kebas yang dialami pasien untuk tindakan operasi yang singkat seperti pada pencabutan gigi biasanya akan hilang setelah beberapa jam, namun pada kasus yang jarang terjadi, kebas dapat pula hilang setelah beberapa hari, minggu, atau bahkan beberapa bulan sesudah injeksi. Mengapa hal ini bisa terjadi? Dalam kasus yang akan dibahas dalam laporan ini, masalah tersebut akan dibahas secara gamblang yakni dengan membahas sistem saraf dari segi anatomi, histologi, fisika, fisiologi, maupun dari segi farmakologi obat yang digunakan sesuai dengan learning issues sebagai berikut: 1. Anatomi:
a. Anatomi sistem saraf perifer
b. Anatomi persarafan pada wajah
2. Histologi:
a. Struktur histologi sel saraf perifer
b. Proses regenerasi sel saraf
3. Fisika: Mekanisme penghantaran impuls pada sel saraf
4. Fisiologi:
a. Fungsi sistem saraf perifer
b. Mekanisme sensorik secara umum
c. Mekanisme nyeri d. Patofisiologi kebas (numbness)
5. Farmakologi:
a. Cara kerja dan jenis obat anestesi umum dan lokal (yang digunakan pada Kedokteran Gigi)
b. Jenis obat analgesik
Adapun kasus yang akan dibahas dalam laporan ini dapat dilihat pada bagian deskripsi topik berikut.
I.II. Deskripsi Topik
R, seorang lelaki berusia 26 tahun, datang ke dokter gigi dengan keluhan gigi geraham terasa sakit. Setelah dilakukan pemeriksaan umum, ekstra oral dan intra oral, didapati gigi molar 3 kanan bawah berada pada posisi miring ke mesial dan sebahagian mahkota terlihat dalam rongga mulut. Kemudian dilakukan pemeriksaan foto rontgen, gigi tersebut posisinya tidak normal sehingga harus dicabut. Setelah pasien menyetujuinya, maka dilakukan tindakan anestesi untuk pencabutan. Injeksi obat dilakukan pada daerah belakang gigi molar 3 dekat trigonum retomolar. Selesai tindakan pencabutan, R pulang dan diminta untuk meminum obat analgesic yang diresepkan. Keesokan harinya, R kembali ke dokter gigi dengan keluhan rahang kanan bawahnya masih terasa kebas.
Anatomi sistem saraf perifer
Sistem saraf perifer terdiri dari jaringan saraf yang berda di bagian luar otak dan medulla spinalis. Sistem ini mencakup saraf cranial yang berasal dari otak; saraf spinal, yang berasal dari medulla spinalis; dan ganglia serta reseptor sensorik yang berhubungan.
Saraf cranial
Terdiri atas dua belas pasang, yakni: 1. Saraf olfaktori (CN I) 2. Saraf optik (CN II) 3. Saraf okulomotor (CN III) 4. Saraf troklear (CN IV) 5. Saraf trigeminal (CN V) 6. Saraf abdusen (CN VI) 7. Saraf fasial (CN VII) 8. Saraf vestibulokoklear (CN VIII) 9. Saraf glosofaringeal (CN IX) 10. Saraf vagus (CN X) 11. Saraf aksesori spinal (CN XI) 12. Saraf hipoglosal (CN XII)
Saraf spinal Terdiri atas 31 pasang saraf, yakni: 1. Saraf serviks; delapan pasang, C1 sampai C8 2. Saraf toraks; 12 pasang, T1 sampai T12 3. Saraf lumbal; lima pasang, L1 sampai L5 4. Saraf koksiks; satu pasang
Anatomi persarafan pada wajah
Berdasarkan pembagian susunan saraf perifer di atas, maka dapat kita lihat bahwa persarafan yang ada pada wajah terdiri atas: 1. Saraf V (Saraf Trigerminal) • Merupakan saraf cranial terbesar • Terdiri atas gabungan saraf motorik dan sensorik (mixed), tetapi sebagian besar terdiri atas saraf sensorik • Membentuk saraf sensorik utama pada wajah, rongga nasal, dan rongga oral • Neuron motorik berasal dari pons dan menginervasi otot mastika kecuali otot buksinator • Badan sel neuron sensorik terletak dalam ganglia trigeminal (semilunar). Serabut bercabang ke arah distal menjadi tiga divisi, yakni: 1. Cabang optalmik membawa informasi dari kelopak mata, bola mata, kelenjar air mata, rongga nasal, kulit dahi, seta kepala 2. Cabang maksilar membawa informasi dari kulit wajah, rongga oral (gigi atas, gusi, dan bibir) dan langit-langit mulut (palatum) 3. Cabang mandibuar membawa informasi dari gigi bawah, gusi, bibir, kulit rahang, dan area temporal kulit kepala. Radiks motorik saraf trigeminal menjalar bersama cabang mandibular 2. Saraf VII (Saraf Facial) • Terdiri atas gabungan saraf motorik dan saraf sensorik • Neuron motorik terletak dalam nuclei pons. Neuron ini menginervasi otot ekspresi wajah, termasuk kelenjar air mata dan kelenjar saliva • Neuron sensorik membawa informasi dari resesptor pengecap pada dua per tiga bagian anterior lidah 3. Saraf IX (Saraf Glossopharyngeal) • Terdiri atas gabungan saraf motorik dan saraf sensorik • Neuron motorik berawal dari medulla dan menginervasi otot untuk berbicara dan menelan serta kelenjar saliva parotid • Neuron sensorik membawa informasi yang berkaitan dengan rasa dari sepertiga bagian posterior lidah dan sensasi umum dari faring dan laring; neuron ini juga membawa informasi mengenai tekanan darah dari reseptor sensorik dalam pembuluh darah tertentu
Proses regenerasi sel saraf
Kematian sel saraf terbatas pada perikarion serta cabang-cabangnya. Berbeda dengan sel saraf, neuroglial SSP – dan sel Schwann serta sel satelit ganglion di sistem saraf tepi – dapat membelah melalui mitosis. Celah-celah di susunan saraf pusat yang ditinggalkan oleh sel-sel saraf akibat penyakit atau cedera, akan ditempati oleh neuroglia. Oleh karena saraf tersebar luas di seluruh tubuh, saraf sering mengalami cedera. Bila sebuah akson saraf terputus, maka akan terjadi perubahan degeneratif yang diikuti dengan fase pemulihan. Cedera pada akson dapat menyebabkan perubahan dalam perikarion, misalnya berupa kromatolisis (larutnya substansi Nissl) Segmen proksimal akson dekat luka akan berdegenerasi untuk sebagian kecil akson, namun pertumbuhan segera dimulai setelah debris dibersihkan oleh makrofag yang menghasilkan IL-1 yang menstimulasi sel Schwann untuk menyekresi zat yang membantu pertumbuhan saraf. Jadi, bila kita lihat di sini, umumnya hanya saraf periferlah yang dapat beregenerasi karena ia memiliki sel Schwan yang dapat membantunya dalam regenerasi sedangkan pada susunan saraf pusat tidak terdapat sel Schwann sehingga sulit untuk regenerasi. Selain itu regenerasi juga tidak dapat terjadi jika soma dan dendrit mengalami kerusakan, namun jika nerve fiber-nya yang rusak regenerasi masih dapat terjadi.

4. Jelaskan Bagian-bagian Jaringan Tulang dan Jaringan Otot?
Tulang rawan ditandai dengan suatu matriks ekstrasel yang banyak mengandung glikosaminoglikan dan proteoglikan, yaitu makromolekul yang berinteraksi dengan serat kolagen dan elastin. Variasi komposisi komponen matriks ini menghasilkan tiga jenis tulang rawan, yang sesuai dengan kebutuhan biomekanika setempat.
Tulang rawan merupakan bentuk khusus jaringan ikat, dengan konsistensi matriks ekstraselnya yang “keras”, sehingga tulang rawan ini memiliki daya kenyal yang tinggi, fungsinya antara lain;
      1.Memungkinkan  jaringan ini menahan stress mekanik  tanpa mengalami distorsi.
      2.Menunjang jaringan lunak, karena permukaannya licin  dan berdaya kenyal, maka tulang rawan merupakan daerah peredam guncangan dan permukaan gesekan bagi sendi, sehingga memudahkan gerakan tulang.
      3.Penting untuk perkembangan dan pertumbuhan tulang–tulang panjang sebelum dan sesudah lahir.
Tulang rawan terdiri atas sel (kondrosit; Yn. chondros, tulang rawan, + kytos, sel) dan banyak matriks ekstrasel yang terdiri atas serat dan substansi dasar. Kondrosit membuat dan mensekresi matriks ekstrasel, dan sel-sel itu sendiri terletak dalam rongga matriks yang disebut lakuna. Kolagen, asam hialuronat, proteoglikans, dan sejumlah kecil glikoprotein tertentu merupakan makromolekul utama dalam semua jenis matriks tulang rawan. Tulang rawan elastis, dicirikan oleh kelenturan yang sangat mengandung cukup banyak elastin dalam matriks.
Sebagai akibat adanya kebutuhan  fungsional yang berbeda, maka terdapat 3 jenis tulang rawan, masing-2 menunjukkan komposisi yang berbeda dalam matriksnya
      Tulang Rawan Hialin
Bentuk yang paling banyak dijumpai, memiliki matriks dengan kolagen tipe II sebagai unsur kolagen utamanya.
      Tulang Rawan Elastis
Lebih lentur dan kenyal, selain mengandung kolagen tipe II juga memiliki banyak serat elastin di dalam matriksnya.


      Fibrokartilago
Terdapat dalam daerah yang mengalami stres berat/menahan beban, dicirikan oleh matriks yang mengandung jalinan serat kolagen tipe I yang kasar. Ketiga jenis tulang rawan itu avaskular dan mendapat makanannya melalui difusi dari kapiler dalam jaringan ikat berdekatan (perikondrium) atau melalui cairan sinovial dari rongga sendi. Tulang rawan tidak memiliki pembuluh getah bening dan saraf.
Perikondrium adalah selubung berupa simpai jaringan ikat padat yang membungkus tulang rawan hampir seluruhnya, merupakan perantara di antara tulang rawan dan jaringan yang ditunjangnya. Perikondrium menjadi tempat suplai vaskular bagi tulang rawan yang avaskular (tidak mempunyai pembuluh darah, limf, dan saraf).
Tulang Rawan Hialin
Tulang rawan hialin segar berwarna putih kebiruan dan translusen. Pada embrio sebagian tulang sementara hingga secara berangsur-angsur diganti oleh tulang. Pada mamalia dewasa, terdapat di permukaan sendi pada sendi yang dapat bergerak; hidung, laring, trakea, bronki; ujung ventral iga; tempat berartikulasi dengan sternum; dan pada lempeng epifisis, dimana ia berfungsi untuk pertumbuhan memanjang tulang.
Tulang rawan berkembang dari mesenkim. Sel-sel yang dibentuk melalui diferensiasi langsung dari sel mesenkim ini disebut kondroblas, dengan sitoplasma basofilik penuh ribosom. Kejadian diferensiasi tulang rawan berlangsung dari pusat ke luar; karenanya sel-sel yang lebih di pusat memiliki ciri kondrosit sedangkan sel-sel perifer memiliki ciri kondroblas.
Matriks (substansi Interselular)
Empat puluh persen  berat kering tulang rawan hialin terdiri atas kolagen yang terpendam dalam substansi intersel amorf. Selain kolagen tipe II dan proteoglikan, komponen penting lain dari matriks tulang rawan adalah glikoprotein kondronektin, sebuah makromolekul yang membantu perlekatan kondrosit pada kolagen matriks.
Perikondrium
Kecuali pada tulang rawan sendi, semua tulang rawan hialin ditutupi oleh selapis jaringan ikat padat, perikondrium, yang esensial bagi pertumbuhan dan pemeliharaan tulang rawan. Lapisan ini kaya serat kolagen tipe I dan mengandung banyak fibroblas.
Kondrosit (sel-sel tulang rawan)
Kondrosit muda berbentuk lonjong, dengan sumbu panjang paralel terhadap permukaan. Lebih ke dalam bentuknya bulat, dan dapat berkelompok hingga 8 sel dari hasil pembelahan mitosis satu kondrosit (kelompok isogen).
Kondrosit sebagai sel penghasil protein RE kasar dan kompleks golgi. Kondrosit membuat kolagen tipe II, proteoglikans, dan kondronektin.
Pertumbuhan
Pertumbuhan tulang rawan dapat melalui dua proses: pertumbuhan interstisial, akibat pembelahan mitotik dari kondrosit-kondrosit yang ada; dan pertumbuhan aposisional, akibat diferensiasi sel-sel perikondrial.
Tulang Rawan Elastis
Tulang rawan elastis terdapat di aurikula telinga, dinding meatus auditiva eksterna, tuba auditiva (eustachii), epiglotis, dan kartilago cuneiform dalam laring. Tulang ini memiliki serabut kolagen tipe II, mengandung jalinan serat-serat elastis tersebar secara luas. Kondrosit pada tulang rawan elastis dan hialin serupa dan memiliki perikondrium.
 FIBRIKARTILAGO
Jenis tulang rawan ini terdapat pada tempat yang memerlukan penyokong kuat dan daya rentang. Ditemukan pada  diskus intervertebra, pada perlekatan ligamen tertentu pada permukaan tulang rawan dari tulang dan simfisis pubis. Serat kolagen yang banyak itu membentuk berkas-berkas  tidak teratur di antara kelompok-kelompok kondrosit  atau tersusun paralel sepanjang kolom kondrosit.
Diskus Intervertebra
Setiap diskus intervertebra terletak di antara 2 vertebra dan terikat padanya oleh ligamen.  Anulus fibrosus dari tulang rawan dan nukleus pulposus cair. Diskus intervertebra berfungsi sebagai bantal pelicin yang mencegah vertebra bersebelahan mengalami erosi oleh kekuatan abrasif selama gerakan tulang belakang. Nukleus pulposus cair berfungsi sebagai peredam kejut di antara vertebra bersebelahan.
Sebagai unsur utama dari kerangka dewasa, jaringan tulang berfungsi untuk;
      1.         Menunjang struktur berdaging
      2.       Melindungi organ-organ vital (rongga kranium, rongga dada)
      3.       Mengandung sumsum tulang, tempat sel-sel darah merah terbentuk.
      4.        Sebagi cadangan kalsium, fosfat, dan ion lain yang dapat dibebaskan  atau  
               ditimbun secara terkendali untuk mempertahankan konsentrasi tetap ion-ion
                penting ini dalam cairan tubuh.
      5.       Membentuk sistem pengungkit yang melipatgandakan kekuatan yang timbul akibat kontraksi otot rangka, menghsilkan gerak tubuh.
Tulang adalah jaringan ikat khusus yang terdiri atas materi intersel yang mengapur, yaitu matriks tulang dan 3 jenis sel:
      1.       Osteosit, (Yn. Osteon, tulang, + kytos, sel) yang terdapat dalam rongga (lakuna) di dalam matriks.
      2.       Osteoblas, (Yn. Osteon, tulang, + blastos, benih) yang membentuk komponen organik dari matriks.
      3.       Osteoklas, (Yn. Osteon, + klastos, pecah) yang merupakan sel raksasa berinti banyak yang berperan pada resorbsi dan pembentukan kembali jaringan tulang.
Karena metabolit tidak dapat berdifusi melalui matriks tulang yang telah mengapur, maka pertukaran antara osteosit dan kapiler darah bergantung pada komunikasi selular melalui kanalikuli, (Yn. Canalis, saluran) yaitu celah-celah silindris halus yang menembus matriks.

Endosteum melapisi permukaan dalam tulang dan periosteum melapisi permukaan luar tulang.

Sel Tulang
A. Osteoblas:
Osteoblas berfungsi mensintesis komponen organik dari matriks tulang (kolagen tipe I, proteoglikans, dan glikoprotein). Bila osteoblas aktif dalam pembuatan matriks tulang maka akan berbentuk kuboid hingg silindris dengan sitoplasma basofil. Bila aktifitas mensintesis berkurang, maka bentuknya menjadi gepeng, basofil pada sitoplasmanya mengurang.
Osteoblas memiliki juluran sitoplasma yang bersentuhan dengan osteoblas didekatnya. Begitu terkurung oleh matriks yang baru saja dibentuk maka disebut sebagai osteosit.
B. Osteosit:
Osteosit yang asalnya dari osteoblas, terdapat dalam lakuna yang berada di antara lamel-lamel. Di dalam lakuna hanya terdapat satu osteosit. Di dalam kanalikuli silindris halus terdapat juluran sitoplasma dari osteosit.
C. Osteoklas :
Osteoklas adalah sel motil bercabang banyak yang sangat besar. Bagian badan sel yang melebar mengandung 5-50 lebih inti. Cabang-cabang selnya tidak teratur dan mempunyai berbagai bentuk dan ukuran. Osteoklas menghasilkan asam, kolagenase, dan enzim proteolitik lain yang menyerang matriks tulang dan membebaskan substansi dasar yang mengapur dan secara aktif terlibat dalam membersihkan debris yang terjadi selama resorbsi tulang.
Matriks Tulang
Materi anorganik merupakan lebih kurang 50% berat kering matriks tulang. Kalsium dan fosfor sangat banyak, namun bikarbonat, sitrat, magnesium, kalsium dan natrium juga ada (kalsium fosfat [85%], kalsium karbonat [10%], kalsium fluorida dan magnesium fluorida) .
Materi organik adalah 95% serat serat kolagen tipe I dan substansi dasar amorf, yang mengandung proteoglikan.
Periosteum dan Endesteum
Permukaan luar dan dalam tulang ditutupi oleh lapisan sel-sel pembentuk tulang dan jaringan ikat yang disebut periosteum dan endosteum.
Periosteum terdiri atas lapisan luar yaitu serat-serat kolagen dan fibroblas. Berkas serat-serat periosteum, yang disebut serat Sharpey, yang menerobos matriks tulang, melekatkan periosteum pada tulang. Lapis dalam yang lebih seluler dari periostuem terdiri atas sel-sel gepeng dengan potensi membelah melalui mitosis dan berdeferensiasi menjadi osteoblas.
Endosteum melapisi semua permukaan rongga di dalam tulang dan terdiri atas selapis sel osteoprogenitor gepeng dan sedikit sekali jaringan ikat.
Fungsi utama periosteum dan endosteum adalah nutrisi jaringan tulang dan persediaan secara tetap osteoblas baru untuk keperluan perbaikan atau pertumbuhan tulang.
Jenis Jaringan Tulang
Ada dua jenis; primer, imatur, atau tulang bertenun (woven bone); dan sekunder, matur, atau tulang lamelar.
        Jaringan Tulang Primer :
Jaringan tulang yang petama kali terbentuk selama perkembangan embrional, pada fraktur dan proses penyembuhan yang lain. Pengamatan secara umum terhadap tulang yang terpotong melintang menampakkan  daerah-daerah padat tanpa rongga-yaitu daerah tulang padat (kompak) dan daerah-daerah dengan banyak rongga yang bersinambungan-yaitu tulang spons (kanselosa).
Pada tulang panjang, ujung-ujungnya membulat disebut epifisis (Yn. Epifisis, suatu tonjolan abnormal) terdiri atas tulang spons yang ditutupi oleh selapis tipis tulang kompak. Bagian silindris diafisis (Yn. Diaphisis, pertumbuhan antara) hampir seluruhnya terdiri atas tulang kompak, dengan sedikit tulang spons pada permukaan dalam sekitar rongga sumsum tulang.
Celah-celah pada tulang spons dan rongga sumsum dalam diafisis tulang panjang mengandung sumsum tulang, yang ada dua jenisnya; sumsum tulang merah, tempat pembentukan sel-sel darah merah; dan sumsum tulang kuning yang terutama terdiri atas  sel-sel lemak.
        Jaringan Tulang Sekunder :
Tulang sekunder adalah variasi yang umumnya dijumpai pada orang dewasa. Secara khas tampak serat-serat kolagen tersusun dalam lamel yang paralel satu sama lain atau tersusun secara konsentris yang mengelilingi kanal vaskular. Kompleks seluruhnya terdiri atas lamel-lamel tulang konsentris, mengelilingi saluran yang mengadung pembuluh darah, saraf, dan jaringan ikat longgar disebut sebuah sistem havers atau osteon.
Histogenesis
Tulang dapat dibentuk dalam dua cara: melalui mineralisasi langsung pada matriks yang disekresi oleh osteoblas (osifikasi intramembranosa) atau melalui penimbunan matriks tulang pada matriks tulang rawan sebelumnya (osifikasi endokondral).
Osifikasi Intramembranosa
Osifikasi intramembranosa, sumber hampir semua tulang pipih, karena berlangsung di dalam daerah-daerah pemadatan jaringan mesenkim. Tulang frontal dan parietal tengkorak, selain bagian tulang oksipital dan temporal dan mandibula dan maksila dibentuk melalui proses ini.
Dalam lapis padatmesenkim, titik awal osifikasi disebut pusat osifikasi primer. Proses ini dimulai bila kelompok sel-sel berdiferensiasi menjadi osteoblas. Matriks tulang yang baru terbentuk dan diikuti kalsifikasi, mengakibatkan terkurungnya beberapa osteoblas, yang kemudian menjadi osteosit.
Sel-sel jaringan mesenkim padat membelah, menghasilkan lebih banyak osteoblas, yang berfungsi melanjutkan pertumbuhan pusat osifikasi. Berbagai pusat osifikasi tulang tumbuh secara radial dan akhirnya menyatu mengganti jaringan ikat yang ada di situ.
Bagian laipsan jaringan ikat yang tidak mengalami osifikasi akan menjadi endosteum dan periosteum dari tulang intramembranosa.
Osifikasi Endokondral
Osifikasi endokondral (Yn. endon, di dalam + chondros, tulang rawan) terjadi di dalam sepotong tulang rawan hialin yang bentuknya menyerupai contoh atau model kecil dari tulang yang akan dibentuk.
Pada dasarnya, osifikasi endokondaral terbagi dalam 2 tahap. Tahap pertama mencakup hipertrofi dan destruksi kondrosit dari model tulang, berakibat terjadinya lakuna melebar yang dipisahkan oleh septa matriks tulang rawan yang mengapur. Tahap kedua, sebuah kuncup osteogenik terdiri atas sel-sel osteoprogenitor dan kapiler-kapiler darah menerobos ke dalam  celah-celah yang ditinggalkan oleh kondrosit yang berdegenerasi. Sel osteoprogenitor menghasilkan osteoblas, yang menutupi septa tulang rawan dengan matriks tulang. Septa jaringan tulang rawan yang mengapur berfungsi sebagai penunjang bagi awal osifikasi.
Tulang panjang dibentuk dari model tlang rawan dengan bagian yang melebar (epifisis) pada setiap ujung batang silindris (diafisis). Jadi sebuah silinder tulang berongga, kerah tulang, dibentuk pada bagian dalam perikondrium yang mengelilingi tulang rawan. Perikondrium ini kemudian disebut periosteum karena menutupi tulang yang baru dibentuk itu. Di bagian dalam kerah tulang, kondrosit dari model tulang rawan mulai berdegenerasi, dan kehilangan kemampuan untuk mempertahankan matriks; terbentuk timbunan kalsium, dan tulang rawannya menjadi terkalsifikasi.
Pembuluh-pembuluh darah dari kuncup osteogenik, yang berasal dari periosteum masuk melalui lubang-lubang yang dibuat oleh osteolkas dalam kerah tulang, menerobos matriks tulang rawan yang mengapur. Bersama-sama pembuluh-pembuluh darah ikut masuk sel-sel osteoprogenitor ke daerah ini; mereka berproliferasi dan menghasilkan osteoblas. Osteoblas ini membentuk lapisan utuh di atas matriks tulang rawan yang mengapur dan mulai menghasilkan matriks tulang rawan yang mengapur dan mulai menghasilkan matriks tulang. Jadi pembuatan tulang primer berlangsung di atas sisa-sisa tulang rawan yang mengapur. Sel-sel induk sumsum tulang beredar dalam darah dan masuk ke dlam tulang yang sedang dibentuk melalui kuncup osteogenik.
Pertumbuhan memanjangnya berakhir bila seluruh diafisis telah dihuninya, yang pada saat itu seluruhnya telah menjadi jaringan tulang. Perluasan pusat osifikasi primer ini dibarengi oleh perluasan kerah tulang periosteum, yang juga melus ke arah epifisis. Sejak awal pembentukan pusat osifikasi, osteoklas bekerja aktif, dan penyerapan tulang berlangsung di pusat, berakibat terbentuknya rongga sumsum yang meluas ke arah epifisis bersamasama meluasnya osifikasi ke arah ujung-ujung yang pada akhirnya seluruhnya menjadi model tulang.
Pada tahap lanjut perkembangan embrio, timbul sebuah pusat osifikasi sekunder pada pusat masing-masing epifisis. Fungsi pusat-pusat ini sama dengan yang pada pusat primer, namun arah pertumbuhannya ialah radial dan bukan memanjang.. Tulang rawan sendi tidak memiliki perikondrium, ekivalennya kerah tulang tidak dibentuk di sini.
Bila jaringan tulang yang berasal dari pusat sekunder telah menempati epifisis, maka tulang rawan hanya tersisa pada 2 tempat: tulang rawan sendi, yang menetap selama hidup dan tidak terlibat dalam pembentukan tulang; dan tulang rawan epifisis  atau lempeng epifisis, yang menghubungkan epifisis dengan diafisis. Sementara tulang rawan dari lempeng epifisis tumbuh, ia secara tetap diganti oleh matriks tulang yang baru dibentuk terutama dari pusat diafisis. Tidak ada pertumbuhan memanjang lagi pada tulang setelah lempeng epifisis berhenti tumbuh.
 Tulang rawan epifisis dibagi dalam 5 zona, dimulai dari sisi tulang rawan epifisis:
      (1)       Zona rehat (zona cadangan) terdiri atas tulang rawan hialin tanpa perubahan morfologi dalam sel.
      (2)     Zona proliferasi, kondrosit dengan cepat membelah dan membentuk kolom-kolom (kelompok-kelompok isogen) sel sejajar dengan sumbu panjang tulang.
      (3)     Zona hipertrofi tulang rawan mengandung kodrosit-kondrosit besar yang sitoplasmanya berisikan glikogen.
      (4)     Bersamaan dengan matinya kondrosit dalam zona pengapuran (kalsifikasi) tulang rawan septa tipis matriks tulang rawan akan mengapur dengan diendapkan hidroksiapatit.
      (5)     Dalam zona osifikasi (penulangan) dibentuk jaringan tulang endokondral. Kapiler darah dan sel-sel osteoprogenitor, yang dibentuk melalui mitosis sel-sel yang berasal dari periosteum, menyusup ke dalam rongga-rongga yang ditinggalkan oleh kondrosit.
Pertumbuhan tulang panjang  adlah proses majemuk. Epifisis membesar akibat pertumbuhan tulang rawan secara radial, diikuti oleh osifikasi endokondral. Dengan cara ini bagian spons epifisis akan bertambah.
Diafisis (bagian tulang yang dibentuk di antara epifisis) pada mulanya terdiri tas tulang slindris. Karena epifisis bertumbuh lebih cepat, ujung-ujung diafisis menjadi lebih besar, membentuk 2 corong diafisis yang dipisahkan oleh batang diafisis.
Tulang panjang akan bertambah panjang sebagia akibat aktifitas lempeng epifisis dan bertambah lebar sebagai akibat aposisi tulang yang dibentuk oleh periosteum. Bila tulang rawan lempeng epifisis berhenti tumbuh, ia diganti oleh jaringan tulang melalui proses osifikasi. Penutupan epifisis ini mengikuti suatu proses yang kronologis pada setiap tulang dan selesai pada usia sekitar 20 tahun.
B. JARINGAN OTOT
Jaringan Otot - Jaringan otot tersusun atas sel-sel otot. Jaringan ini berfungsi melakukan pergerakan pada berbagai bagian tubuh. Jaringan otot dapat berkontraksi karena di dalamnya terdapat serabut kontraktil yang disebut miofibril. Miofibril tersusun atas miofilamen atau protein aktin dan protein miosin. Kurang lebih 40% berat tubuh mamalia merupakan jaringan otot. Jaringan otot dapat dibagi menjadi jaringan otot polos, otot lurik (seran lintang), dan otot jantung.
a. Jaringan Otot Polos
Otot polos mempunyai serabut kontraktil yang tidak memantulkan cahaya berselang-seling, sehingga sarkoplasmanya tampak polos dan homogen. Otot polos mempunyai bentuk sel seperti gelendong, bagian tengah besar, dan ujungnya meruncing. Dalam setiap sel otot polos terdapat satu inti sel yang terletak di tengah dan bentuknya pipih.

Gambar 1. Otot polos
Aktivitas otot polos tidak dipengaruhi oleh kehendak kita (otot tidak sadar) sehingga disebut otot involunter dan selnya dilengkapi dengan serabut saraf dari sistem saraf otonom. Kontraksi otot polos sangat lambat dan lama, tetapi tidak mudah lelah. Otot polos terdapat pada alat-alat tubuh bagian dalam sehingga disebut juga otot visera. Misalnya pada pembuluh darah, pembuluh limfa, saluran pencernaan, kandung kemih, dan saluran pernapasan. Otot polos berfungsi memberi gerakan di luar kehendak, misalnya gerakan zat sepanjang saluran pencernaan. Selain itu, berguna pula untuk mengontrol diameter pembuluh darah dan gerakan pupil mata. Struktur otot polos dapat Anda amati pada Gambar 1.
b. Jaringan Otot Lurik atau Jaringan Otot Rangka
Perhatikan Gambar 2. Otot lurik mempunyai serabut kontraktil yang memantulkan cahaya berselang-seling gelap (anisotrop) dan terang (isotrop). Sel atau serabut otot lurik berbentuk silindris atau serabut panjang. Setiap sel mempunyai banyak inti dan terletak di bagian tepi sarkoplasma. Otot lurik bekerja di bawah kehendak (otot sadar) sehingga disebut otot volunter dan selnya dilengkapi serabut saraf dari sistem saraf pusat. Kontraksi otot lurik cepat tetapi tidak teratur dan mudah lelah. Otot lurik disebut juga otot rangka karena biasanya melekat pada rangka tubuh, misalnya pada bisep dan trisep. Selain itu juga terdapat di lidah, bibir, kelopak mata, dan diafragma. Otot lurik berfungsi sebagai alat gerak aktif karena dapat berkontraksi secara cepat dan kuat sehingga dapat menggerakkan tulang dan tubuh.
 Gambar 2. Otot lurik

c. Jaringan Otot Jantung
Perhatikan Gambar 3. Otot jantung berbentuk silindris atau serabut pendek. Otot ini tersusun atas serabut lurik yang bercabang-cabang dan saling berhubungan satu dengan lainnya. Setiap sel otot jantung mempunyai satu atau dua inti yang terletak di tengah sarkoplasma. Otot jantung bekerja di luar kehendak (otot tidak sadar) atau disebut juga otot involunter dan selnya dilengkapi serabut saraf dari saraf otonom. Kontraksi otot jantung berlangsung secara otomatis, teratur, tidak pernah lelah, dan bereaksi lambat. Dinamakan otot jantung karena hanya terdapat di jantung. Kontraksi dan relaksasi otot jantung menyebabkan jantung menguncup dan mengembang untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Ciri khas otot jantung adalah mempunyai diskus interkalaris, yaitu pertemuan dua sel yang tampak gelap jika dilihat dengan mikroskop.

 Gambar 3. Otot jantung